Aku menghela napas perlahan sebelum membuka pintu apartemen untuk menyambut tamu agungku—Si Bos Paling Nyebelin. Aku memeriksa detak jantungku yang berdegup kencang. Apakah ini pertanda kalau aku mulai takut dengan Ricky? Soal mimpi itu... ah, biarlah. Itu hanya mimpi aja kan. Nggak ada artinya sama sekali.
Ricky mengenakan kaus putih yang dipadukan kardigan warna biru gelap. Dia menatapku seolah dia baru aja salah pesan makanan.
"Masuk, Pak." Aku mempersilakannya masuk.
Dia masuk tanpa mengatakan apa pun.
"Pak Ricky ini ada apa sih ke sini malem jam 8 begini?" Aku bertanya sok serius.
"Saya ini atasan kamu, mau saya ke sini, mau saya ngapain aja kamu hanya perlu menyambut saya."
Agak ambigu mendengar kalimat 'ngapain aja'. Hmmm, dia pikir ini apartemen bordir bisa ngapain aja di sini.
Ricky menoleh. "Kenapa kamu liatin saya begitu?"
"Ini mata saya, Pak. Saya bebas ngapain aja dengan mata saya termasuk liatin Pak Ricky kaya gini." Aku mempraktekan mata sinis.
"Jangan kebanyakan tingkah." Ricky memundurkan wajahku dengan sebelah tanagnnya yang menempel di wajahku. "Cepet buatin saya kopi. Saya tunggu satu menit."
"Ih, mentang-mentang bos jadi seenaknya begitu. Huft!"
Setelah membuatkan Ricky kopi, aku menatapnya serius. Aku harus bisa mastiin sikapnya ke aku itu karena dia naksir aku atau karena ada sesuatu. Sesuatu yang ngebuat dia selalu pengen deket-deket sama aku. Tapi apa ya? Apa ada sesuatu yang menarik dari diriku?
Setelah ketemuan sama Kevin sekarang sama Ricky. Susah juga ya bagi waktu buat 2 pria yang mengejar-ngejarku. Wkwkwk.
Ricky menyeduh kopi dan menyesapnya perlahan. "Saya ke sini mau nawarin proposal pernikahan ke kamu."
"Eh?" Aku ternganga mendengar pernyataannya barusan.
"Dhea itu sebenarnya anak dari rekan bisnis ayah saya. Dia mau dijodohkan sama saya tapi saya nggak mau."
Tunggu, beri aku waktu buat mencerna kata-katanya.
"Pantesan tatapan mata Dhea bengis banget ke saya, Pak. Jadi dia itu calon istri Pak Ricky?"
"Bukan calon istri. Saya dan Dhea dijodohkan kalau kita cocok. Saya ngrasa nggak cocok sama Dhea—"
"Jadi, Pak Ricky cocoknya sama saya?" Selaku.
"Jangan menyela dulu. Saya nggak bilang saya cocok sama kamu ya. Tapi, kamu bisa bantu saya buat Dhea menjauh dari saya dengan pernikahan ini."
"Emang yakin kalau Dhea bakalan menjauh bukannya malah makin menjadi-jadi?"
"Saya lebih yakin kalau yang menjadi-jadi itu kamu setelah menjadi istri saya."
Aku memonyongkan bibir mendengar ucapannya.
"Saya akan siapkan proposalnya besok. Kamu harus tanda tangani ini dan resign dari kantor. Kamu akan tinggal bersama saya dan Elsa di rumah saya."
"Pak, kalau saya nggak kerja saya dapat uang dari mana?"
"Kamu itu istri saya malah mikirin uang. Otak dipake." Katanya sambil menunjuk ke dahiku.
"Jadi, saya nggak perlu mikirin uang karena semuanya dijamin Pak Ricky begitu?"
Ricky mengangguk. "Jangan nanya lagi soal uang."
"Tapi Pak emang jatah saya tiap bulan berapa? Jangan sampe di bawah gaji saya kerja sama Pak Ricky."
"Jangan nanya terus." Kata Ricky yang mulai kesal denganku.
"Saya kan cuma mau mastiin aja, Pak."
Hening.
Ricky menyesap kopinya.
"Pak, kita nikah beneran ya?"
"Ya."
"Berarti saya harus bawa orang tua saya dari kampung?"
"Nggak usah."
"Terus wali saya siapa nanti?"
"Wali dari KUA aja."
"Ih, Pak Ricky. Ini nikahannya mewah ya, Pak."
"Sederhana aja."
"Nanti apa kata orang-orang sekelas Pak Ricky nikahannya sederhana."
Aku yakin Ricky udah berada di ambang batas kesabarannya. Aku pikir Ricky akan marah besar sama aku karena ketidaktahuan diriku ini. Tapi, yang terjadi adalah...
Dia menarik wajahku mendekati wajahnya dan bibirnya memagut bibirku. Aku mengerjap-ngerjap saat merasakan ciuman itu.
***
Jangan lupa vote dan komentarnya ya ^^
Happy reading semuanya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Possesive Boss
RomanceAdult Romance 21+ !!!Kayaknya semua yang aku lakuin itu salah deh di mata si Ricky ini. Semuanya serba salah. Kalau aja aku ini keturunan penyihir udah aku kutuk deh nih orang. Udah songong, sombong, banyak tingkah. Sok ganteng dan sok apa lagi ya...