“Gue tau seharusnya bukan sekarang waktu gue buat mulai semua itu, tapi hati gue ga akan pernah salah”, Kalana Meyyisha.
***
Senin ini terasa berbeda bagi setiap orang yang akan melaksanakan ujian semester. Sekolah kami menetapkan sistem ujian kelas abjad. Jadi satu ruangan adalah anak anak yang berinisial A-B-C dan seterusnya. Namun, hari itu semua diumumkan berbeda. Kali ini disesuaikan kelas. Tentunya kelas Meyyi dengan kelas sebelah. Jelas, kelas Iki.
Meyyi duduk di kursi nomor 241. Bukan sebuah kebetulan, tetapi Iki mendapatkan nomor 248, tepatnya di belakang bangku yang diduduki Meyyi. Hal yang benar-benar tak ia sangka. Melamun akan pernyataan pihak sekolah, Meyyi di towel dari belakang, pastinya Iki.
“Hai calon pacar...”.
Meyyi memutar bola matanya malas. Malas menanggapi, ia mengeluarkan alat tulis. Iki terus menatapnya seakan tak ingin lepas memandangi Meyyi. Merasa terganggu, Meyyi menatap wajah Iki lalu memelototinya, sebal. “Calon pacar gemesin banget”, imbuh Iki gemas.
Diwaktu bel istirahat. Meyyi memutuskan untuk menetap dan mempelajari materi selanjutnya. Tak pernah lupa dengan apa yang selalu ayah-nya katakan. Bukan tak lupa, lebih tepatnya ia harus bisa, ayah-nya tak boleh kecewa.
Tanpa Meyyi tau, Iki pun masih terduduk santai di belakangnya. “Kenapa sih ga mau nengok ke belakang, padahal ada cogan”. Kupingnya terasa sakit mendengarnya. Meyyi membalikkan tubuhnya dan menatap Iki malas. “Heh yang katanya cogan, bisa ga lo diem? kalo gue nengok ke belakang, yang ada leher gue patah liat muka lo”. Iki cekikikan menatap Meyyi. Semakin kesal, Meyyi menggebrak meja, “nyebelinnnnnnn lo nyebelinnn bangetttt buat gue keselllll terussss”. Bukannya diam, Iki semakin tertawa melihatnya. “Jangan gitu, kalo lo jatuh cinta gue ga tanggung jawab ya?”.
Menurut Meyyi, jika ia terus berada di dalam kelas, rasanya ia akan membanting seluruh meja dan kursi yang ada disana. Akhirnya ia memutuskan untuk keluar kelas dan menghampiri Reva juga Maya yang sedang asyik berbincang dengan Dafa. Entah sejak kapan mereka menjadi akrab.
“Jalan, jalan apa yang bikin capek?”, celoteh Dafa pada Maya dan Reva yang kesulitan berfikir. “Jalan apa bejir lah?”, imbuh Maya yang pusing memikirkan jawaban pertanyaan bodoh Dafa. Meyyi tau ini jokes, tapi kenapa teman-temannya sangat bodoh.
“Jalan kaki ke Cina”.
“....” “....”.
“HAHAHAHAHA”, tawa Meyyi cukup keras. Mereka yang menyadari akan kedatangan Meyyi pun menoleh bersamaan. “Ketawa ih, kasian udah nge-jokes”.
Berbincang cukup lama dengan mereka. Bel sudah berbunyi lagi. Meyyi masuk kelas dengan malas. Iki yang melihatnya masuk kedalam kelas tersenyum manis. “Calon pacar abis bercanda sama Dafa ya???”, tanyanya antusias. Meyyi hanya mengangguk menyetujui lalu langsung duduk dan memulai ujian dengan baik. Setelah selesai, ia langsung mengumpulkan kertas ujiannya dan merogoh laci meja untuk menaruh bolpoin miliknya ke tempat pensil. Tapi, ia merasakan sesuatu yang ia pegang. Meyyi mengambilnya, melihat kue gandum dengan note: “Hai cantik, semangat terus belajarnya, makan ya kue nya. Lo pasti belum makan kan”. Refleks Meyyi menengok ke tempat duduk Iki. Iki menatapnya bingung. Meyyi menunjukkan kue gandum tadi padanya. Namun, Iki hanya menggeleng.
Selepas pulang sekolah entah kenapa Meyyi secara tiba-tiba terus memikirkan ucapannya pada Iki selama ini. Apakah menyakiti perasaannya atau tidak. Saat menunggu Maya dan Reva di depan ruangannya, Iki menghampirinya lalu membisikkan kalimat yang membuatnya mematung. “Lo mau jadi cewe gue?”. Setelah mengatakan itu Iki langsung pergi meninggalkannya yang tengah mematung di tempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
01.03
Teen FictionPernah mendengar ucapan orang "sejauh apapun lo maju, orang lama tetap pemenangnya"?. Senyuman itu, yang selalu terpikirkan di kala senja di iringi gemercik hujan rintik sore hari. Tawa itu, yang selalu terdengar saat diri ini tertawa dengan yang la...