Cinta n Teddy

Cinta n Teddy 25

C : "Namanya harus banget begini? Berlebihan ga sih?" Jawabku padanya.

B : "Nah..., that's my masterpiece. Let me save it." Kami pun tertawa bersama. Bryan memang humoris, dan tidak ku sangka ia bisa menjadi seorang pengacara, karena menurutku pekerjaan itu kurang cocok untuknya yang karakternya terlihat tidak serius dan terkesan santai. Tapi
ternyata, hidup terkadang tidak melulu tentang harus cocok dan tidaknya, tapi mungkin tentang bagaimana kita mau berusaha dan bertahan.

C : "Whatever... Because this is your cellphone "

B : "Haha...That's better."

C : "Bryan..Bryan.. kamu ga berubah ya."

B : "Kata siapa? Itu menurut kamu."

Tidak terasa pertemuan ini sudah 1 jam lebih, selama itu pula aku jadi tahu bagaimana tentang Hanni dan perlakuan orangtuanya terhadap dirinya. Yang paling membuat aku semakin iba kepada Hanni adalah ketika ia sampai harus kabur dari rumah demi menghindari hukuman- hukuman yang di berikan oleh orangtuanya jika ia tidak memenuhi keinginan mereka.

Berita baiknya, Hanni mampu bertahan hidup sampai dengan detik ini. Tapi berita buruknya, itu menjadi trauma berkepanjangan dan berdampak pada mentalnya. Mungkin saat ini aku dilema,
antara iba dengan penyakitnya Hanni, dan khawatir dengan tindakan apalagi yang akan dilakukan olehnya di kemudian hari.

B : "Ok Cinta... aku pamit ya. Thank you for today, and i hope one day, we can meet again in a better time."

C : "Sama-sama Bryan." Ku antar Bryan sampai ke depan lift dan kami pun berpisah.

Entah mengapa rasa legaku tidak sepenuhnya aku rasakan.

Apakah karena, kekhawatiran mendominasi pikiranku saat ini? Aku berharap semua akan baik-baik saja, dan aku bisa melanjutkan hari-hariku bersama Teddy tanpa hadirnya Hanni kembali.

Sore ini, Teddy tidak bisa menjemputku karena ada pekerjaan yang memaksanya untuk pulang larut.

Pesan yang ku terima darinya di handphoneku berbunyi

💌 : "Sayang, aku ga bisa jemput, ada client yang masih harus aku temui. Nanti sampai rumah kabari aku ya. See You."