Feyra 31 : mengakhiri

384 32 40
                                    

"Pah... kerinduan ini, masih terus beradu dengan deru nafas yang tersisa.
Entah, mana, yang akan lebih dulu pupus.
Apakah, kerinduan? Ataukah, deru nafasku, yang lebih dulu, usai."

"Semua masih sama... dan, akan tetap sama."

****

———♪•~•Happy reading••♪~♪———

Amelia tertunduk dalam, matanya lagi lagi berembun.
Di tangannya ada sebuah buku kecil yang tampak sudah lusuh.
Buku diary, milik feyra.
Amelia ingat sekali, dulu dialah yang menghadiahkan buku itu untuk sang adik saat ulang tahunnya yang kedelapan, atas permintaan sang adik sendiri. Alasannya sangat sederhana, Fey mengatakan ingin menulis semua impian nya di sana, dan katanya, Setiap kali impian itu tercapai, ia akan merobek lembar nya, namun hingga lembar terakhir tak ada yang hilang.
Yang artinya, hingga kini impian gadis itu masih belum terwujud sama sekali.

Semakin Amelia membuka lembaran demi lembaran, semakin hatinya terasa dihujamkan benda tajam. Rasanya sangat sesak dan menyiksa, bahkan, air mata yang luruh tak mampu mengurangi sakitnya.

Setiap lembar hanya tertulis untaian untaian kalimat yang sama. Hanya ingin merasakan kasih sayang dari ayah dan juga ibunya.

"Sesederhana itu impian kamu, dek?"

"Tapi, kenapa Tuhan gak bisa mewujudkan mimpi sederhana itu? Apa, salah Feyra ya Allah? Fey, hanya mau haknya sebagai anak, dia berhak dapat kasih sayang dari semua orang, bukan kebencian!" Lirih Amel dengan isakan kecil.

"Andai papa, tau bagaimana sayang nya Fey ke papa."

Bukan hanya diary lusuh itu yang Amelia temukan di laci Feyra, di sana juga ada sebuah lukisan wajah seseorang yang tentunya sangat ia kenali.
Wajah Ferdian yang tersenyum penuh kehangatan.

"Bahkan, orang yang paling menyakiti kamu, Masih kamu harapkan sampai detik ini? Kakak, takut kamu akan semakin sakit Fey... seharusnya kamu berhenti mengharapkan apa yang mustahil terjadi! Kamu, pantas bahagia dek..."

****


"Bagaimana Fey,apa kau sudah, siap?" Tanya Tatiana saat berhasil memunculkan sebuah portal dimensi.

Fey, mengangguk mantap. "Aku, sudah siap!" Serunya.

"Baiklah, ayo pegang tanganku!" Tatiana mengulurkan tangannya untuk di genggam oleh Fey. Ia lalu melirik Kenan. "Kau, juga!" Pintanya kepada Kenan.

Setelah mereka saling berpegangan tangan, ketiganya berjalan masuk bersama, sedetik kemudian mereka menghilang ke dalam portal.

Ketiganya tiba di sebuah tempat yang penuh dengan kegelapan, sejauh mata memandang hanya ada hutan gelap dan pepohonan besar mencekam.

"Ayo, ikuti aku feyraa." Ajak Tatiana. Ia menjentikkan jarinya dan kawanan kunang kunang muncul menjadi penuntun jalan mereka.

Semakin jauh melangkah, semakin Tatiana dan Kenan merasakan ada yang aneh pada tubuh mereka.
Fey, pun melihat ada keanehan di tubuh keduanya.

"Kalian kenapa jadi transparan gini?" Fey, berusaha meraih tangan Tatiana, tapi ia bahkan tidak bisa merasakan apapun.

Tatiana dan Kenan saling pandang.

"Sepertinya, perjalanan ini harus kau tempuh seorang diri, feyra! Karena, Sudah saat nya kami meninggalkan raga manusia kami." Ujar Tatiana.

"Maksud kalian? Aku, Harus pergi sendiri?" Tanya Fey tak mengerti.

Feyra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang