Chapter 27 : "What does depression feel like?"

69 8 1
                                    

"Tapi, kau seperti tidak menerima?" Kata Jeremy.

"Menikmati proses meredam amarah, tidaklah mudah!" Jawab Ivy.

"Aku butuh menata hatiku agar tidak semakin dongkol" kata Ivy.

"Artinya, kau memang perlu menikmatinya! Luapkan amarahmu saat bercinta, aku suka itu" kata Jeremy.

"Lebih baik kau tutup mulutmu, aku akan melayanimu seperti apa yang kau mau" Ivy terlalu datar dengan pernyataannya, tidak ada ekspresi apapun yang ditampakkan di irasnya yang cantik. Seakan-akan, apa yang dilakukan hanya sebuah paksaan.

Jeremy tersenyum penuh kemenangan, ia menerima sentuhan itu dengan penuh perasaan bahagia. Ivy mulai menitikkan air matanya, apa yang dilakukan begitu membuatnya tersiksa. Sungguh! Ini berat baginya, sentuhan yang ia berikan seakan mengingatkannya pada Nero.

Ya, Nero terus terbayang di benaknya. Sedang apa dia sekarang? Ia begitu merindukan Nero, andai semua orang tahu jika begitu tersiksanya meninggalkan Nero, ia tentu tak ingin mengambil keputusan untuk mengakhirinya. Ivy begitu mencintai Nero, begitupun sebaliknya.

Ingin ia tak melakukan hal sebodoh ini pada Jeremy, tapi bagaimana? Bagaimana Ivy memberontak tanpa harus membuat semua orang tersakiti? Ivy hanya punya 2 pilihan, terjun ke laut lepas dan dalam atau terjun ke sungai yang dangkal, namun banyak ikan-ikan buas di dalamnya.

Air mata itu terus mengaliri pipinya yang sudah lembab, Ivy memejamkan matanya ketika tangannya bergerak membuka resleting celana Jeremy dan mengeluarkan kejantanan yang ternyata sudah lebih dulu tegak.

Ia menghela nafas sejenak, sebelum mulutnya bekerja menghabisi batang yang menegang itu. Jeremy tahu jika Ivy menangis dibawah sana, namun ia lebih memilih mendiamkan dan membiarkan Ivy memberikan pelayanan yang bisa memuaskannya.

Jeremy mengusap-usap telaten punggung Ivy seiring kejantanannya terus dimanjakan, sesekali Jeremy tampak mendongakkan kepalanya sambil terus mendesis nikmat.

"Ooohh...you drive me crazy, honey" desah Jeremy.

Ivy terus menaik turunkan kepalanya, mengulum habis kejantanan yang hampir membuatnya ingin muntah karena menyentuh ujung tenggorokannya. Ia terpaksa harus membuka matanya, gambaran Nero semakin jelas ketika matanya tertutup.

Ivy hanya takut, hatinya akan semakin sakit jika terus mengingatnya. Tak lama, tangan Jeremy mengulur, menyentuh dagu Ivy dan menaikkan sedikit wajahnya. Ivy sampai harus menyudahi hisapannya, Jeremy tersenyum disana.

"Kenapa kau terus menangis?" Tanya Jeremy.

"Jika kau tidak bisa melayaniku, biar aku yang melayanimu" imbuh Jeremy.

"Aku...aku tidak bisa" kata Ivy.

"Berbaringlah, biarkan aku bermain diatasmu"

"Maaf, aku tidak bisa sekarang"

"Aku juga tidak bisa tiba-tiba mengakhiri, sementara milikku belum klimaks" tutur Jeremy.

Ivy sudah merasa payah, sudah kepalang merancah. Jeremy tetap tidak menerima penolakan dalam bentuk kalimat apapun, mencoba berpura-pura menikmati pun sungguh akan semakin menyiksanya. Ivy butuh pertolongan, siapapun! Adakah yang bisa datang dan menolong tanpa dirinya harus berteriak?

Pada akhirnya, Jeremy pun menggagahi Ivy dengan kebrutalannya. Ivy terus menangis, menyesali pergumulan yang hampir membuatnya mati. Dadanya terasa sesak, bahkan menyesakkan. Jeremy sampai tidak memberikan jeda untuk Ivy menghirup kebebasannya. Mungkin, Ivy akan benar-benar mati. Seperti yang sudah diinginkannya.

********

1 week later...

6.30 PM

UNHOLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang