Chapter 7 : "Please, take me away!"

188 8 2
                                    

"Siapa yang kau hubungi?" Tanyanya, Ivy mendongak ke kanan menatap Jeremy yang nampak sibuk dengan ponselnya.

"Rekanku" jawabnya singkat.

"Aku ingin kembali ke kamarku, sepertinya kau sibuk" kata Ivy.

Jeremy melirik kearah Ivy yang berniat menjalankan kursi rodanya, kedua tangannya hampir memutar roda agar berjalan tanpa perlu bantuan siapapun, Jeremy yang menyadari perubahan sikap wanitanya lantas memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya dengan sangat buru-buru.

"Wait! Wait!" Cegahnya, Jeremy sedikit membungkuk seraya menahan sandaran tangan agar kursi roda berhenti.

"Maafkan aku, bukan begitu..oke, oke! Kita kembali ke kamar" kata Jeremy yang akhirnya memutar dan berdiri di belakang kursi roda kemudian mendorongnya pelan-pelan.

"Ngomong-ngomong, siapa Kakek yang kau ajak bicara tadi?" Tanya Jeremy yang bermaksud memecah keheningan.

"Aku tidak mengenalnya" sahut Ivy sedikit ketus.

"Ahh...kau terlihat akrab dengannya" guraunya.

Ivy masih malas menanggapinya, wajahnya datar menatap lurus ke depan. Tak ada obrolan yang berniat di perpanjang, padahal jalan menuju kamar Ivy membutuhkan waktu cukup lama.

Sesampainya di kamar VIP nya, Jeremy dengan sangat telaten membantu Ivy untuk naik ke atas ranjang, setelah memapahnya turun dari kursi roda. Tidak perlu dibantu pun Ivy sebenarnya bisa berjalan normal, Jeremy nya saja yang berlebihan.

Tak lama Edgar muncul bersama kedua orang tuanya, pria bertubuh tinggi besar itu tak lantas membuat suasana begitu memilukan, wajah tanpa ekspresi itu hanya diam menatap tajam adik perempuannya, yang kini tengah berbaring di ranjang sambil memalingkan wajah.

"Besok, kau bisa pulang" kata Edgar.

"Sayang, besok kau bisa pulang" kata Ny. Brennan membenarkan ucapan putra sulungnya.

"Ivy, kau dengar Ibu?" Katanya lagi, sementara Ivy masih tidak bergeming.

"Sudah-sudah, jangan ganggu dia" sela sang Ayah.

Sang Ayah yang geram, lantas merangkul pundak Istrinya tuk kemudian menuntunnya keluar dari ruangan dan diikuti Jeremy, maka tinggalah Edgar dan Ivy di kamar ini.

Tanpa ragu, Edgar berjalan memutari ranjang dan duduk tepat di hadapan Ivy, kontak mata itu saling bertabrakan. Ivy tidak bisa berkutik, jika ia memalingkan wajahnya lagi, Ivy tidak yakin jika Edgar tidak akan melayangkan tamparannya.

Tangan Edgar mengulur ke udara, Ivy refleks melindungi wajahnya dengan menutupinya menggunakan kedua telapak tangannya. Tapi ternyata, Edgar hanya ingin membelai rambut Ivy yang memang hampir menutupi matanya.

"Kenapa? Aku hanya ingin menyingkirkan anak rambut ini, seharusnya kau memotong rambutmu" kata Edgar.

"Biarkan saja seperti ini" kata Ivy pelan.

"Aku sudah memberi pelajaran brandalan itu" celetuknya, padahal tangannya masih sibuk membelai rambut Ivy dengan sangat telaten.

"Aku rasa, dia tidak memiliki keberanian untuk mendekatimu lagi" sambung Edgar.

"Memangnya apa yang kau lakukan padanya?"

"Memberi sedikit pelajaran, kau beruntung! Jeremy tidak ikut melakukan apapun padanya"

"Apa maksudmu?" Tanya Ivy penasaran "Apa Jeremy tahu soal Nero?"

"Menurutmu? Aku rasa, kau lebih tahu seperti apa Jeremy"

"Katakan saja! Apa Jeremy tahu, jika aku datang menemui Nero?" Tanyanya lagi, Edgar hanya menggedikkan bahunya seraya menarik 2 sudut garis datar dibibirnya.

UNHOLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang