CHAPTER 2-Malu

28 2 0
                                    

“Peduli amat lo?”, jawab Meyyi ketus.

“Kalo lo sakit, nanti lo dirawat, terus lo koma, terus meninggal, terus yang bales perasaan gue siapa?”.

“Emang siapa yang mau bales perasaan lo? Pede”.

“Liatin aja kemakan omongan sendiri”.

“Ga akan pernah and jangan harap deh”.

“Kalo iya?”.

“Apaan sih maksa amat”.

Meyyi memutar bola matanya malas. Beranjak dari tempatnya berdiri tadi, mencoba menerobos hujan. Nihilnya, air hujan benar-benar membuat kemeja Meyyi basah kuyup. Untungnya disekitar ada tempat untuk berteduh lagi. Mencoba mengeringkan baju bukan hal yang mudah saat seperti ini.

“Nih, pake.”

Meyyi melihat tangan besar mengulurkan jaket hitam. Melihat wajah yang memberikan jaket hitam itu membuatnya malas memungutnya. Meyyi hanya terdiam memperhatikan Iki yang terus mencoba memberikannya jaket hitam itu.

Karena melihat tidak ada pergerakan sedikitpun. Iki mendekati Meyyi  dan memakaikan jaket hitam itu di tubuhnya.

“Gengsi banget jadi cewe”.

Mungkin jika teman-teman nya melihat, mereka sudah mengejeknya dan bilang bahwa Meyyi mulai suka pada Iki. Padahal sama sekali tidak. Hanya wajah Meyyi yang sedikit bersemu.

***

“Ini juga udah gue coba telpon tapi anaknya ga angkat, gue takut ni bocah kagak tau jalan balik dah”, ketus Maya kesal karena ia menelpon Meyyi sejak tadi. Namun tak kunjung mendapatkan jawaban.

“Tik Tik Tik bunyi hujan diatas genting... Airnya turun tida..”.

“Heh bego! Temen lo belum balik lo malah nyanyi”.

“HEH MAYATT!! LAGIAN YA SI MEYYI TEH UDAH GEDE ANJIR, LO MAH KAYAK SI MEYYI NYA MASIH KECIL WAE”.

“Gausah ngegas Revotttt”.

“Ya meni ngeselin da”.

“Diem deh lo biar tenang hidup gue”.

“Heh kalo mau tenang mah meninggal we atuh”.

“Mony...”.

Ceklek...

“Nah balik kan budakna mah”, imbuh Reva.

Maya yang kesal menghentakkan kakinya lalu duduk di sofa sebelum melontarkan pertanyaan pada Meyyi, “Dari mana aja lo dongo?”.

Meyyi dengan polosnya memberikan cengiran kuda selepas mendengar pertanyaan Maya. “Neduh. Kan hujan sayangku cintaku”.

“Najis”.

***

“Nilai kamu gimana? ga turun kan?....”

“Engga pah..”

“Good..”

Sambungan terputus. Meyyi menghela nafas pelan. Lelah dengan semua aturan yang diberikan ayah-nya. Ayah-nya selalu menyuruh Meyyi untuk terus menaikkan nilai di setiap semester. Padahal ini baru semester satu. Memang sih, ujian semester minggu depan.

Teman-temannya berbaring di hadapan televisi. Mereka bermain truth or dare sambil bermain spin di handphone. Mereka menyuruh Meyyi untuk bergabung dalam permainan tapi ia menolak. Meyyi menuju meja belajar dan mencoba untuk membuka buku mata pelajaran besok.

Disekolah, pagi ini tubuh Meyyi  terasa lemas. Ia masih mencoba mengikuti mata pelajaran pertama. Reva yang sedari tadi memperhatikannya, merasa hari ini wajah Meyyi cukup pucat. “Ai kamu teh kenapa?”.

01.03Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang