CHAPTER 14-Akhir menuju awal?

9 2 0
                                    

Bagian yang ini kok nyakitin gue banget ya, tapi semua ini yang mulai kan gue?”, Danendra Faiki.

“Jadi ini? Maksud lo suruh gue kesini? Biar lo tampar gue dengan kata-kata?”,Dalano Mayuph Sagaras.

“Jatuh atau cinta, menurut gue itu sama aja. Karena setiap lo jatuh pasti semua karna cinta dan setiap lo cinta pasti berujung jatuh.”

***

Lano sesekali tertawa mendengar cerita Meyyi tentang kejadian saat ia di kamar mandi lalu ada kecoa disana. “Terus di buang kan?”, tanya Lano penasaran. “Iya di buang sama Reva, gue ga takut sih cuma jijik, kecoa tuh bau”. Lano kembali tertawa. “Pernah nyium ga?”, Meyyi memukul punggung Lano pelan dari belakang. Lano tertawa lepas.

Sampai di kedai, Lano tersenyum manis pada Meyyi lalu mengusap kepalanya pelan. “Lo lucu”, ucapnya. Meyyi tersenyum dengan sedikit gigi yang terlihat, “Baru sadar ya?”. Merek berjalan menuju pintu kedai. Masuk kedalam dan mencari keberadaan seseorang. Ia melihat Tasya. Bukan. Tasya tidak sendiri disana. Ada seseorang yang sedang bermain handphone di sampingnya. Danendra Faiki. Ya. Iki ada disana juga. Apa maksud Tasya mengajaknya bertemu jika ia harus pergi bersama Iki. Apa Tasya ingin memberitahu bahwa ia jatuh cinta dengan Iki dan sebaliknya, lalu mereka pergi meninggalkan Meyyi yang menangis sakit hati. Lano menepuk bahu Meyyi dan mengangguk. Lano tahu saat ini Meyyi sedang bingung. “Udah, ayo?”.

Meyyi menghampiri Tasya dan Iki. Ia melihat wajah Iki yang sepertinya juga terkejut, tapi Meyyi berusaha untuk tersenyum meskipun terpaksa. Ia duduk di hadapan Tasya sekarang. “Jadi lo mau ngomongin apa Sya?”, tanya Meyyi serius. Sedang disisi lain Iki bingung dengan ini semua. Mengapa? mengapa Meyyi dengan Lano bisa datang berdua? Mengapa Meyyi dan Tasya bisa berbaikan?. “Loh ada Lano juga ternyata, kirain bakalan sendiri”, jawabnya. Meyyi mengangguk kemudian tersenyum getir. “Iya tadinya dia ngajak gue main, tapi kan kita ada janji, jadi gue ajak aja kesini. Soalnya dia langsung jemput gue ke rumah”, jelas Meyyi. Tasya mengangguk mengiyakan.

“Jadi aku sama Meyyi udah baikan, nah sekarang aku mau kamu juga baikan sama Meyyi. Begitupun sebaliknya”.

“Kenapa kamu ga bilang dulu? Kenapa tiba-tiba?”, jawaban dingin Iki jelas terasa oleh Meyyi. “Eh gapapa Tasya, gue udah maafin dia kok”, balas Meyyi. Lano yang tak mau ikut campur memilih untuk scroll tik tok. “Gue belum selesai ngomong Mey. Gue bilang ke Tasya kenapa ga bilang dulu ke gue karna gue juga bakal mempersiapkan kata-kata buat minta maaf juga sama lo. Gue juga capek kayak gini terus. Maafin gue ya?”. Meyyi mematung. Ini bukan Iki yang biasanya. Iki meminta maaf padanya?. “Eh iya, gue udah maafin lo kok”, ucapnya. Tasya tersenyum senang. Ia beralih menatap Iki.

“Eh gue keluar bentar ya, ada telpon”, potong Lano saat ia langsung buru-buru keluar.

“Aku juga mau bilang sama kamu, aku tau selama ini perasaan kamu buat siapa. Cinta itu ga bisa di paksa, aku ngerti. Aku tau setiap hari kamu selalu bandingin dia sama aku, aku tau maksud kamu apa dan biar apa.”

“Waktu Iki kepergok ketemu sama gue di depan sekolah, dia cuma mau bilang kalo orang yang dia suka itu bukan gue Mey, tapi lo. Iki ga akan pernah bisa bohongin perasaan dia sampe kapanpun. Sampe akhirnya Iki bener-bener nembak gue pun, itu cuma pelampiasan Iki buat lupain lo Mey. Gue tau, gue terkesan egois karna selalu mojokin lo disini. Gue minta maaf. Dan buat kamu, aku juga minta maaf udah hadir di kehidupan yang seharusnya kamu jalani tanpa aku, dan seharusnya kalian selesain ini dulu”.

Tasya menatap Meyyi dan Iki bergantian sejak tadi. Meyyi berusaha mencerna apa yang di ucapkan Tasya, sedangkan Iki hanya menunduk lesu. “Gue juga minta maaf udah egois karena apa yang gue mau ga akan pernah bisa anggap gue ada, gue tau gue salah disini. Sya, ma-”.

“Disini gue kok yang salah, seharusnya gue ga perlu sekolah disini, seharusnya gue ga di lahirkan ke dunia ini dan hancurin hubungan kalian kayak sekarang. Maaf gue buat kalian berantakan. Seandainya gue ga muncul di hadapan kalian, mungkin Iki pasti suka sama lo Sya.” Meyyi mendengus. Ia menyeka air matanya yang mulai menetes. Tasya menggeleng dengan cepat. Ia menatap Iki lalu memegang pundaknya. “Kita sampe sini aja ya, aku mau kita udahan. Selesai in dulu semua masalah kamu dan Meyyi”. Iki menatap Tasya sekilas, Tasya meraih tas branded miliknya lalu pergi meninggalkan mereka berdua di sana. Lano juga tak kunjung kembali.

“Gue mau pulang aja”, lirih Meyyi. “Gue anter”. Meyyi menggeleng kuat. “Gue di jemput temen temen gue”. Hendak bangkit dari tempat duduk, tangan Meyyi di cekal oleh Iki. “Duduk”. Meyyi menurut, entah magnet apa yang menempel padanya. Meyyi menunduk lemah.

Hikss... hiks... kenapa sih lo enggak bilang dari awal kalo semuanya kayak gini? Gue jadi menyalahkan gue sendiri, gue ga bisa benci sama lo hikss hiksss”. Iki tersenyum, mengusap kepala Meyyi lalu mengangkat dagunya. “Kalo lo nangis, gue sakit Mey”.

“Tapi yang selalu buat gue nangis itu lo Iki. Lo Danendra Faiki”.

“Iya, jangan orang lain. Kalo orang lain udah mati di tangan gue”.

“Hiksss...”.

“Mey, beberapa bulan lagi kita kelas tiga. Jangan sedih buat hal kayak gini.”

“Hikss... gue tau kok makanya gue mau nangis kayak gini dulu sebelum nangis karena nilai.”

“Jangan nangis”.

“Kata lo, selain lo yang buat gue nangis, lo bakal buat orang itu mati di tangan lo. Terus kalo gue nangisin nilai gimana?”.

“Haha.. iya nanti gue marahin nilainya”.

“Ihhh gue serius”.

“Lo mau gue seriusin?”.

“GAK!”.

Iki tertawa melihat Meyyi bahagia. Akhirnya Iki terbebas dari perasaan palsunya pada Tasya. Iki tau, terkadang Iki bahagia di dekat Tasya. Tapi Iki tau, saat bersama Tasya, yang di pikiran olehnya adalah Meyyi. Iki selalu menganggap Tasya sebagai Meyyi.

“Terus kita gimana?”.

“Lo maunya gimana?”.

“Gatau ah males”.

01.03Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang