“Ternyata mempercayai jarak diantara kita memang tidak semudah itu. Tapi aku akan selalu berusaha meskipun itu menyakitkan.”
***
Setelah dua hari menginap di rumah sakit, Meyyi diperbolehkan untuk pulang. Ia menatap handphone nya lalu melihat tanggal. “Gue harus balik sebelum papah sampe di rumah”, batinnya. Tangan Iki masih terus menggenggamnya sejak ia berjalan menuju mobil Iki untuk diantar pulang. Kedua teman Meyyi sudah ada di rumah dari semalam atas permintaan Iki.
“Aku kayaknya besok mau langsung pulang aja deh,” ujar Meyyi seraya menatap Iki di dalam mobil yang masih serius menyetir.
“Yakin? Kamu baru sembuh loh”, lontar Iki. Meyyi menganggukkan kepalanya tanda setuju. Ia menatap lurus kedepan melihat jalan sekitar. “Apa mau aku anter kamu sampai rumah? Aku ke Garut gitu sama kamu”, celetuk Iki yang cukup membuat Meyyi terkejut bukan main.
“Gak usah ah. Mending kamu jagain nenek kamu disini. Aku bisa pulang sendiri kok”, titah Meyyi sambil memegang lengan Iki yang tetap fokus.
“Ya udah, kamu hati-hati ya besok jangan lupa juga kabarin aku kalau mau berangkat.” Meyyi hanya mengangguk sambil berdeham sebagai jawaban.
Sampai di rumah, Iki langsung berpamitan karena ada urusan mendadak dari neneknya. Meyyi masuk ke dalam kamarnya, melihat kedua temannya yang sibuk mengomel.
“Cemilan gue napa di ambil dah. Ngeselin banget sih lo!”, bentak Maya pada Reva yang masih menjulurkan lidahnya.
“Yehh sama temen tuh harus berbagi tau,” cerca Reva dengan cengiran khas-nya.
“Kalo gitu namanya pemaksaan tau.”
“Pelit banget deh.”
“Ya masa bodoh. Itu juga gue beli pake uang gue.”
“Alah dasar pelit.”
“Beli sendiri lah. Ribet banget lo minta-minta.”
Meyyi yang kesal, melempar bantal pada pertengahan jarak antara Reva dan Maya. Hingga bantal tersebut hanya mengenai udara kosong. “Berisik deh.”
“Btw gue besok balik.” Ucap Meyyi yang sepertinya membuat kedua temannya tercengang. “Cepet banget Mey”, imbuh Reva. Meyyi mencebikkan bibirnya. “Ck. Gue harus udah balik sebelum baginda raja pulang ke rumah.”
Maya dan Reva hanya membuka mulutnya membentuk huruf ‘O’ bersamaan. “Gue juga balik kayaknya besok malem deh,” tambah Maya. Reva melempar bungkus Snack yang ia ambil dari Maya ke sembarang. “Terus gue di tinggal. Ya udah, gue mau ke rumah bibi gue aja deh.”
“Ya udah, gak ada yang peduli juga lo mau kemana,” elak Maya dengan wajah sengitnya.
“Diem deh, gue gak ngomong sama bejana.”
“Lah gue juga males ngomong sama panci bolong.”
“Ah berisik lo”.
***
Empat jam perjalanan menuju kota tempat asal Meyyi sangat melelehkan baginya. Meyyi memesan Grab untuk segera sampai ke rumahnya. Tak lupa ia juga membayar driver nya dan memberikan tip.
Rumah minimalis bernuansa eropa dengan satu kolam ikan di halaman rumah dan beberapa tanaman hias di datangi oleh Meyyi. Ia mencari kunci rumahnya dari dalam tas. Membuka pintunya secara perlahan lalu masuk dengan segera. Ia membereskan rumah itu terlebih dahulu, banyak debu yang menempel akibat sudah satu minggu Rodi pergi bekerja dan tidak pulang ke rumah.
“Huftt capek juga ya ternyata beres-beres rumah”.
Mata Meyyi tak sengaja melihat layar handphone nya yang menampilkan pop-up pesan dari kekasihnya, Iki.
Iki?
kamu udah sampe?
Lagi apa?me
udah dong
*mengirim foto
aku habis beres-beresIki?
bukannya istirahat dulu...me
hehehe sekaliannMeyyi menutup handphone nya lalu berjalan gontai menuju dapur untuk mengambil air dingin dari dalam kulkasnya. Setelahnya ia memakan beberapa camilan yang ada di dapur.
Meyyi menuju kamarnya untuk membereskan barang-barang yang ia bawa pulang ke rumah nya. Meyyi membuka satu koper dan beberapa tas untuk terus membereskan bajunya. Ia memasukannya kedalam lemari yang sudah di bersihkan sebelumnya. Melihat jam sudah sore, Meyyi memutuskan untuk mandi.
“Sepi banget deh rumah ini, jadi kangen mama”, celetuk Meyyi. Sekian tahun lamanya sejak Berlian pergi, rumah yang di tempati olehnya sudah tidak bernyawa. Semua kebahagiaan di dalam rumah tidak seindah yang orang lain ceritakan. Nyatanya, keluarganya tidak seperti orang lain. Banyak hal-hal yang di sembunyikan Berlian ataupun Rodi pada anak-anaknya. Bahkan sebaliknya.
Meyyi mengambil satu bingkai yang tersimpan rapi di atas meja belajarnya. Foto gadis kecil yang cantik bersama ibunya. Meyyi dan Berlian yang berfoto di kebun binatang saat usia Meyyi masih berumur 2 tahun. “Aku sebahagia itu ya dulu di samping mama,” Meyyi menyeka air matanya yang membanjiri pipi. “Mah, aku ga sekuat dulu...”
Ia kembali ke ruang tamu untuk menonton film. Tapi matanya tak bisa teralihkan dari handphone nya yang terus menyala akibat notifikasi. Ia membuka handphone nya. Mata Meyyi membulat sempurna. Hatinya sesak membacanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
01.03
Teen FictionPernah mendengar ucapan orang "sejauh apapun lo maju, orang lama tetap pemenangnya"?. Senyuman itu, yang selalu terpikirkan di kala senja di iringi gemercik hujan rintik sore hari. Tawa itu, yang selalu terdengar saat diri ini tertawa dengan yang la...