Chapter 18 : "Come here! I really want to hug you"

115 9 7
                                    

Rindu menyeruak saat senja menanti malam. Geloranya tak padam, meski diam-diam terpendam. Saat mata senja berlinang jingga, terlalu bahagia mengenang luka, seperti pergi yang lupa jalan pulangnya.

Mungkin itu yang tengah dirasakan kedua insan saling mencinta ini, duduk dengan rengkuhan yang membungkus hampir separuh raga, mampu mengalihkan kekalutan yang sungguh menghabisi jiwa keduanya.

Ya, Nero dan Ivy duduk saling berpelukan di tepi pantai sambil menikmati betapa indahnya matahari yang terbenam di barat sana. Sepertinya pelukan ini terlampau nyaman. Ivy sampai merengkuh habis tubuh kekar prianya.

"Sudah hampir gelap..." Belum juga meneruskan ucapannya, Nero lebih dulu menyela.

"Kau tahu? senja adalah saat terbaik menceritakan kisah rindumu pada dunia, sebab di sana akan kau temukan jawaban di antara angin dan pejaman mata" kata Nero, tatapannya begitu teduh dan hangat. Ivy sampai melongo menatap Nero.

"Aku baru sadar bahwa ada yang lebih indah dari senyummu, yaitu tawa kecilmu yang akan terus kurindukan sampai tiba waktuku untuk mati" sambung Nero.

"Kenapa kau bicara seperti itu? Apa kau ingin pergi meninggalkanku?" Karena khawatir, Ivy semakin mengeratkan pelukannya.

"Aku tidak akan melepaskanmu, apapun yang terjadi" kata Ivy.

"Kita harus menghadapinya bersama-sama, bukan? Jangan bicara tentang kematian, aku takut!" Sambung Ivy dengan nada sendunya.

"Jika memang itu keputusan final yang mau tidak mau terjadi, bagaimana?" Nero tersenyum.

"Apa kau ingin menyerah?" Kata Ivy.

"Bukankah kau selalu berkata ingin menjadi pelindungku?" Ivy kesal menatap Nero yang justru tersenyum padanya.

"Seberapa besar ketakutan mu?" Tanya Nero.

"Sebesar jiwa dan raga yang kumiliki, jika kau mati. Maka aku pun akan mati! Tapi...jika aku mati, aku tidak akan memaksamu ikut mati bersamaku" kata Ivy, wajahnya tertunduk murung.

Nero tersenyum sangat manis, bahkan senyum itu semakin terlihat mengembang kala menampakkan rentetan giginya yang putih, Nero lekas meraih dagu wanitanya agar mendongak dan menatapnya.

"Kenapa kau sekarang lebih sensitif?" Ivy masih tetap memasang wajah murungnya, padahal Nero terkekeh saking gemasnya.

"Kau menyebalkan" Ivy terlihat cemberut, Nero semakin terkekeh tuk kemudian memeluknya erat-erat.

"Hei, jangan marah! Menggemaskan" Nero mencubit kecil rona merah Ivy disertai tawa, padahal dirinya lebih menggemaskan ketika tertawa, garis di ekor matanya sampai berkerut membentuk garis vertikal.

Ting

"Ayah?" Kata Nero

"Ayah?" Ivy mengulangi perkataan Nero.

"Datang dan temui ayah sekarang!"

"Kenapa kau membuang ponselmu?!" Bola mata Ivy membulat sempurna, ia terkejut melihat Nero yang tiba-tiba melempar ponselnya ke laut.

"Mereka bisa melacak keberadaan kita melalui ponsel itu! Kenapa Ayahku bisa mengirim pesan ke nomer ini?" Nero mengernyitkan keningnya berpikir.

Setelah terakhir kali Ronan menghubungi dan memberitahu jika dia sedang menjadi buronan, Nero lekas membuang nomer ponselnya dan mengganti dengan nomor yang baru.

Akan sangat mencurigakan jika isi pesan tersebut menyatakan jika pengirim pesan adalah sang Ayah yang minta ditemui, tak ingin mengambil resiko. Maka Nero lebih berkorban membuang ponselnya daripada harus terjebak dengan pengalihan yang sengaja dibuat oleh seseorang yang tidak dikenal.

UNHOLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang