“Kita bebas memilih siapa saja. Bahkan untuk orang yang menjadi pilihan kedua”.
“Kalau kesempurnaan milik tuhan. Lantas, lo siapa dengan kesempurnaan itu?”.
***
Pagi hari ini terasa berbeda bagi seluruh anak kelas tiga. Mereka akan melihat ruang kelas yang akan mereka isi untuk ujian kelulusan nanti. Jauh sebelum itu. “MAYAA! LO LAMA BANGET ANJIR DI KAMAR MANDI NGAPAIN? INI UDAH MAU JAM TUJUH!”, teriak Meyyi sebal. Bagaimana tidak? Temannya itu sudah sekitar tiga puluh menit berada didalam kamar mandi. “Si anjir bocahnya enggak jawab Mey. Jangan bilang ni anak tidur di kamar mandi”, sela Reva. “Dobrak aja yuk”, ajak Meyyi dibalas anggukan kecil oleh Reva.
“Satu...”
“Dua...”
“Ti..”
“Apa sih berisik banget”.
Maya dengan santainya melewati kedua temannya yang sudah sigap akan menerjang pintu kamar mandi. “Lo ngapain aja sih lama banget?”, tanya Meyyi. “Gue luluran dulu kali, mau ketemu sama ayang masa buluk”. Meyyi menggeram kesal lantas masuk ke kamar mandi dengan hentakan kakinya.
Maya melekatkan seragam sekolahnya lalu memakaikan moisturizer dan suncreen di wajahnya. Maya melirik handphone nya yang menampilkan pesan dari Alvi. Pesan singkat itu ia balas dengan senyuman cerah. Ia menatap wajahnya di pantulan cermin lalu berteriak. “Eh Meyyi pajak jadian dong. Kan baru semalem jadian tuh”.
***
Seragamnya yang rapi sudah melekat ditubuhnya yang tinggi dengan bahu yang lebar. Harum maskulin sudah menyerbak di seisi ruangan kamarnya. Ia berjalan menuju dapur hanya sekedar mengambil roti gandum dari meja makan. Mengoleskan selai cokelat pada roti itu dan mengunyahnya. Tak lupa ia memasukkan Tupperware yang sudah ia siapkan sejak pagi. Ia menggendong tas nya lalu berjalan menghampiri mobil hitam miliknya yang terparkir di halaman rumahnya. Rumah minimalis yang bernuansa modern dengan dua lantai. Saat sudah di dalam mobil, ia membuka handphone nya.Me
Selamat pagi cantikk
sampai ketemu di sekolahh!!
aku berangkat yaa, bye!Lelaki ini adalah Danendra Faiki. Iki mengenakan sabuk pengaman, berangkat menuju rumah Dafa untuk menjemputnya. Rumah besar berwarna putih sudah ada di depan mata Iki. Ia menunggu Dafa keluar dari rumah besarnya. “Rumah gede, punya mobil, punya motor. Tapi berangkat sekolah maunya di jemput melulu”, oceh Iki saat melihat Dafa sudah membuka pintu mobilnya.
“Ya elah komen aja lo”, balasnya.
“Padahal lo bisa memanfaatkan kekayaan orangtua lo”.
“Yehh, yang kaya tuh orang tua gue. Gue mah numpang doang. Aslinya gue miskin. Makanya tiap hari gue nebeng sama lo, hemat ongkos terus hemat bensin juga”.
“Nanti gue mau anter jemput cewek gue, gimana?”.
“Ah kayak punya cewek aja lo”.
“Hmm”.
“Iya adanya gebetan kan?”.
“Udah jadian”.
“HAH?”.
Iki hanya menatap lurus sambil terus melajukan mobilnya tanpa membalas pertanyaan Dafa yang sebenarnya tak henti-hentinya berbicara. Hingga sampai di parkiran sekolah, Dafa memajukan bibirnya sebal. “Jadi? Bener udah jadian sama Meyyi?”, tanya Dafa entah kesekian kalinya. “Iya bacot”, balas Iki kesal. Mereka menelusuri koridor kelas hingga Iki melihat kekasihnya berjalan di koridor bersama kedua temannya. Hendak memanggilnya, gadis itu terlebih dahulu menengok kearahnya lalu tersenyum. Iki berlari menghampirinya meninggalkan Dafa.
“Selamat pagi”, sapa Iki dengan senyum hangatnya.
“Pagi”.
“Cuek banget?”.
“Aku belum sarapan, laper”.
“Kasian banget cewekku.” Iki mengusap pucuk kepala Meyyi lembut. Ia membuka tas nya lalu mengeluarkan Tupperware berwarna hijau pada Meyyi. “Aku tadi bikin roti kebanyakan, jadi aku bawa buat kamu”. Meyyi mengambil dengan senyum manisnya. “Lucu banget. Makasih”. Iki mengangguk lalu tersenyum.
“Ngenes amat dah jadi gue”, cicit Dafa. Ia berdiri di belakang pasangan itu sejak Iki berlari menghampiri Meyyi. “Sakit sih, tapi gapapa asalkan temen gue seneng”, batinnya.
Dafa melenggang pergi meninggalkan pemandangan yang sudah ia lihat pagi itu. Ia menghampiri gadis cantik yang sedari tadi terus melamun. “Ada gerigi di samping paku. Selamat pagi sayangnya aku...”, suara Dafa membuyarkan lamunan gadis yang diketahui adalah adik kelasnya itu. Gadis itu melirik Dafa sekilas lalu memutar bola matanya malas. “Lumba-lumba makan penyu. Ai lap penyuu..”, tambahnya lagi dengan sedikit cengiran di wajahnya. Gadis itu masih tetap malas menatap Kakak kelasnya yang aneh itu. “Ah neng Jelita mah gak pernah mempan di godain sama aa Dafa yang ganteng dan kaya ini, ya walaupun yang kaya adalah orang tua aa Dafa. Neng Jelita sombong banget deh sama aa Dafa, padahal cewek-cewek lain pada ngejar-ngejar aa loh”, kesal Dafa. Gadis yang bernama Jelita Sintia dan kerap di panggil Jelita itu lantas berdiri menghadap Dafa dengan wajah kesalnya. “Abisnya kak Dafa ngeselin deh. Tiap hari gak jelas banget. Mana kayak jelangkung. Datang tak diundang pulang tak diantar.”
“Yeh mana ada jelangkung kasep”.
“Pede banget deh”.
“Neng Jelita kenapa sih kok sensi banget hari ini?”.
“Gak tau ah males banget. Kak Dafa bisa gak. Gak usah gangguin Jelita hari ini.”
Dafa menunduk lemah, Jelita menghentakkan kakinya kesal. Ia masuk ke kelasnya tanpa berkata apapun lagi. Akhirnya Dafa berjalan melaluinya menuju kelas. Ia berpapasan dengan Dara yang sibuk membawa buku-buku milik anak kelasnya. Bruk...
“Eh maaf in gue ya”, Dara dengan gesit membereskan kembali buku-buku yang sudah berserakan di lantai akibat tabrakan kecilnya dengan Dafa. “Eh iya maaf in gue juga ya enggak liat ke arah lo”, ucap Dafa. Ia membantu Dara membereskan buku-bukunya.
***
“Kamu mau apa?”.
“Aku mau siomay aja deh”.
“Sama caramel?”.
Meyyi mengangguk setuju. Ia menunggu Iki memesan di kantin. Ramai siswa siswi kelas tiga yang masih sebal dengan ruangan kelas ujian yang tidak sesuai ekspektasi. Ruangan sesuai Abjad. Meyyi sebenarnya juga sebal dengan itu, karena satu ruangannya tidak ada yang dekat dengannya. Akan sangat membosankan baginya untuk terus berada di ruangan itu nantinya. Sedangkan teman-temannya banyak berada di ruang empat. Berbeda dengan Meyyi, yang berada di ruang enam.
“Nih makan dulu”, lirih Iki dengan satu piring siomay di tangannya. Meyyi mengangguk lalu
memakan siomay itu secara perlahan. “Kamu kalo udah tau kamu punya maag, makan sebelum perutnya sakit”, Iki memarahi Meyyi yang mengeluh perutnya sakit sejak tadi. “Iya iya, ini kamu bawel banget sih padahal cowok”.“Itu berarti aku lebih sayang sama kamu dari pada kamu ke diri kamu sendiri”.
“Ck. Iya ih”.
KAMU SEDANG MEMBACA
01.03
Novela JuvenilPernah mendengar ucapan orang "sejauh apapun lo maju, orang lama tetap pemenangnya"?. Senyuman itu, yang selalu terpikirkan di kala senja di iringi gemercik hujan rintik sore hari. Tawa itu, yang selalu terdengar saat diri ini tertawa dengan yang la...