27. Menikah

46 4 0
                                    

.
.
.

Hari-hari yang Lintang lalui ia rasa tak pernah sama sekali indah. Hari ini tepat sekali Lintang sudah berusia 19 tahun, dan ia sendirian, bahkan tidak ada yang mengingat hari kelahirannya sama sekali.

Namun, hatinya memang sudah membeku sedari lama, ia sudah terbiasa dipanggil sebagai manusia berdarah dingin oleh orang lain.

"Lintang," panggil seorang perempuan dengan suara lembut, suara yang ingin Lintang dengar.

"Meira? Kamu sudah pulang?" Tanya Lintang, benar, gadis itu adalah Meira.

"Hehe, iya. Aku tidak perlu berlama-lama pergi ke luar, kan? Memangnya kamu tidak rindu?" Ledek Meira.

"Tidak," jawab Lintang singkat.

Meira cemberut dan tak berkutik lagi, "Sudahlah, jangan cemberut begitu, ada apa kamu datang mengunjungi asramaku?" Tanya Lintang tanpa basa-basi.

Gadis itu terlihat ragu, ia belum menjawab ucapan Lintang cukup lama, membuat Lintang menjadi penasaran, karena Meira sebelumnya tidak pernah berperilaku seperti ini.

"Meira? Kamu kenapa?" Tanya Lintang lagi.

"Bagus, kamu tidak perlu merindukanku," ucap Meira, sembari memberikan selembar kertas dengan hiasan.

Lintang membaca dengan seksama, begitu terkejutnya ia ketika membaca kertas itu.

"Meira?" Ucap Lintang lagi.

"Setelah ini aku akan segera menikah. Aku tidak akan bisa menemuimu lagi, aku akan pergi, tinggal bersama suamiku," ucap Meira.

"Bukankah kamu tidak ingin menikah di usia yang terlalu muda?" Tanya Lintang, menatap Meira serius.

"Kamu tidak tahu? Apa benar-benar tidak tahu? Apa belum sadar? Kamu belum mengenal keluargaku? Ini adalah perjodohan, Lintang," ucap Meira, ia tidak berani menatap Lintang sekalipun.

"Lalu bagaimana—" ucapan Lintang terpotong.

"Maafkan aku, aku tahu sedari awal akan menjadi seperti ini. Tapi, apa aku tidak boleh setidaknya menghabiskan waktu dengan orang yang aku sukai saat ini? Aku menyukaimu, Lintang. Aku sangat menyukaimu. Aku tahu aku salah," kata Meira.

"Kamu tahu bahwa kamu salah, lalu kamu mempermainkanku?" Ucap Lintang dengan amarah yang berusaha ia tahan.

"Bukannya seharusnya kamu tahu bahwa akan menjadi seperti ini pada akhirnya? Keluargaku sudah pasti tidak akan memberi restu jika kita menikah, mereka manganggapmu hanya sebagai anak seorang budak," ucap Meira sedikit mengeraskan suaranya.

"Budak katamu? Budak? Bukankah itu terlalu tidak pantas? Kamu merasa bahwa dirimu adalah seorang tuan putri? Putri raja? Begitu?" Kata Lintang sembari tersenyum kecut menerima kenyataan.

"Bukan begitu maksudku," kata Meira lagi, air matanya mengalir, ia berusaha menggenggam tangan Lintang, namun segera Lintang hempaskan, dan Lintang pergi begitu saja meninggalkan Meira.

Lintang pergi kemanapun yang ia inginkan. Saat ini, ia memilih ke pinggir danau, duduk diantara pohon-pohon rindang, ia merobek surat undangan yang diberikan oleh Meira, lalu ia bakar hingga hangus, dan ia hanyutkan ke dalam danau begitu saja.

Selama ini aku hanya dipermainkan olehnya, ia berkata bahwa ia tidak akan menuruti apa kata orang tuanya, wajah cantik itu ternyata menipuku, ia berbohong. Selama ini aku menjaganya dari berbagai rintangan, ini akhir yang ku dapatkan?

Ia sangat teramat membenci Meira, terlebih keluarga Meira. Seumur hidupnya ia dipermainkan begitu saja, bahkan Meira baru saja mengatakannya putra dari seorang budak, Lintang merasa bahwa ia dianggap tidak mempunyai harga diri.

***

"Kak Lintang, Kak Lintang kenapa? Bangun, Kak," panggil Yakira sembari menepuk-nepuk pipi Lintang.

Namun, pemuda itu masih tidak sadar.

Setetes air mata keluar dari mata Yakira, membasahi pipi Lintang. Gadis itu merasa sangat terkejut karena tidak pernah melihat Lintang selemah ini.

"Yakira?" Kata Lintang, matanya mulai terbuka, menatap Yakira seksama.

"Kak Lintang jangan sakit, nanti siapa yang jagain gue?" Ucap Yakira merengek.

Lintang berusaha berdiri tetapi Yakira tetap ingin membantu Lintang untuk berdiri.

"Maaf. Kenapa lo ke sini?" Tanya Lintang.

"Enggak, gak kenapa-kenapa. Cuma pengen liat Kak Lintang aja," Yakira mengeles, walau sejujurnya ia ingin mengajak Lintang bermain.

Sebenarnya Lintang tidak percaya akan hal itu, karena Lintang tahu bahwa Yakira sebenarnya membencinya, dan pastinya ia tidak akan mencari Lintang kalau tidak ada keperluan apapun.

"Kenapa sih, wajahnya kayak yang gak percaya gitu, gue beneran mau ketemu lo kok, gak ada apa-apa lagi," kata Yakira dengan nada emosi.

Lintang terkekeh, "Gue gak bilang gak percaya tuh?" Ucap Lintang pada Yakira.

"Tapi wajah lo keliatan kayak bilang gue bohong!" Ucap Yakira sembari melipat kedua tangan di dadanya.

"Emang wajah bisa ngomong?" Lontar Lintang, Yakira mengernyitkan jidat dan matanya.

Lintang sudah menduga akan terjadi hal seperti ini, Yakira adalah seorang gadis yang mudah sekali untuk diledek olehnya. Belum apa-apa Yakira sudah marah.

"Kok jadi lo yang marah?" Ujar Lintang.

"Kak Lintang gak jelas, pokoknya gak jelas! Kak Lintang nyebelin," ucap Yakira pada Lintang.

Pemuda itu bingung harus merayu Yakira seperti apa, karena dulu sudah banyak sekali cara yang ia coba dan yang berhasil hanya satu atau dua kali saja.

"Gue baru sadar lho ini," ucap Lintang seperti merajuk.

Lalu Yakira menatap kedua sorot mata Lintang, gadis itu merasa kasihan, ia terlalu sering marah dan memaki Lintang bahkan karena hal sepele sekalipun.

"Maaf," kata Yakira sembari menunduk.

"Maafnya kok gitu?" Kata Lintang sembari sedikit meledek Yakira.

"Maafin gue ..." ucap Yakira sembari menatap Lintang, "Gue lupa kalau lo tadi kecapean, Kak," lanjut Yakira.

"Yaudah, gak perlu dipikirin lagi. Jadi lo mau ngapain?" Ujar Lintang terus terang.

"Itu ... apa ya," Yakira mendadak melupakan hal yang ingin ia katakan.

"Apa?" Kata Lintang sekali lagi.

"Itu ... mau main, hehe," jawab Yakira. Ingin sekali Lintang menggelengkan kepalanya, bagaimana gadis yang sudah mulai bertumbuh dewasa ini masih menyukai berbagai macam permainan? Namun, Lintang memilih untuk tidak menggelengkan kepalanya, dan mengangguk untuk mengiyakan keinginan Yakira.

TBC

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Langkah RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang