26. Sangat Spesial?

36 4 0
                                    

.
.
.

Setelah melewati waktu yang cukup lama untuk memakan ice cream, Lintang dan Yakira masih berdiam diri menenangkan isi pikiran mereka.

"Lintang?" Suara dari seseorang yang berusaha memastikan bahwa pemuda di depannya benar-benar Lintang.

Seketika Lintang menoleh, lalu ia mengangkat sebelah alisnya, dan menghampiri gadis yang baru saja memanggil namanya.

"Kamu di sini sedang menjaga Yakira?" Tanya gadis itu memastikan, Lintang sangat acuh.

"Memangnya apa urusan kamu?" Lintang balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan dari gadis tersebut.

"Tidak apa-apa," kata gadis itu sembari tersenyum kecut. "Yakira itu ... sangat spesial, ya?" Ucapnya lagi.

"Meira, sekali lagi aku bilang, ini tidak ada urusannya denganmu. Kenapa kamu ingin tahu sekali?" Darah Lintang seakan sedang mendidih.

"Maaf, aku hanya bertanya. Kelihatannya kamu sangat dekat dengan gadis itu," kata Meira.

"Gadis itu? Namanya Yakira," tegas Lintang.

"Ah, iya. Maaf, aku teledor lagi," ucap Meira sekali lagi.

"Aku pikir kamu sebaiknya tidak perlu membicarakan Yakira lagi. Yakira adalah orang yang harus aku jaga, dan tidak ada urusannya sama sekali dengan dirimu, Meira. Ku pikir sebaiknya kamu tidak perlu menyapaku lagi, lebih baik kalau kamu diam juga memang tidak sengaja bertemu denganku," jelas Lintang.

Meira pergi tanpa menyisakan satu patah kata pun.

Yakira mendekat dan bertanya, "Kak Lintang. Ada apa? Kok sebentar banget,"

"Anak kecil jangan kepo," ejek Lintang.

"Apaan sih, gue udah mau kuliah kok masih dibilang anak kecil," ucap Yakira merasa tidak terima.

"Udah, ayo pulang," ajak Lintang, Yakira mengikuti Lintang tepat di samping Lintang, dan Yakira terus berusaha menyamakan langkahnya dengan langkah Lintang yang panjang dan cepat.

Di sisi lain, pikiran Yakira penuh dengan apa sebenarnya hubungan antara Lintang dan Meira?

Yakira berpikir sembari melihat ekspresi wajah Lintang setiap ia menatap Meira, Lintang terus memalingkan wajah dan sangat acuh, namun Meira sebaliknya. Yakira tidak mungkin bertanya pada Lintang siapa itu Meira, ia merasa tidak mempunyai hak sama sekali untuk menanyakan masalah pribadi Lintang.

***

Rasa frustasi memenuhi pikirannya, suaranya yang semakin berat dan matanya semakin sayu, setelah pulang menuju kediaman Yakira, Lintang ingin sekali beristirahat, ia merasa sangat lelah.

Pikiran Lintang terus teringat dengan nama, Meira ... Meira ... Meira.

Lintang sama sekali tidak merasa bahwa gadis itu masih berarti dalam hidupnya, bahkan memori tentang Meira sudah sangat lama ia hapus.

Meira sudah lama pergi, sudah tidak berarti lagi.

Pemuda itu menatap secarik kertas yang berada di depannya, depan tatapan entah penuh amarah atau apapun yang ia rasakan, hatinya terasa sesak namun ia tidak tahu harus bagaimana dan siapa yang bisa mendengarkan ceritanya dengan baik.

Ia menutup wajahnya rapat-rapat seakan ingin menghapus semua ingatan yang pernah terjadi dalam hidupnya. Terkecuali ... ada satu penggal cerita yang terlintas dalam pikirannya, yang mendadak muncul dalam pikirannya, yang tidak ingin ia hapus.

 ada satu penggal cerita yang terlintas dalam pikirannya, yang mendadak muncul dalam pikirannya, yang tidak ingin ia hapus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yakira ... Yakira Paramitha.

Ia teringat nama itu, nama yang ia rasa membuatnya berusaha bertahan hidup hingga saat ini.

Sejak dahulu kala, hingga saat ini, nama itu selalu terlintas dalam pikirannya, namun Lintang sama sekali belum pernah melihat sosok gadis itu sejak dahulu.

Bayangan gadis itu terlintas dalam pikiran Lintang, sesak yang ia rasa semakin terasa, tetapi di sisi lain pikirannya kalang kabut karena merasa ia harus tetap bertahan hidup demi gadis itu.

Sebenarnya apa yang Lintang tuju?

***

Yakira mengetuk dengan keras pintu kamar Lintang, gadis itu sama sekali tidak mendapat jawaban. Apakah Lintang sedang keluar rumah? Pikirnya.

Namun, itu mustahil.

Lintang tidak pernah pergi tanpa sepengetahuan orang-orang yang berada di kediaman ini.

Gadis itu membutuhkan Lintang agar bisa memecahkan teori pemasangan lego yang menurutnya sulit, biasanya Lintang bisa memecahkan hal seperti itu.

"Kak Lintang?" Ucap Yakira memastikan.

Mbok Dharmi pun menghampiri Yakira seraya bertanya, "kenapa, Non? Den Lintang nya tidak ada?"

Yakira mengangguk, "Lho? Den Lintang gak keluar-keluar dari sini kok dari tadi," ucap Bi Dharmi.

"Apa jangan-jangan Kak Lintang pingsan ya, Bi?" Tanya Yakira sedikit merasa resah.

"Duh bisa jadi, Non. Gimana ya," jawab Bi Dharmi yang membuat keadaan menjadi semakin menegangkan.

Yakira berusaha mendorong dan mendobrak pintu, bahkan ia mencoba jurus yang diajarkan oleh Lintang.

Ia berhasil membuka pintu kamar Lintang, Yakira begitu terkejut melihat Lintang yang terduduk di meja kerja sembari menutup wajahnya rapat-rapat.

"Kak Lintang kenapa?" Tanya Yakira khawatir, belum ada respon sama sekali dari Lintang.

Bi Dharmi yang merasa tidak enak berada di sana akhirnya pergi tanpa sepengetahuan Yakira.

Lintang pun menyingkirkan telapak tengan dari wajahnya dan menatap Yakira, jelas dari sini terlihat bahwa wajah Lintang sedang memiliki banyak masalah yang ia pikirkan, Yakira menyadari hal itu, ia bingung harus melakukan hal apa, biasanya ia yang bersandar pada bahu Lintang, namun kali ini?

Lintang sama sekali belum bersuara, seolah-olah ia sedang menjadi manusia yang tak berdaya. Ia berusaha bangkit dari tempat duduk, namun tubuhnya hampir terjatuh dari tempat duduk, Yakira segera menangkap tubuh Lintang, pemuda itu hanya menundukkan kepalanya sembari bersandar pada lengan Yakira.

Yakira bingung harus berbuat apa, ia bahkan tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Lintang. Lintang bahkan tidak pernah menceritakan apapun padanya tentang kehidupannya sendiri.

Selama ini yang selalu bercerita selalu Yakira, seorang diri. Lintang selalu menyimpan semua isi hati dan pikirannya seorang diri.

***

To be Continued

Langkah RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang