"Kalian berkencan?" Terka Jeremy.
"Hmmm, begitulah.." kata Edgar, kenapa ia terlihat seperti anak sekolah yang sedang jatuh cinta pada pandangan pertama, lucu tapi menjijikkan.
"Apa aku harus terkejut?" Kata Jeremy, satu tangannya ia gunakan untuk menopang kepalanya yang mungkin terlalu berat memikirkan banyak hal.
Sebenarnya ia malas menanggapinya, namun mengingat Edgar adalah kakak dari pujaan hatinya, rasanya tidak sopan jika mengabaikan perasaannya yang sedang berbahagia.
"Tidak usah berlebihan, kami bukan lagi bocah" ketus Sidh.
"Ngomong-ngomong, kau tahu siapa pelakunya?" Sambung Sidh yang penasaran, Jeremy mengangguk lamat-lamat menanggapi pertanyaan Sidh.
"Siapa orangnya?" Sidh semakin penasaran.
"Kau juga tahu orangnya" kata Jeremy, spontan Sidh mengernyitkan keningnya berpikir.
"Semalam, kau tidak ikut ke club itu?" Tanya Jeremy, yang ditanya menggelengkan kepalanya.
"Oh iya..aku lupa, kalian sudah sibuk berkencan sekarang" ujar Jeremy, ia yang bertanya, ia juga yang menjawab pertanyaannya sendiri.
"Sudahlah, biar aku yang urus semuanya. Aku harus pergi" kata Jeremy, ia menatap arloji mahalnya lalu bergegas bangkit dari tempat duduknya dan pergi.
"Jeremy.." panggil Sidh. Yang dipanggil menahan langkahnya dan menoleh kebelakang.
"Seharusnya, yang telah memilih untuk meninggalkan, tak berhak lagi untuk kembali dengan alasan apapun. Karena luka selepas ditinggalkannya, memerlukan banyak rasa sakit untuk menyembuhkannya" kata Sidh, di hadapannya Jeremy nampak tersenyum miring menatapnya.
"Ini tentang aku yang berusaha menerima kenyataan, bukan perihal aku yang melulu harus berlaku dengan sebuah kebodohan" kata Jeremy.
"Jadi, jangan ajari aku untuk mengerti tentang rasa sakit itu" imbuh Jeremy lalu pergi begitu saja, diikuti kedua asistennya dari belakang.
Seperginya Jeremy, seketika Sidh menoleh pada Edgar dengan tatapan matanya yang tajam. Ada intimidasi yang ingin disampaikan Sidh lewat tatapannya yang tajam dan ekspresi datarnya.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" Edgar merasa tidak nyaman melihat perubahan Sidh.
"Tidak apa, aku hanya tidak bisa melihat perbedaan antara kau dan Jeremy" Ujar Sidh melugaskan.
"Hei, tunggu, tunggu" Edgar merangkul pinggang Sidh yang berniat ingin pergi meninggalkannya.
"Kenapa kau bicara seperti itu?" Sidh menahan dada Edgar dengan tangannya agar tidak semakin mendekatinya.
"Sudahlah, lebih baik aku pergi. Selamanya akan menjadi percuma, jika kau tetap bersikeras pada pendirian mu" Sidh terus mendorong Edgar, namun Edgar justru semakin erat merangkul pinggang Sidh.
"Hei, kenapa jadi begini? Ayo, kita bicara!"
"Tidak!"
"Kita perlu bicara"
"Aku bilang tidak!"
Edgar yang gemas, akhirnya menggendong Sidh tuk kemudian dibawanya ke kamar. Tak peduli meski Sidh terus memukuli punggungnya, yang dipukuli justru senang. Terlihat Edgar terus terkekeh dengan pemberontakan yang dilakukan Sidh.
Tanpa mereka sadari, Ny. Brennan di sudut ruangan tengah menahan tangis memandangi mereka yang sudah menghilang dari balik pintu kamar.
Bukan melarang tindakan Edgar pada Sidh, namun ia memperhatikan bagaimana peliknya interaksi antara Edgar dan Jeremy sebelumnya. Ia juga menginginkan hal yang sama, namun jika membuatnya harus kehilangan salah satu darah dagingnya, apa itu adil namanya?

KAMU SEDANG MEMBACA
UNHOLY
Romance⚠️ WARNING ⚠️ 📌TERDAPAT BANYAK AKTIVITAS 21+ & KATA-KATA KASAR(dirty talk) 📌MENGANDUNG UNSUR TRAUMATIS, TIDAK UNTUK DI TIRU! 📌PENEMPATAN KARAKTER HANYA SEBATAS PERAN, TIDAK MENGAMBIL INFO ATAU FAKTA DARI PIHAK TERKAIT. 📌 BIJAKLAH DALAM MEMBACA...