"Maaf sebelumnya, saya ingin meminta izin kepada kamu, Dillan, untuk mengizinkan Syleene berhenti bekerja." Antonio kini sudah duduk di ruangan Dillan, ia berhadapan langsung dengan Dillan, ditemani Syleene di sampingnya.
Gadis itu menunduk dengan jemari yang terus memainkan ujung kemejanya, ia merasa tidak enak kepada Dillan. "Maaf Kak, jika ini terlalu mendadak."
Dillan mengangguk dengan senyuman khas-nya. "Jika boleh tau, kenapa?" Tatapannya melihat Syleene sekilas, lalu menatap Antonio sampai pria itu menjawab.
"Saya ingin Syleene fokus belajar saja," jawab Antonio.
Dillan menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa yang empuk. "Jika itu sudah menjadi keputusan kalian berdua, saya tidak bisa memaksa."
"Sebelumnya, terimakasih karena sudah memberi kesempatan buat aku kerja di sini, makasih buat semua ilmu dan pengalamannya," ucap Syleene.
Dillan meloloskan senyuman yang menawan. "Terimakasih juga sudah bekerja sama dengan saya, saya harap–"
"LO YANG MULAI!"
"GUE TANYA, LO TADI NGAPAIN HAH?"
"GUE GAK NGAPA-NGAPAIN!"
"GUE UDAH PUNYA BUKTI YA SIALAN."
"WOI UDAH! JANGAN RIBUT DI SINI MALU ATUH!" Deigo mencoba melerai keduanya.
Syleene, Antonio dan Dillan diam sejenak, mereka bertiga mendengarkan suara riuh yang mengganggu dari luar.
"Sebentar, saya lihat dulu, takutnya ada keributan dari pengunjung." Dillan beranjak dari tempat duduknya, ia menuju luar ruangan.
"Eh ini ada apa?" tanya Dillan kaget ketika melihat penampilan Askara yang berantakan, di sana juga ada Deigo, Jaziel, Habibie dan Kenneth.
"Maaf ya A," ucap Jaziel yang merasa tidak enak.
"Apa mau lo?!" sentak Askara tanpa memedulikan Dillan yang bertanya.
Laki-laki yang berhadapan langsung dengan Askara menyeringai dengan tatapan tajam. "Mau lo, mati."
Askara mendorong kuat, sampai lawan bicaranya menubruk tembok kafe itu. "Apa masalahnya?"
"Cih, lo gak sadar, udah buat hidup gue makin sepi."
Askara terus menatap lawan bicaranya, rasa tidak percaya menguar dalam dirinya. "Bilang yang jelas! Sepi kenapa hah?"
"Ka Aska," panggil Syleene yang tiba-tiba menghampiri.
Antonio berjalan di belakang Syleene dengan gagah. "Habibie." Suaranya terdengar jelas da tegas.
Askara menatap Antonio dengan kedua alis yang sudah menaut. "Om, kenal dia?"
Antonio mengangguk seraya terkekeh. "Ya, anak angkat dari Damian."
"Damian?" imbuh Askara.
Sedangkan Habibie diam membeku, dia menatap kosong ke arah Antonio.
"Rupanya kamu belum tau ya Askara, Habibie adalah anak dari Damian, Damian yang membuat ayah serta adik kamu meninggal," ucap Antonio menjelaskan.
Tatapan Syleene berpindah dari Antonio ke Askara, ia merasa bingung dengan keadaan tiba-tiba.
Sedangkan mata Askara terbelalak, ia diam sejenak untuk mencerna. "Kenapa gak pernah cerita Bi?"
Habibie membalas tatapan Askara datar. "Buat apa gue cerita?"
Askara menunduk, ia menahan emosinya mati-matian. "Gue gak nyangka, setalah bokap lo ambil 2 nyawa keluarga gue, lo mau buat Syleene celaka?"
"Maksud lo?" tanya Habibie berpura-pura tidak mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moon Without Light [TERBIT]
Teen FictionKematian dan kisah cinta yang tersimpan selama 16 tahun menjadi latar belakang cerita ini. Melanjutkan hidup dalam semangat ucapan mayat adalah caranya untuk tetap bertahan. Pertemuan pertamanya di tempat yang nyeleneh membuat Askara Rakesh Abivad...