“Biar sekolah ini jadi saksi kalo gue bener-bener sayang sama lo”, Danendra Faiki.
***
Cuaca hari ini terbilang cerah, tapi awan-awan putih yang cantik itu terus berusaha menutupi matahari yang menyoroti panas. Hingga membuat suasana menjadi sejuk. Hari ini pula, Tasya sibuk mengerjakan soal matematika pada ujian sekolahnya.
“Ishh rese banget sih nih soal matematika, mau nya gue melulu yang kerjain, manja”, ujarnya sambil terus mengotret hitungannya takut bila salah.
Sekilas Tasya melirik ke arah teman-teman yang satu ruangan dengannya. Berharap ada yang kesulitan mengerjakan matematika ini. Nihilnya, semua orang terlihat santai. Ia menyolek teman di sampingnya. “Dina, udah selesai? Kayaknya gampang banget?”. Yang di ketahui bernama Dina itu menoleh lantas berkata, “ini kalo kamu baca lagi juga sebenernya gampang tau syaa”.
Lain halnya dengan Tasya. Meyyi mati-matian mengerjakan soal matematika yang jelas sangat ia benci. Entah sejak kapan ia tidak menyukai pelajaran ini. Meyyi berusaha semaksimal mungkin untuk terus mengerjakan ujian. Hingga akhirnya ia menyelesaikannya lalu dengan segera mengumpulkan ujian terakhirnya. Tepat sekali, hari ini adalah hari terakhir ujian di laksanakan. Ujian matematika tadi adalah mata pelajaran terakhir yang di kerjakan olehnya.
Meyyi membereskan alat tulisnya lalu dengan segera mencari Maya. Ia memiliki janji dengannya. Jangan tanya dimana Reva? Tentu ia sedang berpacaran dengan Dede, pacarnya.
“Meyyi...” panggil seseorang yang di kenali adalah Maya. Ia celingak-celinguk mencari keberadaan Maya. Padahal Maya sudah ada dibelakangnya. “Woi, gue di belakang lo kali”. Meyyi menoleh lantas menyeringai seperti kuda.
Dengan langkah yang terburu-buru, Maya dan Meyyi mengunjungi warung teh Iroh yang ada di belakang sekolah. Sudah terasa kesunyian melanda warung teh Iroh. Inilah gambaran ketika sekolah di liburkan, atau hanya sekedar hari libur. Tapi kali ini akan terasa berbeda bagi teh Iroh yang tentu akan kehilangan kebersamaannya dengan anak kelas tiga yang beberapa bulan lagi akan lulus. Seharusnya mereka lulus satu Minggu lagi, tetapi sekolah belum mendapatkan dana untuk mengadakan wisuda kelulusan. Jadi mereka mengundurnya beberapa bulan lagi.
Maya menarik lengan Meyyi menuju satu meja yang sudah terdapat dua orang lelaki yang duduk disana. Alvi dan Iki. “Sini duduk”, pinta Alvi pada kekasihnya. Duduk saling berhadapan dengan Iki membuat Meyyi malas berbicara. Pasalnya, ini adalah satu Minggu sebelum Meyyi pulang ke rumahnya dan tidak akan kembali sebelum hari kelulusan. Iki menatap wajah Meyyi sendu, menarik tangannya dalam genggaman.
“Jadi? Kamu mau lanjut kemana?”, tanya Iki lembut. Meyyi menatap wajah Iki yang menatap dengan tatapan teduh. “Kayaknya di SMA Brawijaya deh, papa aku nyuruh untuk lanjut disana”, balas Meyyi.
“It’s okey enggak apa apa. Aku beneran lanjut disini juga. Permintaan nenek aku kayak gitu. Kamu terbebani gak?”, tanya Iki sambil mengelus pelan rambut Meyyi yang lembut.
“Itu keputusan nenek kamu, masa iya aku mohon ke nenek kamu untuk minta masukin kamu ke sekolah yang aku mau. Kan enggak mungkin. Lagian aku juga terima kalo kamu memang harus nepatin apa yang nenek kamu mau”, Meyyi tersenyum manis sambil menatap teduh ke arah Iki yang juga menatapnya.
“Hmm. Kalo kamu bener ga akan balik lagi kesini.. jangan lupain aku ya?”, samar-samar Meyyi melihat mata Iki mulai berkaca-kaca. Namun dengan sigap, Iki mengusapnya.
“Kamu tuh, kamu pikir aku mau pergi jauh terus kita ga komunikasi lagi? Lagian aku ke sana minggu depan lohh. Kita bisa main satu minggu full”.
“Aku cuma takut kamu berpaling kalo nanti kamu sekolah di sekolah yang kamu mau”.
“Aku juga berpikir gitu..”
Sampai sore hari, Meyyi dan Iki terus berbincang-bincang tanpa bosan. Iki mengantar Meyyi pulang sampai di depan rumahnya. Lalu sebelum ia melajukan motornya untuk pergi. Iki menatap Meyyi. “Nanti kalo kamu udah pulang, siapa yang antar jemput kamu? Hahaha”, tawa ringan Iki menelisik pendengaran Meyyi. Ia tersenyum manis lalu tertawa ringan. Iki melajukan motornya meninggalkan Meyyi disana. Menyisakan suara desir angin yang terus berhembus.
***
Dua hari sejak ujian selesai. Meyyi terus menerus menolak ajakan Iki untuk pergi keluar. Bukan karena apa-apa, tapi Meyyi saat ini sedang demam. Hanya Maya dan Reva yang terus bolak-balik ke apotik untuk membeli obat Meyyi. Mereka di larang memberitahu Iki. Bahkan Meyyi saja kini sudah dengan kompresan yang menempel di jidatnya. Hingga malam ini, pintu rumah mereka di ketuk dari luar. Meyyi yang posisinya ada di ruang tamu untuk mengambil minum, memutuskan untuk membuka pintu rumah.
“I-iki?,” ucap Meyyi kala melihat Iki dengan sekantong plastik putih berisi Snack ringan berdiri di ambang pintu. Wajah Iki seketika memancarkan kekhawatiran melihat kekasihnya seperti itu.
“Kamu sakit? Kenapa kamu gak bilang aku? Kenapa temen-temen kamu gak ngabarin aku?,” beberapa pertanyaan di lontarkan oleh Iki. Meyyi memilih untuk mempersilahkan Iki masuk ke dalam daripada mereka berbincang di ambang pintu.
“Jawab pertanyaan aku? Kenapa enggak ada yang bilang sama aku kalo kamu sakit?,” masih dengan kekhawatirannya. Iki memegang dahi Meyyi untuk mengecek suhu tubuhnya.
“Aku minta maaf. Aku yang bilang temen aku biar ga bilang kamu. Aku ga mau buat kamu khawatir,” jawab Meyyi dengan nada bersalahnya.
Iki menghembuskan nafasnya pelan. Memegang bahu Meyyi lalu menatap wajahnya. “Dengan kamu kayak gini yang buat aku khawatir. Jangan lagi-lagi ya?”. Meyyi mengangguk menurut.
Banyak perbincangan yang mereka bicarakan di ruang tamu saat itu. Hingga malam sudah larut, Iki berpamitan untuk segera pulang dan meminta Meyyi untuk beristirahat. Sebab sebenarnya awal tujuan Iki datang adalah untuk mengajaknya jalan-jalan besok. Tapi melihat kondisi Meyyi seperti itu, mengurungkan niat Iki.
Besoknya, cuaca sedang sejuk-sejuknya. Hari dimana seharusnya semua orang menikmatinya dengan riang. Tentu Maya dan Reva sudah tidak ada di rumah untuk pergi jalan-jalan bersama kekasihnya. Sedangkan, Meyyi baru saja selesai melakukan ritual mandinya. Ia melihat ponselnya yang hanya terisi oleh notifikasi dari Iki.
Iki?
Kamu udah bangun?
Udah makan? Jangan lupa di minum obatnya!
Tadi pagi aku anterin bubur ke rumah, udah di makan?me
Aku udah sembuh tauuuu
Kita main yuuuk
Plisss jangan ada penolakan, aku bosen bangetttt
Maya sama Reva pergi jalan-jalan sama pacar mereka. Aku ditinggal.Di seberang sana, Iki sudah tersenyum gemas membaca pesan dari kekasihnya itu. Ia memutuskan untuk menyetujuinya lalu langsung bersiap-siap pergi dengan Meyyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
01.03
Teen FictionPernah mendengar ucapan orang "sejauh apapun lo maju, orang lama tetap pemenangnya"?. Senyuman itu, yang selalu terpikirkan di kala senja di iringi gemercik hujan rintik sore hari. Tawa itu, yang selalu terdengar saat diri ini tertawa dengan yang la...