14. Teka-teki Misteri

72 11 2
                                    

.

🩶HAPPY READING🩶

.

Kicauan burung terdengar seperti alunan yang memanjakan di tengah rumitnya kehidupan. Bunga yang bermekaran terlihat oleh sorot mata yang tajam bak elang. Di taman sekolah, dengan naungan mentari pagi, Askara diam membeku, memikirkan banyaknya pertanyaan yang sulit ia pahami. Sendiri.

"ASKA!" panggil Deigo membuat Askara berdecak malas.

"Ngapain?" tanya Askara yang melihat ke-4 temannya menghampiri.

Deigo, Kenneth, Jaziel dan Habibie berjalan ke arah Askara dengan langkah yang santai namun rakus.

"Lo lagi ngapain di sini, kaya orang sakit hati aja ngelamun sendiri," celetuk Kenneth.

"Iya tuh, maneh dari kemaren diem mulu," sambung Deigo.

"Kalo ada masalah cerita sama kita," lanjut Jaziel.

Askara yang duduk di kursi taman itu berdiri, sorot netranya terangkat memperhatikan pohon mangga yang berada di sana. "Lagi merhatiin pohon mangga," kilahnya.

"Pohon mangga lo perhatiin, giliran kesehatan diri sendiri lo abaikan," celetuk Jaziel yang duduk di kursi.

Askara menatap Jaziel sekilas. "Lagi mikir, gimana caranya gue dapet mangga yang paling atas."

"Gue kira lagi ngitung percepatan daun yang jatuh," ucap Kenneth.

"Ya usaha atuh," sambar Deigo menjawab pertanyaan Askara.

Askara menatap Kenneth malas. "Gue gak serajin itu buat ngitung percepatan daun jatuh." Kini tatapan Askara beralih pada Deigo. "Masalahnya, gak ada gaya gravitasi bumi." Askara menjawab, dalam kata yang ia ucapnya terselip makna yang sedang ia rasakan.

"Usaha, bukan nunggu," jawab Habibie yang sedari tadi diam menahan kata.

Askara mengacak rambutnya kasar, di pagi hari seperti ini dia sudah merasa pusing dengan keadaan. "Kalo udah usaha, tapi tetap menolak gravitasi, lo mau apa?" tanya Askara melihat Habibie datar.

Habibie menatap indahnya lagit pagi itu, pahatan wajahnya yang menawan di sejukkan oleh hembusan angin lembut, ia memasukkan tangannya ke dalam saku celana yang di pakai. "Udah coba semua usahanya?"

Askara menggeleng pelan, ia benar-benar terlihat bodoh hari ini. "Usaha apa yang harus gue lakukan?"

"Bukan hanya gravitasi ... lo tau gaya tarikan? Gaya dorongan? Gaya pegas? Gaya otot? Tapi, yang paling penting adalah otak." Habibie menyilangkan kedua tangan di dada. "Lo juga pasti tau, untuk mencapai angka sepuluh gak harus satu dengan sembilan. Cih, gue pikir, pemikiran lo luas," ucap Habibie di akhiri dengan tawa meremehkan.

"Tumben lo ngomongnya panjang Bi," celetuk Deigo di tengah-tengah kecanggungan. "Kenapa gak lo manjat aja? Tuh di deket gudang ada tangga lipat." usul Deigo kepada Askara yang tidak bisa disalahkan tetapi tidak bisa dibenarkan.

"Diem lo, ini bukan ngomongin mangga," tegur Jaziel menutup mulut Deigo.

"Bentar-bentar, tadi kan katanya mau mangga, kenapa jadi bahas gravitasi? Lo yang gak paham El," sungut Deigo menghempaskan tangan Jaziel. "Atau lagi neliti buat lomba?" lanjut Deigo menatap Askara.

"HAH! Gue lupa hari ini harus latihan." Askara pergi dengan langkah terburu-buru meninggalkan ke-4 temannya.

"Jangan terlalu di forsir," ucap Jaziel memberi peringatan.

Moon Without Light [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang