“Kamu itu salah satu memori dalam hidup aku. Abadi, tapi bisa aku hapus suatu saat. Namun, untuk saat ini biarlah memori itu tersimpan rapi disana.”
***
Keluar dari restoran bintang tiga itu, Meyyi mencari taksi untuk segera pulang. Tapi jalanan terlihat sangat sepi. Karena pikirannya kalut, ia memutuskan berjalan hingga menemukan taksi. Asalkan jangan berada di lingkungan restoran itu saja. Tinnn.. tin..
Sebuah mobil Ferrari berwarna hitam berhenti tepat di pinggir Meyyi. Ia menoleh melihat seseorang tersenyum di balik kaca mobil menyuruhnya masuk. Menurut, ia sudah duduk di kursi depan. Tangan seseorang yang menyuruhnya masuk ter-ulur menghapus air mata Meyyi yang sudah meluncur deras.
"Jangan tangisi dia. Lo berhak utarain isi hati dan semua yang mengganggu di pikiran lo. Ga semua harus berjalan mulus, pasti ada jalan berlubang di depan sana. Gue yakin lo bisa lewati ini semua, okey?." Meyyi meliriknya lantas kembali mengalirkan air mata di pipinya. "Lo boleh nangis tapi jangan terlalu kalut. Besok dan seterusnya lo harus bisa menghirup udara segar, liat langit yang selalu indah, liat perjalanan hidup lo masih panjang," ucapnya. Ia lalu menancapkan gas melaju dengan kecepatan rata-rata mengantar Meyyi ke rumah.
Sudah lima belas menit Maya menatap temannya yang memeluk bantal di pojok ruangan dengan isak tangis yang sendu. Lain halnya, Reva malah banyak bertanya pada Meyyi walau tak ada satupun pertanyaan yang di jawab olehnya. "Udah deh. Lo bisa gak sih jangan nangis terus? Nangisin cowok tolol dan bego kayak dia? Lo gak lebih dari sampah juga kalo gitu. Bego banget." Maya beranjak pergi setelah mengatakannya, tak lupa membanting pintu kamar pertanda kesal.
"Gak usah di denger dia paling lagi sensitif aja Mey, udah mending sekarang lo istirahat, sayang banget kan air mata lo?," Reva mengusap punggung Meyyi lambat.
Tak bisa di bayangkan Meyyi berdiri di hadapan cermin melihat wajahnya yang sudah membengkak seperti habis di sengat lebah. Mengambil benda pipih itu lantas mengangkat satu panggilan dari seseorang.
"Halo? Udah mendingan?," seseorang dari seberang berbicara.
"Gue baik-baik aja kok. Makasih udah anter gue balik ya Lano," jawabnya.
"Iya santai. Jangan di habisin ya air mata lo. Mending kalo berubah jadi mutiara, bisa gue minta terus gue jual buat beli iPhone hehehe," tawanya rendah terdengar, ia Dalano.
"Hahaha... gak pake iPhone juga lo mah udah kaya raya. Sekarang aja megang zflip lo, sok-sokan mau iPhone. Mending uangnya lo beliin rumah."
"Emang kalo rumah kebeli ya pake mutiara? Lagian bosen banget pake zflip, gue emosional gini di suruh jadi user zflip."
"Yang bener aja? Rugi dong?."
"Udah sono tidur, besok pasti lo cari baju untuk wisudaan lusa kan? Cewek kan suka ribet."
"Yeh terserah dong, cowok juga kalo mau ribet sok aja. Yaudah gue tidur ya Lanoo."
"Iyaaa..."
Wajahnya tidak se-masam tadi, sudah beberapa tawa di keluarkan. Meyyi kembali ke kasurnya lalu berbaring santai. Tak lama matanya mulai tertutup mengantuk.
<>
Meyyi berdiri di depan kedua temannya dengan kebaya berwarna abu di tubuhnya. Memutar tubuhnya lalu mentap kedua temannya dengan binar mata bahagia. "Ini cantik ya?," tanya nya. Reva dan Maya mengangguk antusias. Memang kebaya itu sangat cantik di kenakan oleh Meyyi. Sangat elegan. Reva mengambil baju berwarna navy, sedangkan Maya sudah cocok dengan baju mint nya.
Sebelum pulang ke rumah, mereka memesan makanan di suatu restoran untuk mengisi perutnya yang kosong sejak tadi. "Gak sabar banget besok resmi lulus," senyum Reva merekah, sadar akan besok hari kelulusan adalah impian banyak orang. Seperti mereka contohnya.
"Kenapa lo gak sama si Lano aja ya dari dulu?," ucap Maya sambil menyomot kentang goreng.
"Hmm. Iya juga ya? Padahal mereka cocok deh, ya minusnya lo gak suka dia aja sih Mey," Reva melanjutkan.
"Yaudah aja kali, gue ini yang menjalani".
"Dasar keras kepala," Maya dengan kesal menjitak kepala Meyyi.
Makan dengan kesunyian sedang di lakukan oleh Iki dan kedua temannya. Ia memakan Pizza berukuran sedang dengan lahap. Selepasnya menonton tv bersama kedua temannya.
"Kenapa lo harus jalan bareng sama Tasya selama ini?," tanya Dafa penasaran. "Lo gak lupa sama ucapan gue kalo lo sakiti dia kan?," lanjutnya. Iki tersenyum tipis.
"Iya gue gak lupa."
"Anjing!."
"Berisik tau gak? Kalian selalu ribut demi satu cewek yang sama sekali cuma menyimpan perasaan ke satu orang. Bukan hak lo juga Daf untuk marah sama Iki karena lo bukan siapa-siapanya kan? Kalian selalu berisik demi satu cewek yang bahkan bisa nyakitin kalian juga," Alvi memotong perdebatan keduanya. Menatap tajam secara bergantian.
"Dia gak akan sakiti gue atau pun si brengsek ini. Tapi si brengsek ini yang bisa sakiti dia."
Hari kelulusan tiba. Sudah rapi dengan pakaian dan make up nya. Reva, Maya dan Meyyi sudah duduk rapi juga di kursi peserta sambil berfoto selfie. Seorang gadis mungil datang dengan anggun dan dress berwarna merah di balut kain sebagai rok berwarna coklat. Ia berjalan bersama seorang lelaki dengan jas hitam di belakangnya. Natasya Asila dan Danendra Faiki yang kini menjadi sorotan tiap pasang mata dalam ruangan itu. Hati Meyyi sesak melihat kedatangan mereka secara berbarengan. Bagaimana tidak? Baru saja dua hari lalu mereka memutuskan untuk menyudahi hubungannya, tapi sekarang Iki sudah datang bersama orang yang di duga selingkuhannya? Ah tidak, mantannya.
"Eh katanya mereka balikan lagi ya?."
"Ish iya tau! Padahal lebih cocok sama yang kemarin ya?."
Bisik-bisik siswa siswi lain terdengar olehnya. Ia menelan salivanya kasar. Cukup, hatinya semakin tergores mengingat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
01.03
Teen FictionPernah mendengar ucapan orang "sejauh apapun lo maju, orang lama tetap pemenangnya"?. Senyuman itu, yang selalu terpikirkan di kala senja di iringi gemercik hujan rintik sore hari. Tawa itu, yang selalu terdengar saat diri ini tertawa dengan yang la...