Keesokannya, saat jam istirahat aku dan Ricky pergi ke rumah orang tua Ricky untuk menemui ponakan Ricky. Sesampainya di sana aku melihat ibu Ricky yang masih cantik meskipun usianya sudah nggak muda lagi. Mungkin sekitar usia 60 tahun. Ya, mungkin sekitar segitu.
Seorang gadis cilik menggenggam tangan ibu Ricky sembari menatapku tanpa berkedip.
"Halo." Aku melambaikan tangan pada gadis cilik itu. Takut kalau dia menatapku terlalu lama tanpa berkedip bisa-bisa dia menganggapku ibunya lagi.
"Nek, apa dia mommy?"
Tuh kan aku bilang juga apa. Dia pasti mengira aku ibunya. Setahuku, ponakan Ricky ini yatim piatu. Dia ditinggal orang tuanya saat masih berusia dua tahun dan diasuh keluarga suami dari adik Ricky.
Ibu Ricky menatap cucunya dengan senyum menahan kesedihan. "Ya."
Aku melongo saat Ibu Ricky ini menjawab 'ya'. Maksudnya ini apa? Aku menoleh pada Ricky yang enggan menatapku.
"Pak," bisikku. "Ini maksudnya apa ya?" Aku bertanya sembari berbisik.
"Udah diem aja." Jawab Ricky singkat.
Eh, nggak bisa begitu dong! Mau mengelak tapi aku nggak tega lihat wajah mungil ponakan Ricky ini.
Ibu Ricky melepas genggaman tangannya dan menyuruh gadis cilik itu mendekati Ricky. Dia menatapku dan berkata, "Kamu ikut saya ya."
Aku menyusulnya.
Berjalan di rumah yang besar ini rasanya seperti diintimidasi. Apalagi melihat vas bunga mahal, dinding, kaca berbingkai emas. Seolah mereka sedang melihatku dari sudut pandang kemiskinan.
Ibu cantik ini menatapku seraya tersenyum. "Elsa itu yatim piatu. Dia menganggap Ricky itu ayahnya. Dia selalu bilang ke Ricky untuk mencari mommy-nya. Tapi, ya, putraku itu sulit sekali kalau disuruh mencari pacar dan menikah."
Hening sejenak.
"Kamu tahu kan, banyak sekali wanita yang mau sama dia. Kadang-kadang hal ini membuat saya khawatir."
Aku mengangguk.
"Sepertinya Elsa suka sama kamu." Dia berkata dengan wajah tersenyum cerah. "Kamu mau kan dipanggil mommy sama Elsa?"
Aku mengerjap-ngerjap beberapa saat.
"Saya tidak pernah melihat Elsa selama itu menatap orang selain kamu. Tadi juga dia nanyain apakah kamu mommy-nya." Dia kembali tersenyum.
"Saya sepertinya nggak cocok dipanggil Mommy sama Elsa. Maksud saya, saya ini bukan siapa-siapa dan saya hanya karyawan Pak Ricky."
"Ini nggak ada hubungannya sama status kamu sebagai karyawan Ricky."
Aku harus tetep bisa jaga image, padahal rasanya pengen banget guling-guling di lantai. Jadi ibu beneran buat Elsa juga nggak papa, Bu. Hehehe.
"Bu, Pak Ricky itu bukannya punya pacar ya?" Entah kenapa mulutku malah bertanya tentang pacar Ricky. Kadang nggak bisa direm nih mulut.
"Pacar? Siapa?"
Tatapan mata Ibu Ricky seolah seperti sedang menutupi sesuatu. Berarti sebenarnya dia tahu tentang Lidya. Mantan pacar Pak Ricky yang katanya hamil itu.
"Ricky itu..." Dia menghela napas sejenak.
Aku pikir Ibu Ricky ini mau ngomong sesuatu tapi aku tunggu-tunggu dia diem aja.
"Pak Ricky gimana, Bu?"
"Nggak papa." Dia tersenyum misterius.
***
Saat aku kembali ke kantor setelah dapet makan gratis di rumah Ricky bersama ibunya dan Elsa, aku menatap Ricky sembari mencurigai sesuatu. Ricky ini manusia langka. Bukan manusia, maksudnya cowok yang langka. Oh, iya dia udah 32 tahun bukan cowok lagi tapi aki-laki.
"Kenapa mata kamu nyipit-nyipit begitu?"
"Mata saya kan minus 6. Wajar dong kalau nyipit-nyipit begitu." Kataku sambil mempertahankan mata menyipit
"Kalau mata minus nyipitnya ke objek yang jauh bukan nyipit ke objek yang jaraknya cuma sejengkal." Kata Ricky mulai emosi. "Kalau kaya gitu mata kamu itu bukan minus tapi plus."
"Ini mata siapa?" aku menunjuk ke arah sudut mataku.
"Mata kamulah!" Jawab Ricky dengan dahi mengernyit kesel.
"Yaudah suka-suka saya, Pak. Gini-gini saya mommy-nya Elsa loh." Sejurus kemudian aku kabur kembali ke ruanganku bersama dengan Karina dan Shopia.
Aku takut diamuk Ricky!
Meskipun karyawannya ini kurang ajar, aku tahu Ricky nggak akan berani buat mecat aku. Kalau ditanya jawabannya kenapa, ya, aku juga nggak tahu. Hehehe.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Possesive Boss
RomanceAdult Romance 21+ !!!Kayaknya semua yang aku lakuin itu salah deh di mata si Ricky ini. Semuanya serba salah. Kalau aja aku ini keturunan penyihir udah aku kutuk deh nih orang. Udah songong, sombong, banyak tingkah. Sok ganteng dan sok apa lagi ya...