Feyra 42 : End

912 35 34
                                    

"pada akhirnya, jalan kesembuhan hati atas duka kehilangan tak lain adalah merelakan, dan, menerima segala takdir yang telah terjadi."

***

Aurel berteriak histeris tatkala matanya menyaksikan dua anggota keluarga nya terbujur kaku tepat di hadapannya. Dalam waktu singkat, kabar duka kembali menghantam dadanya. Ia menangis meraung memeluk jasad Gadis yang kini sudah berubah dingin. Jasad sang adik yang telah berpulang. Di samping nya adalah tubuh kaku sang ayah yang juga kini sudah tak bernyawa.

Aurel terduduk meratap sejadi jadinya, keluarga nya benar benar hancur. Ayah dan kedua adiknya sudah meninggal sementara sang ibu, kehilangan kewarasan nya. Wanita itu terus menjerit—meracau meneriakkan nama Feyra, hanya satu nama saja yang ia ingat, tak ada hal lain yang tertinggal di memori nya selain wajah putri bungsunya.

"K-kenapa hiks, jadi gini? Kenapa ...? Hiks hiks."

Tak jauh berbeda dengan Aurel, Amel pun terpukul. Meskipun ia benci dengan ayahnya tapi tetap saja ia berduka dan merasa kehilangan.
Di sisi lain, ia hancur mendapati kenyataan bahwa kejiwaan sang ibu tidak baik baik saja. Wanita itu terguncang karena Duka kehilangan Feyra. Terlalu sakit sampai ia tidak bergeming saat kabar duka lainnya kembali menimpa. Ranty melupakan segalanya, kecuali satu orang yaitu Feyra. Hanya Feyra.

Feyra adalah dunianya, namun kini dunia itu sudah runtuh, hancur lebur Sampai rasanya mustahil untuk kembali di susun Seperti semula. Tanpa Fey, tak ada hasrat untuk bertahan hidup. Raga nya utuh, tapi jiwanya telah mati bersama sang buah hati yang telah lebih dulu pergi.

****

Senja di kala sendu. Senja hari ini begitu pilu, dia datang bersama dengan duka yang begitu besar, bersama luka yang terlampau lebar. Dia datang bertamu, membawa rasa sakit yang kian mendera jiwa. Senja yang sama, yang pernah merenggut 'senjaku'...

~~~

Mata bulat itu menerawang langit, langit dengan berjuta pesona indahnya yang membawa jiwa berkelana, meninggalkan raga yang kini kosong tanpa harapan.

Duka. Rasanya semua sesak sudah ia cicipi. Kepergian adik dan kehilangan keluarganya. Sakit hati yang terus menyiksa.
Matanya kembali basah lagi dan lagi, hatinya begitu Sesak.

Perlahan ia mengerjapkan matanya yang indah—namun sarat akan luka.

"Dek ... Kamu dimana? Ini senja udah datang, kenapa Fey ... Gak muncul?!" Kembali, rasa kehilangan itu kembali segar dalam ingatan nya.

Amelia meracau dengan suara yang menyayat hati, mengundang iba banyak pasang mata yang tak sengaja melihat pemandangan menyesakkan itu.

"Feyra... D-dulu Fey yang minta kakak buat nemenin Fey Liat senja ... S-sekarang, giliran Fey ... Hiks hiks, datang ya dek! Kakak tunggu." Amelia tertunduk menyembunyikan wajahnya di antara lutut yang ditekuk.

"Hiks hiks, kakak ... Kangen, hiks hiks."

"Temenin, hiks, kakak Fey ... Hiks hiks, duduk di sini ... Hiks." Amelia menepuk pasir pantai dengan mata menerawang langit senja.

"A-ayo dek ... Pulang ke sini! Hiks hiks, pelukan kakak kosong hiks hiks, kakak mau peluk Fey ... Sebentar, hiks hiks"

"Kakak butuh Fey ... Kakak butuh adik kakak! Kakak kangen Fey ... Kangeenn. Hiks hiks."

"Disini sakit dek ... Sakit banget Hiks hiks. Kakak gak sanggup! Hiks hiks, tanpa Fey kak Amel gak mau hidup! Gak mau! Hiks hiks." Gadis itu menatap langit seolah berbicara dengan seseorang.

Feyra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang