Feyra 40 : pergi

740 29 15
                                    

Happy reading

***

Sesak. Satu rasa yang sepertinya enggan meninggalkan hati Amelia. Sejak Feyra benar benar pergi untuk selamanya, di hari itu juga hati Amelia selalu sakit, perih dan Sesak.

"Amel..." Panggilan lembut itu menyadarkan si gadis yang tengah melamun di balkon apartemen. Ia menoleh—tatapan matanya, masih dipenuhi luka.

Seorang pria berdiri dengan senyum hangat—di ambang pintu. Amelia kemudian beranjak, menyusul pria yang tak lain adalah, Zayn—paman-nya. Pria itu duduk di sofa.

"Ada apa, om?" Tanyanya sembari duduk bersandar di sofa. Menerawang langit langit kamar.

"Ada yang mau ketemu sama kamu. Mau, ikut om, ya. Ketemu mereka." Amelia tampak gamang, menatap dengan raut bingung.

"Siapa emangnya? Penting, banget, ya?" Mendadak ia lesu. Rasanya tak ada semangat untuk melakukan apapun, semenjak kepergian-nya. Kaki, Amelia hanya melangkah keluar, jika ia merindukan Fey. Mengunjungi tempat terakhir sang Adik yang tak bisa lagi ia lihat keberadaan nya di dunia ini. Masih segar dalam ingatan Amelia. wajah pucat itu, tatkala mata indah Feyra perlahan terpejam dalam rengkuhannya, bahkan ia masih mendengar suara lirih sang adik di yang terngiang-ngiang di telinganya.

"Penting, Mel. Kasian juga, mereka. Udah dari beberapa hari lalu mereka mau ketemu kamu, tapi om tau, kamu lagi gak baik buat di ajak bicara. Tapi, sekarang. Mau ya? Bentar aja kok, janji."

Amelia mengangguk pasrah. "Ya udah, deh. Amel siap siap Dulu Bentar."

****

Amelia dan Zayn tiba di sebuah kafe, keduanya lantas menuju ke sebuah meja yang sudah di isi keluarga kecil.

"Siapa mereka om?" Amelia benar benar tidak tahu, apa maksud dari omnya.
Amelia memindai satu persatu wajah mereka, namun tatapannya terhenti tepat saat matanya beradu pandang dengan gadis remaja yang duduk di tengah tengah pasangan paruh baya.

Deg

Amelia merasakan hawa panas menyeruak di dada nya. Tangannya kini menekan pelan dadanya yang tiba tiba sesak.

"Kamu.... siapa?" Tatapan Amelia terfokus kepada gadis itu.
Seulas senyum manis muncul, sedetik kemudian tangan remaja itu terulur untuk memperkenalkan dirinya.

"Hai, kak. Nama aku, Tania..."

Tanpa menurunkan tatapan nya, Amel menyambut uluran tangan Tania.

"H-hai, Tania... maaf, apa kita pernah ketemu, sebelumnya? Kamu kayak familiar." Ujar Amel sedikit ragu.

"Nggak kak. Ini, pertama kalinya kita ketemu ... tapi, mata ini ... udah sering banget kakak tatap, ini mata ... feyra. adiknya, kakak."

Deg

Jantungnya berdetak tak karuan.
Amelia tak bergeming, rasanya udara di sekitar nya kian menipis.

"F-feyra?" Tanpa sadar, tangan nya kini menangkup pipi Tania. menatap begitu dalam—tepat, di netra kelamnya.
Ternyata inilah alasan kenapa hati Amelia terasa kenal dengan tatapan itu, rupanya, itu adalah netra hitam milik feyra, satu bagian tubuh adiknya yang masih bertahan, walaupun sudah berpindah kepemilikan.

Nanti...Kaka bisa tetap ngerasain kehadiran Fey di dunia ini, lewat mereka...

"Benar dek...kamu, benar! Kakak bisa merasakan kehadiran Fey. Mata kamu, masih sama dek, masih memberikan ketenangan untuk kakak, tapi hanya sesaat, hanya ketenangan semu bukan kesembuhan. Pemilik nya bukan kamu lagi dek, dan selamanya, dia tidak akan pernah bisa menyembuhkan hati Kaka."

Feyra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang