29

622 53 4
                                    

Sepuluh hari Rahsya mendekam di rumah sakit setelah tersadar dari koma nya dan perlahan kondisi anak itu juga membaik. Dokter Rafi juga mengatakan jika nanti sore Rahsya sudah diperbolehkan pulang dengan berbagai aturan tentunya.

"Dek, nanti sore kamu udah boleh pulang. Seneng gak?" Tanya Bunda yang baru saja selesai memasukan beberapa keperluan Rahsya ke dalam tas jinjing berukuran besar.

Rahsya mengangguk dengan kerutan halus yang tercipta di keningnya. "Pulang ke mana?".

Bunda tersenyum dan mendudukkan dirinya di kursi menghadap putra bungsunya masih duduk bersandar pada kepala brankar rumah sakit.

"Pulang ke rumah kita. Rumah adek" balas Bunda dengan menggenggam kedua tangan Rahsya yang sudah tidak diinfus lagi.

"Kakak sama Ayah?".

"Nanti kakak sama Ayah jemput kita di sini. Terus pulang bareng ke rumah." Jawab Bunda. Wanita itu memandang lekat wajah putra bungsunya yang semakin hari semakin tirus. Tidak seperti dulu di mana kedua pipi anak itu yang chubby.

Rahsya mengangguk lalu tersenyum. Kedua tangannya melepaskan genggaman dari sang Bunda lalu merentangkannya bermaksud untuk memeluk tubuh wanita cantik yang duduk dihadapannya.

"Adek sayang Bunda." Ujar Rahsya yang masih berada dalam pelukan sang Bunda. Wanita itu juga semakin mengeratkan pelukannya seakan tidak membiarkan si bungsu lepas dari dekapannya.

o0o

Di dalam mobil berwarna putih itu hanya diisi dengan keheningan yang menyelimuti keempatnya orang itu.

Sosok remaja yang duduk bersama Al itu juga tampak bingung serta kedua tangannya saling meremat satu sama lain.

"Dek, kenapa?" Tangan Al terjulur untuk menggenggam jemari adeknya yang terasa dingin.

"Tangan Lo kok dingin banget, kenapa?" Imbuhnya.

Rahsya lalu menggeleng pelan dengan kepala yang tertunduk. "Takut" lirih anak itu.

Ayah dan Bunda langsung menatap Rahsya yang masih tidak mengalihkan pandanganya dari kedua tangannya.

"Takut apa? Kan ada Ayah, ada Bunda, ada kakak juga." Ujar Ayah menenangkan Rahsya.

Anak itu hanya mengangguk. Lalu mengalihkan pandanganya ke arah jendela mobil yang menampilkan pemandangan kota di sore hari.

Perjalanan dari rumah sakit menuju ke kediaman Karunasankara memakan waktu hingga giga puluh menit karena jalanan tadi sedikit macet.

Al yang melihat adeknya ketiduran sejak di perjalanan memilih untuk tidak membangunkan anak itu dan menggendongnya menuju kamar sang adek. Dilihat wajah Rahsya yang masih pucat membuatnya semakin tidak tega jika harus mengganggu anak itu tertidur.

Sesampainya di kamar Rahsya. Al membaringkan tubuh ringkih itu di atas kasur. Lalu menyelimuti anak itu hingga sebatas dada dan tak lupa mencium kening adeknya yang sedikit hangat.

"Adeknya masih tidur kak?" Tanya Bunda ketika akan memasuki kamar Rahsya namun sudah berpapasan dengan Al yang akan keluar dari ruangan itu.

"Iya Bun, jangan dibangunin dulu ya. Kasian" balas Al dengan sesekali menengok adeknya karena pintu kamar itu belum tertutup sempurna.

"Iya kak" balas Bunda.

Kedua tangan wanita berhijab itu terjulur untuk membelai wajah si sulung. "Makasih ya, udah jadi kakak yang hebat buat adeknya. Bunda bangga banget sama kakak".

Al lalu tersenyum dan menggengam jemari Bunda yang masih berada di kedua pipinya. "Justru Kakak yang harusnya bilang makasih ke Bunda. Bunda adalah ibu terhebat dan terkuat buat kita. Makasih ya udah jadi bundanya kakak sama adek".

Tanpa mereka sadari ada seorang pria yang tak sengaja melihat interaksi ibu dan anak itu. Lalu pria itu mendekat untuk memangkas jarak antara dirinya dan kedua orang yanga dicintainya.

"Kalian orang-orang terhebat yang Ayah punya." Ujar pria itu lalu dirinya membawa kedua orang itu ke dalam pelukannya.

o0o

Pagi ini Al telah siap dengan seragam sekolahnya yang melekat pas di tubuh gagahnya. Ia berjalan menuju ruang makan yang ternyata sudah ada semua anggota keluarganya di sana.
Lalu dirinya mendudukkan dirinya di samping sang adek yang tengah menatapnya dengan tatapan bingung.

"Kakak mau kemana?" Tanya Rahsya dengan kedua mata yang mengedip lucu.

Al merasa gemas dengan tingkah adeknya itu kemudian tangannya terangkat untuk mencubit pelan pipi Rahsya. "Kakak mah sekolah dek".

Rahsya hanya mengangguk polos lalu kedua matanya berbinar. "Adek juga mau sekolah ya, sama kayak kakak".

Ketiga orang yang mendengar itu hanya tersenyum. Lalu sang Ayah menghampiri Rahsya dan mengusap lembut kepala anak itu yang sudah tidak dipenuhi rambut.

"Adek sekolahnya kalo udah sembuh ya. Adek kan bagus banyak istirahat dulu biar cepet pulih terus nanti bisa sekolah kayak kakak" ujar Ayah yang hanya mendapat anggukan dari putra bungsunya.

"Ya udah sekarang kita sarapan yuk. Adek mau makan sendiri atau disuapin?" Tanya Bunda ketika dirinya melihat Rahsya yang hanya menatap malas bubur yang berada di hadapannya.

"Makan sendiri lah. Adek udah gede tau!!" Balas Rahsya sengit. Anak itu memang sangat menggemaskan di mata Al sehingga dengan cepat ia mencubit kedua pipi Rahsya hingga anak itu memekik kesakitan.

"Aww!!! Kakak sakit!!" Jerit anak itu yang membuat Ayah dan Bunda tertawa melihatnya.

o0o

Jarum pendek pada jam dinding yang terpasang pada tembok telah berhenti diangka empat. Namun seseorang yang ditunggu-tunggu belum juga terlihat.

"Kakak lama banget gak pulang-pulang." Gumam Rahsya dengan tatapan yang masih mengarah pada jendela balkon kamarnya.

Ceklek.

Bahkan suara pintu terbuka itu pun tak mengundang tatapan Rahsya untuk melihat siapa yang datang ke kamarnya.

"Adek ngeliatin apa?" Tanya Bunda dengan menyentuh pundak si bungsu.

Rahsya berbalik dan menemukan wanita cantik itu tengah menatapnya. "Adek nungguin kakak, kok lama banget sekolahnya?"

"Kakak tadi bilang, katanya mau latihan basket dulu." Balas Bunda yang hanya mendapat anggukan dari Rahsya.

"Ya udah turun yuk. Ada temen adek tuh" imbuh Bunda yang membuat kedua alis Rahsya mengkerut bingung.

"Suruh ke sini aja Bun. Rahsya males ke bawah" jawab Rahsya.

Bunda lalu tersenyum dan mengusap lembut kepala Rahsya. "Temennya adek cewek, masa disuruh ke kamar?".

Kedua bola mata Rahsya membulat sempurna. Ia merasa tidak pernah mempunyai teman dekat perempuan hingga orang itu bisa datang ke rumahnya. Yang ia tau teman dekatnya hanya Gibran, Irsyad dan Angga. Tidak ada yang lain terlebih lagi seorang perempuan.

"Turun yuk, kasian udah nunggu dari tadi." Ajak Bunda lalu menuntun Rahsya menuju ruang tamu yang berada di lantai bawah.

Sesampainya di ruang tamu ada dua remaja perempuan yang memakai seragam persis seperti yang Al tadi pagi. Rahsya semakin bingung apa mungkin dua orang itu adalah teman dekat kakaknya?

"Maaf, kalian siapa?".

o0o

Karunasankara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang