Chapter 14 : "Is there no love here"

132 10 21
                                    

"Kenapa begitu?" Tanya Nero masih tidak bisa menahan penasarannya, kenapa Ivy tiba-tiba berubah.

"Ya, karena memang aku harus menikah dengannya! Jeremy calon suamiku" kata Ivy melugaskan.

"Lalu bagaimana denganku?" Kata Nero.

Ivy bungkam, dirinya sendiri pun kebingungan. Nero? Bagaimana bisa dia masuk ke dalam pikirannya? Nero sudah seperti tempat pelampiasan hasrat terpendamnya, pelampiasan imajinasinya. Dimana selama ini memang tidak pernah didapatkan Ivy dari Jeremy.

"Oke! Aku pergi! Aku tidak akan lagi menemuimu!" Nero bergegas turun dari ranjang dan pergi begitu saja.

********

"NERO!" Ivy berteriak.

Pandangannya mengedar mencari apapun yang bisa diingatnya semalaman, tidak ada siapa-siapa di kamar ini, kecuali hanya Ivy dan bayangannya. Ivy mencoba mengatur nafasnya, menetralkan nya, tuk kemudian bersikap setenang mungkin karena habis bermimpi buruk.

CEKLEK....

"Ah...sudah bangun rupanya" kata Jeremy yang baru saja masuk kamar dan menyambutnya.

Ahh..rupanya Ivy masih di kamar Jeremy, ia pikir pertemuannya semalam dengan Nero adalah nyata, Ivy sampai khawatir jika benar Nero pergi meninggalkannya, bagaimana caranya Ivy bisa pergi dari rumah ini, jika Jeremy saja terus menahannya di kamar.

Ivy butuh Nero, Ivy butuh pertolongan yang bisa mengeluarkannya dari sekapan kekasih gilanya, tapi bagaimana caranya? Untuk sementara waktu, Ivy masih tidak bisa berpikir. Tubuhnya masih dirasa payah, Ivy hanya bisa duduk dan berbaring jika lelah.

"Ini sarapanmu" Jeremy membawakan nampan berisi sarapan lengkap.

Nampan itu di letakkan di atas nakas. Jeremy lantas duduk di sisi ranjang sembari membantu Ivy agar duduk di badan ranjang dengan sandaran beberapa bantal yang ditata sesuai posisi duduknya.

"Buka kakimu! Aku harus memakaikan salepnya" Jeremy menurunkan selimut yang menutupi bagian perut Ivy.

"Tidak perlu, biar aku saja"

"Aku bisa melakukannya sendiri" kata Ivy menolaknya dengan halus.

"Buka kakimu!" Hanya itu yang dikatakan Jeremy, namun mampu membuat Ivy bergidik ngeri. Dan pada akhirnya Ivy pun menurut.

Dengan ragu, Ivy membuka kakinya perlahan-lahan. Merentangkannya sembari menurunkan celana dalamnya sampai ke tumit. Jeremy sedikit membungkukkan badannya, kepalanya mencondong ke dalam, sementara kedua tangannya bertumpu pada lutut Ivy.

Memberi sedikit tekanan pada tumpuan tangannya, untuk mempermudahnya memeriksa dan memastikan jika luka robekan di kemaluan Ivy tidak mengalami iritasi. Barulah dengan ketelatenan nya, Jeremy mengoleskap salep tersebut dengan sangat hati-hati.

"Akkhh..." Ivy meringis menahan rasa perih dan dinginnya salep ketika bersentuhan dengan kulit di dinding vaginanya.

"Tidak apa, sebentar lagi lukanya kering" kata Jeremy.

"Honey..." Kata Ivy berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Hmmm"

"Bolehkah aku istirahat di rumahku saja?" Tanyanya ragu.

"Kita bicarakan nanti, hari ini aku akan sibuk di ruang kerjaku, mungkin siang nanti kita bisa bicara lagi" terang Jeremy.

"Oh..oke" jawab Ivy lirih.

Setelah selesai dengan salepnya, Jeremy lekas melepas celana dalam Ivy lalu memakaikannya lagi. Kedua kaki Ivy kembali diluruskan perlahan-lahan, barulah selimut itu kembali ditarik agar menutupi tubuh Ivy hingga sebatas dada.

UNHOLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang