Possessive Boss - 18

474 46 0
                                    


Saat pulang kantor aku melihat Kevin menungguku di depan pintu apartemen. Dia tersenyum kepadaku. Senyum yang selalu membayangi malam-malamku saat kami masih awal-awal berpacaran dulu. Tapi, itu dulu. Sekarang, aku mesti biasa aja. Nggak boleh terbawa perasaan.

"Kevin, sejak kapan di sini?"

"Sejaman yang lalu."

"Hah? Kamu nungguin aku sampe sejam gitu?"

Kevin mengangguk. "Tadinya sih mau nyusulin kamu ke kantor tapi berhubung bos kamu itu rese jadi aku tungguin kamu aja di sini."

Aku mencari kunci di tas dan membuka pintu apartemen. Kevin menyusulku masuk ke dalam apartemen.

"Emang iyaya, kamu mau nikah sama dia?" Kevin bertanya tanpa basa-basi.

"Nggak. Pak Ricky bercanda aja." Aku nggak tahu maksud dari ucapan Ricky saat ada Kevin di sini. Tapi, ya, entahlah. Aku nggak mau mikirin itu. Ngapain juga aku mikirin ucapan Ricky.

"Mau kopi atau teh?"

"Kopi aja."

"Oke."

Aku membuatkan kopi buat Kevin di dapur. Saat aku menuangkan kopi sachet ke cangkir, ponselku berbunyi 'bip'. Sebuah pesan dari Ricky.

Jam 8 malam saya ke apartemen kamu.

Mau ngapain sih, Pak? Saya mau istirahat. Capek abis kerja. Jam 8 saya mau tidur. Nggak mau diganggu apalagi diganggu sama Pak Ricky!

Anak buah mau istirahat masih aja diganggu. Bos macam apa sih si Ricky ini. Kerjaannya gangguin aku mulu. Nggak di kantor, nggak di luar kantor. Bener-bener di luar nurul.

Aku memberikan secangkir kopi panas pada Kevin.

"Makasih." Ucapnya.

"Kamu ke sini terus nanti pacarnya marah loh." Aku duduk di sampingnya.

"Aku nggak punya pacar, Dav." Kevin tersenyum.

"Uhuk... uhuk..." Aku terbatuk-batuk.

Kevin menyeduh kopi panas lalu menyesapnya perlahan. "Kamu sendiri sama Ricky hubungannya apa?"

Aku mengerjap-ngerjap menatap Kevin. "Nggak punya hubungan apa-apa selain atasan dan bawahan. Kamu tahu darimana kalau Ricky itu bos aku?"

"Ayah Ricky itu temen om aku. Aku tahu sedikit tentang Ricky tapi Ricky kayaknya nggak tahu aku."

"Iya, Ricky itu cuper cuek sih kalau sama orang. Karyawan yang nggak dikenal aja dikasih nama seenaknya. Dia kasih nama 'marmut'."

"Hahaha." Kevin terbahak saat aku menyebut nama 'marmut'.

"Lucu ya?" Tanyaku.

"Iya. Kamunya yang lucu, Dav. Ekspresi kamu bikin ketawa." Dia kembali terbahak. Aku pikir dia nertawain karyawan yang dipanggil 'marmut' tadi.

"Well," Kevin kembali menyesap kopinya. "Aku seneng banget bisa ketemu kamu lagi. Aku seneng banget kita bisa ngobrol begini. Aku harap kita bisa tetep kaya gini, Dav."

Hening.

"Ya, sebagai temen."

"Aku sebenarnya pengen balikan sama kamu."

Sesaat setelah perkataan itu terucap aku dibuat merinding sama Kevin.

"Jujur aja aku masih sayang banget sama kamu. Selama 2 tahun perpisahan kita aku nggak bisa lupain kamu."

Jreng... jreng... jreng... jreng...

"Aku tahu kita beda agama dan kita nggak bisa bersatu karena perbedaan itu, tapi aku beneran sayang sama kamu, Dav. Aku mau kita bareng-bareng lagi kaya dulu. Aku nggak bisa ngebayangin kamu sama yang lain."

***

Aku menelepon Shopia dan Karina secara bersamaan setelah kepulangan Kevin. Bagaimana bisa sih Kevin masih mau nunggu aku bahkan dia rela pindah agama asal dia bersatu sama aku. Ini kan gila!

Aku menceritakan semua perkataan Kevin di telepon.

"Lo masih sayang nggak sama Kevin?" Tanya Karina.

"Emmm—" Otakku mulai berpikir keras. "Soal perasaan sih masih ada. Tapi, sedikit."

"Yaudah lo jalanin aja dulu lagi sama Kevin. Dia kayaknya serius sama lo. Tapi, jangan buru-buru. Liat aja gimana nanti." Saran Karina.

"Lo tuh ya, Kar, ngomong seenaknya mulut aja. Gimana dengan Pak Ricky coba? Lo pikir Pak Ricky itu nggak naksir sama Davina? Sikapnya aja nunjukkin dia naksir sama lo, Dav. Lo-nya aja bego!" Shopia mencak-mencak.

Aku terdiam sesaat.

"Lo yakin?" Tanya Karina ke Shopia.

"Ricky kayaknya gengsinya gede selangit jadi kalaupun naksir Davina dia nggak bakalan ngakuin." Shopia menguap.

"Tadi sore juga Ricky ngechat gue. Dia mau ke apartemen jam 8 malem ini."

"Nah!" Seru Shopia. "Lo pikir deh, ngapain dia ke apartemen lo jam 8 malem. Bahas soal kerjaan? Seharusnya kalau Ricky mau bahas kerjaan dia harusnya lebih sering ke Mitha. Kan Mitha yang lebih sering ngehandle pekerjaan Pak Ricky."

"Aduh, resiko jadi cewek cantik emang begitu ya." Di tengah kebingungan aku menyempatkan diri untuk memuji diri. Wkwkwk.

"Sialan lo, Dav!" Umpat Shopia.

"Apa perlu kita juga ke apartemen lo, Dav?" tanya Karina.

"Eh, ngapain? Lo mau gangguin Pak Ricky sama Davina?"

"Ya kan, barangkali kita jadi mata-mata gitu. Jadi kita bisa nilai ini Pak Ricky seriusan suka atau nggak sama Davina."

Bip... bip... bip...

"Eh, Ricky chat gue lagi."

Saya di depan pintu cepet buka!

"Aduh, dia udah di depan pintu nih. Gimana?" Aku mendadak panik.

"Ya, cepetan lo buka pintunya sebelum dia ngamuk!" Seru Shopia dengan mata melotot ke arahku.

"Gue matiin VC-nya ya. Hati-hati lo, Dav. Kalau malem ini bakal ada kejadian gimana-gimana kita nggak ikutan ya. Haha!" Karina mematikan ponselnya disusul Shopia.

Kenapa mereka ngomongnya gitu sih? Barangkali Ricky bawa Elsa.

***

Possesive BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang