.
.
.23. Pura Pura Lupa
Telapak tangannya terasa kaku, ingin rasanya Lintang mengusap puncuk kepala gadis yang sedang terisak dalam dekapannya itu. Hatinya tak pernah merasa sesakit ini melihat seseorang menangis di hadapannya.
Lintang hanya bisa mengusap punggung gadis itu secara perlahan, membuat Yakira semakin tak bisa menahan emosinya selama ini.
Ia ragu, apakah ini rasa iba atau hal lainnya? Perbedaan usia antara Lintang dan Yakira membuat Lintang jauh lebih ragu dengan perasaannya. Terlebih lagi posisi Lintang sebagai pengawal Yakira.
"Yakira," panggil Lintang, gadis itu terus berusaha menghentikan tangisannya namun ia tidak bisa.
"Lo harus siap buat kehidupan diperkuliahan nantinya, gue tau lo enggak akan putus asa," kata Lintang.
"Kak Lintang, maaf," ujar gadis itu, setelah ia lepas dari dekapan Lintang, ia menundukkan kepalanya.
"Buat apa?" tanya Lintang, Yakira menunjuk kemeja berwarna putih yang dikenakan oleh Lintang, terlihat jelas di sana kemeja itu basah karena air mata Yakira.
Dalam diam Lintang berusaha menahan tawanya, masalah yang terjadi adalah, kemeja yang dipenuhi oleh air mata Yakira itu membentuk dua buah mata dengan air mata yang turun.
"Gak apa-apa," kata Lintang, ia mengusap air mata Yakira dengan sapu tangan miliknya.
"Kak itu bukan sapu tangan yang dipake buat lap mobil kan?" tanya Yakira memastikan.
"Lo kira ini kanebo kering?" ujar Lintang geram, dalam keadaan mata yang sembab dan wajah yang memerah, bisa-bisanya Yakira bertanya seperti itu.
"Kak Lintang,"
"Apa lagi?" kata Lintang menoleh, matanya membelalak. Dengan sangat enteng Yakira terlelap dan bersandar dibahunya setelah memanggil Lintang tanpa alasan yang jelas. Lintang memandangi gadis itu, jika tertidur begini, Yakira terlihat jauh lebih baik.
Dengan rasa gemas, Lintang menyentil dahi gadis yang berada disandarannya dengan sangat pelan.
"Nyusahin," ucap Lintang samar.
***
Suara ayam berkokok membangunkan Yakira dari tidurnya, Yakira merasakan hal yang lebih hangat dari biasanya. Ia melirik ke sampingnya, melihat bahwa semalaman ia bersandar dibahu Lintang.
"Gue beneran udah gila! Gue harus gimana, dong? Pura-pura lupa gitu?" Yakira merutuki dirinya tanpa henti, ia sangat takut jika Lintang ikut terbangun.
Lintang dan Yakira sama-sama tertidur di loteng, bahkan tak ada karyawan yang berusaha mencari mereka. Apa karena karyawan merasa bahwa Yakira akan baik-baik saja kalau tetap berada di sisi Lintang?
"Kalau turun dari sini, gue takut turun pake tangga yang ada di loteng! Semalem aja dibantuin kak Lintang," kata Yakira mengingat kejadian semalam.
Flashback On
"Kak, ini tangganya kayak gini, gue gak mau." Yakira memandangi tangga yang terbuat dari kayu dan terlihat tipis, sudah usang dan rentan untuk patah.
Lintang mencoba menunjukkan kepada Yakira dengan menaiki dua anak tangga itu. Hasilnya, anak tangga itu tetap kokoh. Namun, tuan putri tetap tidak ingin.
"Kak, ini udah malem, kalau kecelakaan karena tangga itu enggak kuat menahan gue gimana? Kasian nanti petugas di rumah sakit, malem-malem kedatangan pasien yang jatuh dari tangga ini," ucap Yakira bersikukuh tidak ingin menaiki tangga itu.
Lintang kembali turun dari tangga dan berdiri di belakang punggung Yakira, "lo naik duluan, kalau lo jatuh, ada gue di belakang," kata Lintang.
Perkataan Lintang kali ini berhasil membuat Yakira menaiki tangga kayu yang menuju loteng itu. Hanya saja, Yakira tetap berpegangan tangan pada Lintang yang berada di belakangnya.
Muncul pikiran jahat yang terlintas dalam benak Lintang, ia ingin menjahili Yakira yang tampak tegang. Lintang mencoba melepaskan genggaman tangan Yakira, Yakira segera kehilangan keseimbangannya seakan bayi yang baru saja belajar untuk berjalan. Tanpa pikir panjang, Lintang segera meraih kedua lengan Yakira agar tidak terjatuh dari belakang.
Yakira segera berdiri dan mempercepat langkahnya seakan sudah tidak takut untuk menaiki tangga kayu itu, Lintang segera menyusul Yakira.
"Kak Lintang jelek, masa sengaja ngelepasin gitu,"
"Tapi lo akhirnya berani, kan?"
"Ya, tapi— enggak gitu juga. Tau ah, males,"
"Iya-iya, jangan ngambek. Lihat bintangnya." Lintang berusaha membuat Yakira tidak selalu marah dan merutuki Lintang.
"Kak Lintang suka ke loteng, ya?" tanya Yakira.
"Baru kali ini," jawab Lintang singkat.
"Kak Lintang," panggil Yakira.
"Apa?"
"Kak Lintang jangan ngehalangin bintangnya, minggir!" usir Yakira, Lintang ingin marah tapi harus tetap sabar menjaga ABG alias Anak Baru Gede ini.
Flashback Off
Yakira takut jika harus menuruni tangga kayu itu, ia juga takut jika harus berhadapan dengan Lintang. Lantas, apa yang harus Yakira lakukan?
Tanpa pikir panjang dan rasa panik yang mengusik Yakira, ia kembali ke posisi awal saat ia kepalanya bersandar dan tertidur dibahu Lintang. Ia berusaha menutup matanya kembali seakan ia masih belum terbangun dari tidurnya.
"Akh." Lintang bersuara, seakan mengeluh. Kembali ada beban dibahunya, Lintang melirik dan tersadar.
"Dia masih tidur?" pikir Lintang.
"Emang susah kalau dari lahir enggak pernah hidup miskin," sambung pikiran Lintang.
"Yakira bangun," ucap Lintang, namun Yakira masih saja enggan untuk terbangun.
"Yakira, jangan pura-pura tidur," kata Lintang.
"Gawat, apa gue udah ketauan?" batin Yakira.
"Dia beneran masih tidur?" pikir Lintang.
Lintang hanya bisa pasrah menunggu Yakira sampai terbangun dari tidurnya.
"Loh, kak Lintang enggak pergi? Terus yakali gue enggak bangun-bangun? Kita tetep begini aja? Mamaaaaaaaaa!" Yakira berteriak dalam hati.
[ To Be Continued ]

KAMU SEDANG MEMBACA
Langkah Rasa
Ficțiune adolescențiLangkah Rasa, Semesta dan Yakira Paramitha. (Slow-update). Yakira Paramitha, gadis dengan hidup penuh kekangan yang diberikan oleh ayahnya. Lintang Saghara pun datang dalam kehidupannya menjadi seorang bodyguard pribadi. Sikap Lintang yang sang...