Chapter 28 : "Can you help Ivy?"

83 9 0
                                    

"Baiklah, kalau begitu cepat habiskan!" Ivy tidak menjawab, melainkan cepat menghabiskan makanan yang masih penuh di piringnya.

Ivy makan dengan cepat, mengunyah dengan buru-buru, sampai beberapa kali harus minum agar makanan itu cepat turun dari tenggorokannya. Tak ingin berdebat, tak ingin terlibat kontak mata yang justru akan membuatnya semakin dongkol.

Rasanya ingin cepat-cepat pulang dan mengurung diri di kamar, bersembunyi, menutup diri, sungguh hal itu membuatnya sedikit lebih menenangkan. Meski rasa depresi itu terus memaksa untuk mengakhiri semuanya.

Sudah 1 minggu ini, Ivy hanya bisa menangis dalam kegelapan, Ivy hanya bisa meratapi betapa bodohnya ia menjadi seorang wanita, dan Ivy hanya bisa menyesali semua yang membuatnya terpuruk menyedihkan.

********

Next Day, 9.45 AM

"Aku ikut!" Teriaknya.

"Hei, kenapa kau terus merengek? Aku pergi bukan untuk berlibur"

"Aku tidak mau tahu! Aku mau ikut!" Pintanya memaksa.

"Edgar, ajak saja dia!" Kata Ny. Brennan

"Tidak bisa, bu! Aku banyak pekerjaan disana! Aku bisa repot, jika ia ikut dan mengganggu konsentrasi ku" terang Edgar.

"Aku mohon! Aku ikut, kak!" Rengeknya, Ia mulai menangis sembari merangkul lengan sang kakak. Mengikuti kemanapun tungkai kakaknya bergerak.

"Tidak bisa! Lain kali saja"

"Aku tidak mau disini!"

"Kenapa tiba-tiba kau ingin ikut? Biasanya kau senang, jika aku pergi" Edgar menghentikan langkahnya, menoleh pada adiknya yang kini beralih memeluk pinggangnya. Seakan ia tidak mengizinkan sang kakak pergi.

"Aku buru-buru sekarang, aku tidak mau sampai ketinggalan pesawat. Setibanya di sana, aku harus langsung meeting" terang Edgar yang perlahan-lahan mengurai pelukan sang adik. Namun ia terus menolaknya.

Hari ini, Edgar harus kembali ke Brazil karena pekerjaannya yang terlalu lama ditinggalkan. Sejak pagi tadi, Edgar bahkan harus zoom meeting dengan para tim dan CEO dari berbagai perusahaan yang menggunakan jasanya.

Namun, entah kenapa hari ini tidak seperti biasanya. Ivy terus merengek, bahkan menangis memohon pada Edgar untuk mengizinkannya ikut ke Brazil. Bukan tak ingin menuruti, Edgar hanya tidak ingin membagi kefokusan nya bekerja dengan hal-hal pribadinya.

Menurut Edgar, hal seperti itu justru akan mengganggu keseriusannya. Pekerjaan Edgar dominan dalam menggunakan otak dan ketelitian yang ekstra, jadi tak menutup kemungkinan akan sangat menyulitkan Edgar, Jika Ivy memaksa untuk tetap ikut.

Bukannya fokus, yang ada Edgar tentu akan memikirkan Ivy yang ditinggalkannya bekerja seharian di apartemen. Belum lagi, jika Ivy tiba-tiba membutuhkannya dan mendadak menghubungi Edgar yang barangkali masih sibuk dengan pekerjaannya.

"Aku janji! Lain kali kau boleh ikut, oke?" Kata Edgar sembari mencengkram kecil pundak adik perempuannya yang nampak murung.

"Aku tidak akan lama, mungkin hanya 2 atau 3 minggu saja" kata Edgar.

"Aku mohon, bawa aku pergi darisini" mohon Ivy dengan suara paraunya yang terdengar sangat pelan.

"Memangnya ada apa? Di sini ada Jeremy, kenapa kau minta ikut denganku?" Edgar memiringkan kepalanya agar bisa menatap wajah Ivy yang tertunduk sembari menggelengkan kepalanya lambat.

Ivy tidak berkata apa-apa kecuali hanya menggelengkan kepalanya, ungkapan itu menunjukkan penolakan jika ia memang tidak ingin ditinggalkan. Ivy hanya merasa percuma mengungkapkan sesuatu hal yang tak akan juga didengarkan.

UNHOLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang