CHAPTER 16-Jadian?

11 2 0
                                    

“Rasanya gue mau tulis semua kejadian yang gue alami hari ini dan gue jadiin buku yang kelak lo akan baca buku itu”, Kalana Meyyisha.

“Rentan waktu juga lo akan menyadari semuanya”.

***

“IKIIIII!!!!”.

“Jangan teriak-teriak cantik. Nanti muka lo keriput gimana?”.

“Ini pegang eskrim punya lo! Dingin tau ke tangan gue!”.

“Hahaha gemesin banget sih bocil”.

“Ya elah bocil-bocil. Tinggi gue sama lo cuma beda sepuluh senti ya!”.

“Sama aja bocil”.

Iki menghampiri gadis cantik dengan dress hitam melekat di tubuhnya. Rambutnya ia biarkan di gerai dengan topi menutupinya. Iki dengan kemeja hitam dan celana pendek hitamnya berjalan menghampiri Meyyi. “Nanti malem kita ke bioskop yuk”, ajak Iki. Meyyi menggeleng malas. “Males ah, gak ada film yang mau gue tonton tau”. Iki mengusap pucuk kepala Meyyi yang tertutupi topi hitam miliknya. “Gue lagi mau tau sesuatu Mey”. Meyyi langsung menyimpan banyak tanda tanya dalam benaknya. Sesekali ia menjilat eskrim nya yang mulai mencair. Iki tersenyum lalu menggandeng tangan Meyyi menuju satu tempat. Taman bermain.

“Iki gue mau naik ayunan itu”.

“Ayo sini, biar gue dorong”.

“Jangan kenceng-kenceng yaaa!”.

Iki tersenyum. Menatap gadis cantik dihadapannya yang terduduk diatas ayunan berwarna putih itu. Ia mendorongnya pelan hingga membuatnya ter-ayun. Masih dengan eskrim di tangan gadis itu, ia terus menjilatinya hingga habis. Begitupun Iki. “Gue mau tau temen gue suka sama siapa, makanya itu gue ajak lo ke bioskop malem ini. Mau ya?”. Meyyi menurunkan kakinya hingga menyentuh tanah, membuat ayunan terhenti seketika. “Ayo! Gue juga penasaran nih”, tawanya yang hambar meluncur. Iki senang melihatnya. Ia turut bahagia dengan kebahagiaan yang dimiliki Meyyi.

“Lo terlalu sempurna untuk gue yang brengsek Mey. Lo terlalu bahagia untuk masuk ke dalam kehidupan gue. Dengan kesempurnaan lo, gue jadi ragu sama apa yang akan terjadi kemudian hari”, batin Iki. “Hei, kok ngelamun sih?”, sela Meyyi. Iki menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia menatap wajah Meyyi lalu mulai mendorong ayunannya hingga membuat Meyyi melonjak kaget.

“PARAHHH!!”.

Iki berlari takut di terkam oleh singa betina. Berlarian memutari taman bermain yang kini di lakukan oleh keduanya. Mengejar Iki membuat Meyyi lelah. Tapi tawa lepas mereka berdua terdengar begitu bahagia. Seakan dunia terhenti sekarang. Seakan hanya mereka berdua di dunia ini. Seakan mereka-lah pemilik kebahagiaan.

Malam itu tepat pukul tujuh. Iki dan Meyyi sudah duduk diam menonton film Avatar di bisokop. Sebelumnya, Meyyi dan Iki memergoki Alvi dengan satu gadis yang tidak diketahui karena tidak terlihat. Akhirnya Iki mengikuti Alvi hingga sampai di sebuah bioskop di suatu mall. Tanpa berpikir panjang, Meyyi dan Iki memesan tiket film yang sama dengan Alvi dan gadis itu, bahkan memesan kursi yang berdekatan.

“E-eh.. gue mau ngomong sama lo”, ucap Alvi setelah film selesai. Iki yang duduk disampingnya dengan memakai masker di wajahnya juga Meyyi tentu mendengar percakapan mereka. “Iya?”, jawab gadis yang belum diketahui oleh Iki dan Meyyi karena sejak tadi gadis itu terus menunduk melihat ponsel kala Iki dan Meyyi melirik kearahnya. “Kita udah lumayan deket, lo mau ada hubungan lebih jauh ga sama gue?”, Alvi menatap wajah gadis di sampingnya dengan tulus. Iki masih duduk tenang sama dengan Meyyi. “A-apa? M-maksudnya?”.

“Lo mau ga jadi pacar gue?”.

Shit. Meyyi mengernyitkan dahinya seakan mengenali suara gadis itu. “Ini lo beneran ga sih? Apa cuma prank gue aja?”, tawa hambar gadis itu. Alvi mengacak rambut gadis itu gemas. “Gue beneran, gue ga bohong. Kali ini gue mau egois. Sebenernya kalo lo nolak gue pun, lo bakal selalu ada di genggaman gue sampai kapanpun”, ucapnya. Gadis itu tertawa hambar. “Ya gue mau lah”. Tak salah lagi. Meyyi melirik gadis itu. Tawa yang sering ia lihat tertera di sana, senyumnya, bahkan cara ia berbicara saja sudah diyakini bahwa Meyyi mengenalnya. Meyyi semakin membelalakkan matanya kala mengetahui siapa gadis itu.

“MAYA?!”.

Sontak mata Alvi dan Maya melirik kearah Meyyi yang sudah berdiri disampingnya. Maya menganga. Malu akan kejadian tadi. Ia langsung menarik lengan Meyyi keluar dari bioskop.

“Jadi dia nih yang selama ini lo incer?”, sindir Iki. Alvi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal lalu menyeringai lebar. “Heheh niatnya lo mau gue kasih tau kok. Cuma besok”.

***

“Gila aja lo ga bilang ke gue selama ini lo deket sama dia? Gila aja lo selama ini ga anggap gue temen? Lo jahat banget anjir”.

“Diem dulu”.

“Jelasin ke gue anjir, gue syok berat nih”.

“Ish alay banget lo. Ya sebenernya udah lama gue deket sama dia, cuma ya emang gue ga bilang sama lo, cuma Reva yang tau. Gue takut anjir bilang sama lo.”

“Parah gue di jadiin second choice sama kalian. Jahat banget anjir. Bodoamat bulan ini gue ga mau bayar kontrakan.”

“Lagian rumahnya udah di beli sama bokap lo anjir, ngapain juga bayar kontrakan”.

“Ihhh yaudah lanjut”.

“Gue gamau bilang sama lo karena gue deket sama dia semenjak lo ada masalah sama Iki. Gue berusaha ga kasih tau lo karena takut nanti lo malah kesel sama gue. Disisi lain gue selalu gak suka sama Iki tapi gue malah jatuh hati sama temennya. Gue gamau lo malah jadi tambah sakit. Makanya gue nunggu waktu yang tepat buat ceritain, awalnya kata Alvi sih mau di kasih tau besok karena kalian udah baikan. Tapi keduluan sama lo”.

“Jadi Reva tau sekarang lo date sama dia?”. Maya mengangguk setuju. Meyyi mengusap wajahnya gusar. “Gue ga akan larang kalian untuk jatuh hati sama siapapun itu. Gue seneng kalo lo juga seneng. Tapi kenapa gue tau terlambat? Jujur emang nyesek banget sih, tapi oke deh yang penting lo bahagia aja”. Maya menarik lengan Meyyi dalam genggaman tangannya. Ia menatap wajah Meyyi penuh rasa bersalah. “Maafin gue yaaaa”, dengan pupil mata yang membesar. Meyyi tertawa melihatnya. “Ya elahh lo pikir gue apa sih, santai aja”.

“Woi, balik yuk”, panggil seseorang yang tak lain adalah Iki dan Alvi. Alvi menatap wajah Maya lalu tersenyum. Menggandeng tangannya lalu berlalu meninggalkan Meyyi dan Iki yang menatap jijik. Maya berbalik dengan tangan yang masih bergandeng pada Alvi, menatap wajah Iki dan Meyyi satu persatu. “Gak usah jijik gitu liat gue sama pacar gue. Sono deh kalian jadian biar gak ngenes-ngenes amat liat gue bucin nanti. Btw temen lo satu lagi juga deket sama Dede anak kelas atas. Mungkin udah jadian, gak tau sih gue. Jadi kalian kapan jadian?”. Meyyi jelas sangat kesal ditambah malu. Kesal karena ia sama sekali tidak tau menahu tentang percintaan temannya, dan malu karena perbincangan soal... apa itu? gak penting.

“Ayo ah pulang, gak usah di bahas”. Iki mengangguk lalu mengantar Meyyi pulang ke rumah. Sekian lama diperjalanan pulang, hanya keheningan yang tersedia. Meyyi melihat handphone nya untuk melirik jam yang menunjukkan pukul sembilan malam. Tanggal 28 Februari. “Bentar lagi ujian, semangat ya Mey”, ucapnya sebelum Meyyi masuk lalu melambaikan tangannya dengan anggukan kecilnya.

28 Februari??

01.03Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang