10

826 65 5
                                    

Pagi ini, di kediaman Karunasankara terlihat ramai dengan rengekan si bungsu yang memaksa ingin pergi ke sekolah. Padahal tanpa diperiksa pun semua orang sudah bisa mengerti kalau keadaan Rahsya jauh dari kata baik. Bibirnya yang pucat serta lingkaran hitam yang terdapat pada kedua kantung matanya.

"Gak usah sekolah ya dek. Di rumah sama Bunda, apa nanti Ayah juga ngga usah ke kantor deh buat nemenin kamu." Bujuk Ayah pada Rahsya yang saat ini tengah memalingkan wajahnya dari semua anggota keluarganya.

Si bungsu masih setia terdiam dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada.

Merasa tidak mendapat balasan, Ayah berdiri dan menghampiri Rahsya kemudian mengelus puncak kepalanya.

"Sayang, dengerin ya kata Ayah. Adek kan masih belum sehat, gak usah sekolah dulu ya?" Sekali lagi Ayah masih berusaha untuk membujuk anak bungsunya itu.

"Bukannya adek emang gak pernah sehat ya?" Ucapan polos itu terlontar langsung dari mulut Rahsya yang langsung mengundang tatapan sendu dari semua orang yang berada di ruangan makan itu.

"hei siapa yang bilang? Udah ya sekarang kamu ke atas, nanti biar Ayah yang nganterin sarapannya ke kamar kamu. Hari ini Ayah gak akan ke kantor," balas Ayah yang hanya dibalas anggukan lemas dari Rahsya.

Setelah itu, Rahsya beranjak dari duduknya dan berjalan pelan menuju lantai dua tempat kamarnya berada.

"Emang kamu gak papa kalau gak ke kantor? Biar aku aja yang jagain adek." Tanya Bunda.

"Gak papa Bun, sekali-kali aku mau jagain adek seharian ini." Balas Ayah lalu bergegas pergi ke kamar Rahsya dengan membawa nampan yang berisi sarapan anaknya.

"Bun, kakak berangkat dulu ya. Assalamualaikum" pamit Al.

"Iya sayang, hati-hati ya kak" balas Bunda sambil mencium singkat kening putra sulungnya itu.

o0o

Sorenya, pada sahabat Rahsya datang berkunjung ke rumah. Mereka datang setengah jam setelah bel pulang sekolah berbunyi.

Gibran yang berjalan terlebih dahulu bergegas memasuki kamar Rahsya setelah mendapat persetujuan dari si pemilik kamar. Kemudian disusul Irsyad dan Angga.

Di detik ketujuh Rahsya tidak menemukan seseorang yang ia cari-cari. Entah kemana orang itu, yang jelas dirinya merasa bingung akibat tidak adanya sosok itu.

"Noah mana?" Tanya Rahsya dengan mata yang masih terfokus pada pintu kamarnya.

"Dia gak ikut Sya, katanya ada urusan." Balas Gibran yang hanya dibalas anggukan oleh Rahsya.

Sebenarnya Rahsya ragu dengan jawaban Gibran. Ia merasa janggal dengan Noah. Karena biasanya, Noah akan meluangkan sedikit waktu untuk menemuinya apalagi ketika dirinya tengah sakit. Tapi sekarang, sosok itu sama sekali tak terlihat di hadapan Rahsya.

Hingga tak lama, suara Bunda mengagetkannya.

"Adek mikirin apa?" Tanya Bunda setelah meletakkan beberapa cemilan serta minuman diatas karpet berbulu yang terletak di samping ranjang Rahsya.

Rahsya hanya menggeleng dengan tetap tersenyum manis pada sang Bunda.

"jangan mikirin yang gak penting dek! Inget kondisi kamu!" Peringat Bunda yang hanya dibalas anggukan oleh putra bungsunya.

"Ya udah Bunda tinggal dulu ya, ini dimakan lohhh" ujar Bunda lalu berjalan keluar kamar setelah mendapat balasan dari ketiga sahabat Rahsya.

o0o

"Kamu sudah tau semua tentang anak itu?" Seorang pria tengah duduk santai dengan anak muda yang masih mengenakan seragam putih abu-abu.

Pria itu terlihat mengerikan dengan tatapan tajam serta mulut yang sesekali tersenyum jahat.

"Udah om, aku udah tau semua. Dia itu lemah, tapi dia kesayangan semua orang" balas remaja itu seraya tangannya mengambil segelas Soda untuk diminumnya.

"Bagus. Ini akan menjadi permainan yang sangat mengasyikkan." Ucap pria empat puluh tahun itu lalu pergi meninggalkan remaja SMA itu seorang diri.

o0o

Ketiga teman Rahsya pamit ketika jarum jam sudah menunjukkan pukul 19.00 malam. mereka juga ikut makan malam bersama keluarga Karunasankara karena paksaan dari Rahsya tentunya.

Dan sekarang, Rahsya baru saja selesai melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Kondisinya sudah jauh lebih baik, karena ia sudah diperiksa oleh Dokter Rafi dan tentunya dengan tambahan obat yang harus diminumnya.

Setelah memastikan tidak ada tugas sekolah untuk esok hari, Rahsya berjalan menuju balkon kamarnya. Ia memang keras kepala, sudah tau kondisinya baru pulih. Tapi anak itu malah duduk di sofa yang terletak di balkon tanpa selimut dan jaket.

Hingga tak lama, ia merasa ada sesuatu yang hinggap di pundaknya. Dan ketika ia menoleh, dirinya mendapati Al yang baru saja memakaikannya jaket navy pada kedua bahunya.

"Ngapain di luar dek?" Ujar Al dan ikut duduk disamping Rahsya.

"Pengen aja" balas Rahsya santai dengan tetap memandang langit yang bertabur bintang.

Al hanya menghela nafas, jangan dengan sifat adeknya yang satu ini.

"Kak, bintang itu warnanya apa sih?" Rahsya bertanya dengan tatapan yang masih fokus pada benda langit itu.

"Putih. Tapi dia bersinar dek, apalagi bulan. Lebih terang dari pada bintang" jawab Al yang ikut memandangi langit.

"Kalau matahari juga putih?" Tanya Rahsya dengan mata yang sudah menatap Al.

"Matahari itu kuning, tapi kalau sore menjelang malam. Warnanya kayak jingga" balas Al yang juga menatap lekat manik coklat Rahsya.

"Kak, gue pengen deh liat matahari tenggelam tanpa kacamata itu. Warnanya gak sebagus aslinya kalau pake itu, ya meskipun lumayan lah" ucap yang mengundang tatapan sendu dari Al.

Keduanya hanya terdiam membiarkan waktu berjalan dengan seharusnya. Hingga tiba-tiba, Al bangkit dari duduknya.

"masuk yuk, dingin banget disini" ajaknya dan dibalas anggukan oleh Rahsya.

Sesampainya di kamar, Rahsya langsung memposisikan tubuhnya di atas kasur kesayangannya. Dan Al membantu Rahsya menyelimuti anak itu hingga sebatas dada.

Al menyempatkan untuk mencium kening adeknya sebelum beranjak keluar.

Baru saja Rahsya akan menutup mata, suara denting ponsel terdengar dari nakas sebelah ranjang Rahsya.

Rahsya memilih untuk membuka ponsel itu dan menemukan satu pesan dari nomor tak dikenal.

+628xxxxxxxxxx.
Halo anak manis

Rahsya langsung menutup ponselnya tanpa membalas pesan yang tidak jelas itu dan melanjutkan niatnya untuk terlelap.

o0o

Karunasankara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang