Rahsya Karunasankara.
Remaja laki-laki enam belas tahun yang memiliki segudang prestasi dan bakatnya. Memiliki otak yang cerdas dan pesona yang berkarisma membuat siapa saja takluk hanya dengan kedipan matanya.
Mungkin siapa saja akan menilainya sempurna, namun dibalik itu semu. Ia memiliki sebuah kenyataan pahit yang tak akan pernah berubah dalam kehidupannya.
Buta warna.
Penyakit genetik yang diturunkan dari Opa yang merupakan orang tua dari sang Bunda. Selain itu, tepat dihari ulang tahunnya yang ke enam belas tahun ia divonis oleh seorang dokter yang mengatakan jika ada sel kanker yang hidup di otaknya.
Dan hari ini, adalah tepat dua Minggu setelah adanya vonis tersebut. Saat itu, ketika ia diberi tahu oleh sang Bunda tentang keadaannya ia hanya tersenyum getir.
"Kanker ya, di otak aku. Sakitnya kayak shalat jama'ah ya, harus lebih dari satu".
Lantas Bunda hanya mampu membawa tubuh putra bungsunya ke dalam dekapan hangatnya.
Namun Rahsya bukanlah seorang remaja yang mudah menyerah begitu saja. Ia hanya ingin tetap bertahan demi Bunda, Ayah dan demi Al. Kakak satu-satunya yang ia punya.
Alvaro Karunasankara.
Remaja delapan belas tahun yang merupakan kakak kandung Rahsya dan anak sulung keluarga Karunasankara. Seorang kakak yang sangat menyayangi adeknya.
Bahkan ketika ia berumur tujuh tahun saat adeknya divonis tidak akan bisa melihat warna selain putih, hitam, dan abu-abu. Al merasa sangat terpukul dengan kenyataan itu.
"Gini aja pak Dokter, matanya Adek dipindah ke Al, terus nanti mata Al buat adek aja. Biar kalo ada pelajaran mewarnai, lukisan adek jadi bagus. Gak jelek kayak kemarin".
Ucapan polos tersebut keluar dari mulut Al kecil, lantas ketika pra dewasa itu hanya diam kemudian Bunda langsung membawa tubuh kecil Al ke dalam pelukannya.
Tidak ada yang mengerti seberapa besar rasa sayang seorang Kakak pada adeknya itu.
o0o