05. "Tidak mau menambah luka," katanya

168 56 130
                                    

Vote dulu sebelum membaca! 💥
Jangan lupa follow _Hazeell

🩶HAPPY READING🩶

Syleene berjalan menunduk, kedua tangannya menjinjing kantong plastik pesanannya tadi. Ia mempercepat langkah kakinya karena tidak nyaman dengan tatapan-tatapan aneh. Ini semua karena Deigo yang mengomporinya, padahal di antara Askara dan Syleene tidak ada hubungan apa-apa.

Langkah kakinya menuju taman sekolah yang berada di lantai paling bawah. Kini, hati Syleene bergemuruh marah, ia pikir penindasannya akan berakhir sampai masa SMP, tetapi nasib sial menghampirinya. Di sekolah ini, ia bertemu kakak kelasnya sewaktu SMP, dulu mereka memiliki masalah yang entah dari mana titik salahnya.

Tiga wanita yang ditakuti banyak orang, terkenal sering membuly, namun semua guru masih saja mempertahankannya sampai sekarang. Mungkin, salah satu orang tua mereka adalah orang penting?

"Lama banget beli segini doang!" cecarnya seraya merampas makanannya kasar.

"Maaf, di kantinnya penuh banget," jawab Syleene.

"Alah alesan aja! Udah sana pergi. Muka lo gak enak diliat," usirnya dengan tatapan penuh kekesalan.

Syleene membalikkan badannya, langkah kakinya mulai tergerak meninggalkan ketiga perempuan yang tidak mempunyai akhlak.

"Eh peringatan buat lo, inget ya, kalo kita suruh apapun lo harus mau, terus jangan berani ngadu sama siapapun, nenek lo udah mati, gak akan ada lagi yang peduli." ancamnya diakhiri dengan ketawa jahat.

Syleene diam sejenak mendengarkan ucapannya, lalu melanjutkan perjalanannya tanpa menoleh sedikitpun kepada 3 perempuan itu, ia seolah-olah tidak mendengar apapun.

"Apalagi nyokap lo yang gila," hinanya tanpa takut.

Mendengar ucapan itu, rahang Syleene mengeras kesal, jemari lentiknya bergerak mengepal, berharap emosinya tidak meledak saat itu juga. Namun, dia membalikkan badannya menatap wanita ber-nametag Kiara Angeline. "Kamu gak berhak mengklaim mama saya seperti itu!" ucap Syleene seraya menunjuk tepat di depan wajahnya.

Emosi Kiara terpancing saat itu juga, ia berdiri menghampiri Syleene. "Heh berani banget lo nunjuk-nunjuk muka gue ya!" Tangan kasarnya itu mencekal bahu Syleene kuat sampai membuatnya mengeluh sakit. Luka nya belum sembuh, bahkan tidak pernah sembuh, karena setiap hari Syleene terus mendapat luka.

"Tau tuh lo masih kelas sepuluh jangan songong ya!" Anira, salah satu teman Kiara menyahut seraya mendorong Syleene sekali lagi.

Syleene meringis sakit, luka di bahu nya kembali basah. Ia buru-buru pergi dari sana menuju UKS sebelum darah mengotori seragam putihnya, blazer yang ia pakai tadi tertinggal di kelasnya. Syleene adalah luka, siapapun tidak boleh memperlakukannya dengan kasar, namun sayangnya setiap hari dia di perlakukan dengan kasar.

"Cih, gitu doang sakit!" ledek Kiara yang melihat Syleene pergi begitu saja.

Di sisi lain, ada seseorang yang memperhatikan mereka, ia mengepalkan kedua tangannya erat, nafasnya naik turun menahan kesal, kemudian ia meninju tembok di sebelahnya kuat, berharap hal itu bisa meredakan emosinya. Penindasan adalah hal yang paling ia benci, karena memang seharusnya hal itu tidak terjadi, benar bukan? "Lo, berurusan sama gue Kiara!" ucap laki-laki itu.

Moon Without Light [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang