CHAPTER 8-Terimakasih

9 2 0
                                    

Terkadang sendu tak selalu merakit luka
Ia juga mengisyaratkan bahagia
Seperti saat itu kala kulihat dia
Menggandeng tanganmu dengan penuh mesra

Kepadamu dulu aku jatuh cinta
Menanam asa bisa bersama sepanjang usia
Saat itu engkau ditepian kota
Aku masih sendiri kau sudah jadi miliknya...

“Berhenti berharap disaat dia udah jadi milik orang lain emang menyakitkan. Tapi titik terbaik mencintai itu mengikhlaskan.”

***

“Kita memang ga beda dunia. Tapi dunia lo penuh dengan tanda tanya, sehingga gue jadi mau isi semua tanda tanya di dunia lo. Tapi dunia lo penuh badai yang selalu nolak orang lain masuk”. Meyyi mengernyitkan keningnya, bingung. “Udah tau dunia gue banyak tanda tanya, sekarang lo malah ngasih tanda tanya lagi ke gue. Maksudnya apaan sih, ngeselin banget.” Meyyi ingin membuka halaman berikutnya, “Ekhemmm... ngapain tuh liat liat buku orang?”, tanya Lano yang baru saja datang sejak Meyyi menggerutu kesal tadi. Meyyi menoleh ke belakang lalu tersenyum malu. “Hehehe maaf ya, kepo”. Lano mengusap rambut Meyyi gemas. “Dasar anakk kicil”. Meyyi jelas sudah mematung saat ini. Apa itu? Kenapa Meyyi sangat malu. Bukan. Meyyi memanas. “Gue demam kali ya?”, pikir Meyyi dalam hati.

Lano duduk tepat disamping Meyyi saat ini. Melirik kedua teman Meyyi yang masih tertidur pulas di samping Meyyi. “Ga ikutan juga?”, tanya Lano pada Meyyi yang sibuk dengan sosial medianya. “Ikutan apa?”, bingung Meyyi. Lano tersenyum manis. Kalau di ingat-ingat, Lano sering sekali tersenyum. Lano memang murah senyum pada Meyyi. Entah, pada teman Meyyi pun begitu sebenarnya. Tetapi, pemandangan yang begitu langka bagi orang lain yang melihatnya tersenyum. Lano mengambil handphone Meyyi lembut. Menyimpannya di atas meja. “Ikutan tidur kaya temen temen lo”. Meyyi tersenyum, ia memandang teman temannya sekilas “nggga..”.

“Oh iya tadi lo di panggil sama Bu Lilis di suruh ke kantor”, celetuk Lano. Ia mengambil buku miliknya lalu mulai menulis. Entah apa yang di tulisnya. Meyyi bangkit dari tempat duduknya untuk pergi mencari keberadaan Bu Lilis.

“Permisi, ibu panggil saya?”, tanya Meyyi pada Bu Lilis. Meyyi sudah tepat di hadapan Bu Lilis ia sibuk menata mejanya. “Eh nak, ini loh nak ada event puisi Minggu depan, kamu mau ikut gak?”. Meyyi memang sangat suka dengan puisi. Sudah menjadi keahliannya dalam merangkai kata-kata dalam sebuah puisi. Meyyi mengangguk setuju. “Mau ibu... tapi saya sendiri?”. Bu Lilis menatapnya sejenak, “sama Natasya Asila, ibu mau ada dua perwakilan dari sekolah kita. Biar ada cadangan, toh salah satu gagal kan bisa satu lagi”, ucapnya. Meyyi kecewa dengan partner nya saat ini. Ia tak memiliki hubungan baik dengan Tasya.

Meyyi kembali ke kelas, melanjutkan pelajaran yang sudah di mulai beberapa menit lalu. Kedua temannya sibuk menulis sesuatu di bukunya. Bukan tentang pelajaran, kedua temannya hanya sibuk curhat, menggambar, bahkan mencoret-coret bagian belakang buku tulis. Meyyi kembali menuliskan materi yang sedang dipaparkan. Sadar akan ada yang memerhatikan, ia melirik sekilas ke sampingnya. Entah sejak kapan Lano duduk disana. Ia baru menyadari nya sekarang. “Dari kapan pindah?”, tanya Meyyi. Yang ditanya tersenyum manis, “dari tadi”. Meyyi menganggukkan kepalanya mengiyakan.

***

“Eh sisain bakso buat gue dong”.

“Teh mau es cekek dong”.

“Teteh bakso goreng lima”.

Sudah terbayang seberapa ramai nya warung teh Iroh saat ini. Pulang sekolah saja masih seramai ini. Salah satu alasan Meyyi malas ke warung teh Iroh saat istirahat adalah ini. Tangan Meyyi sudah memegang keripik kaca pedas, Maya dengan seblak di tangan kanannya dan es teh di tangan kirinya, serta Reva dengan cilok dan bakso gorengnya. Kami duduk di salah satu kursi kosong di ujung warung. Santai menikmati makanan, tiba-tiba circle Tasya datang dengan gaya khasnya.

Tasya melirik mencari seseorang di setiap jengkal warung teh Iroh. Setelah melihat keberadaan Meyyi dan teman-temannya, ia menatap Sefir dan Dara. Tenang dengan santapan makanan yang lezat. Hendak mengambil yupi, Reva di tabrak oleh seseorang. “Woi anjing, jalan pake mata napa”, kesalnya. “Kok anjing nyolot sih?”, santai seseorang yang menabrak Reva. Melihat kejadian itu, Maya melirik siapa yang menabrak Reva. Yap. Dara.

“Awas nih gue mau beli yupi”, geser Dara pada Reva. Selangkah setelah ia mengambil yupi tersebut, Dara berbalik dan mengembalikan yupi itu ke tempat awal. “Ga jadi ah, murah”. Refleks Meyyi membelalakkan matanya lalu menatap sinis. “Iya murah, kaya lo”, sindir Meyyi kesal. Maya dan Reva tertawa mendengar Meyyi menyindir Dara. Yang di sindir hanya diam tak berkutik. Sefir yang mendengar itu datang menghampiri Dara. “Ga apa apa di bilang murah, dari pada masih berharap sama yang udah punya cewek hahahahah”. Shit... umpatan itu jelas tertuju pada Meyyi.

“Lah biwir tah bereum bereum amat sih , make naon?? di cet ameh bereum?”, sindir Reva. Sefir menghentakkan kakinya kesal. Ia menarik tangan Dara dan pergi dari sana. “Bentar lagi si Iki menggila gila kaya orang gila belain ceweknya”, oceh Maya. Meyyi tak mempedulikannya. Ia tau ini pasti akan terjadi. Meyyi memutuskan untuk pergi bersama teman temannya pulang. Namun, di jalan pulang ia berpapasan dengan circle Tasya. Tasya menatap wajah Maya sebal, ia maju selangkah. “Gue ga takut sama kalian!.” Maya mengernyitkan dahinya. Ia menatap wajah Tasya lalu beralih melihatnya dari ujung kepala hingga ujung kakinya. “Lagian siapa yang takut juga sama lo? Justru lo yang jelas bakal takut sama kita, makanya sekarang lo nyari cowok lo buat ngadu kan?”, jelas Maya.

Meyyi menatap wajah Sefir yang memperhatikannya sejak tadi. “Apa liat liat gue? Tersipu?”. Sefir membulatkan matanya tak terima. “Najis aja tersipu sama lo”. Meyyi menyunggingkan senyumnya. Di samping Meyyi, Dara melihat jelas ke arah Reva yang sejak tadi hanya menertawainya. “Liat aja, sebentar lagi satu sekolah bakal tau kalian kayak gimana”, cerca Dara. Meyyi tertawa mendengarnya. Ia sama sekali tidak takut dengan ancaman Dara. “Atau mereka yang bakal tau busuknya kalian ya?”.

Tak ingin memperpanjang, Maya menarik lengan Meyyi dan Reva dari sana. Kami memutuskan untuk segera sampai ke rumah dan berbaring di atas kasur yang empuk daripada harus memikirkan masalah yang akan datang besok. Entah sudah berapa kalimat selamat datang masalah yang selalu mereka ucapkan setiap hari. Masalah memang akan selalu datang tanpa kita cari. Mereka yang akan menghampiri kita.

Berbaring di kasur empuk sudah di lakukan mereka sejak lima menit lalu. “Duh enak amat ya kayak gini tiap hari kek”, ucap Reva. Meyyi menyenggol lengan Reva. “Bodoh, kalau tiap hari kita mati disini, jadi tua bangka full rebahan”. Kami semua tertawa. Seperti tidak ada masalah di antara kami. Selalu. Selalu begitu. Hal yang pasti di inginkan oleh semua orang. Pertemanan tiga orang yang tidak membedakan satu sama lain, tidak terbesit dalam pikiran mereka bahwa akan ada yang merasa menjadi second choice dalam sebuah pertemanan ini. Adil. Itu yang di inginkan mereka.

Ting..Ting...

Notifikasi handphone Meyyi terdengar. Ia membuka handphone nya. Membuka aplikasi WhatsApp. Melihat beberapa pesan disana.

Lanoo
Tadi sempet liat lo brntem sama Tasya
gimana? menang ga? wkwk
Gue tau jelas kejadiannya.
gue ada disana tadi.

Me
wkwk, persetan dengan menang atau kalah, gue cuma mau damai tanpa masalah

Lanoo
Good person.

Ter ulas sedikit senyum di wajah Meyyi. Ia senang masih ada orang lain selain teman temannya yang membelanya. Ia kembali melihat siapa lagi yang mengiriminya pesan.

Iki?
Lo knp lagi?
Gue liat kejadiannya.

Me
wkwk, lo liat juga bakal tetep cewek lo yang akan lo bela kan?
jangan baik sama gue, gue udah terlanjur tau sikap lo gimana.

Iki?
Mey..
gue usahain kali ini gue belain lo

Me
lucu lo, dimana mana juga cowo bakal belain cewenya walau dia yang salah.
tenang aja, gue bakal ngalah dan minta maaf ke Tasya.
Itu kan yang lo mau?

Iki?
mey..

Entah apa balasan Iki selanjutnya. Meyyi menutup handphone nya. Ia menghapus air mata yang sudah membasahi pipinya. Rasa sakit itu kembali muncul. Kenapa? Kenapa setiap orang yang ia kenal harus bersikap seperti itu?. Apa dunia ini bisa ia sebut adil?.

01.03Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang