Ricky terdiam sesaat setelah memekik marah padaku seolah aku telah melakukan kesalahan fatal. Apa yang aku katakan itu kan untuk kebaikan dia juga. Toh, menikahi Dhea nggak akan rugi malah untung. Berbeda dengan menikahi malah yang ada hanya kerugian.
"Aku nggak mau lepasin kamu."
"Rick..."
"Ust..." Ricky menempelkan jarinya ke bibirku. "Dengar ya, kita bisa cari solusinya sama-sama. Aku yakin aku bisa lewatin semua ini." Dia melepaskan jarinya dari bibirku.
Mendadak sudut hatiku menghangat dibuatnya. Tatapan mata dan suara lembutnya membuat mulai berpikir kayaknya aku mulai benar-benar jatuh cinta sama Ricky. Tapi, eits! Nggak semudah itu buat bilang kalau aku jatuh cinta sama dia.
"Well, gimana kalau kita berpisah buat sementara sampai keadaan membaik terus kita bisa sama-sama lagi. Aku tahu kalau kamu nggak mau lepasin aku. Aku emang selalu jadi inceran cowok-cowok tapi jujur aja aku nggak mau diincer sama kamu, Rick. Kita bermusuhan dan akan selalu bermusuhan. Kita tahu kalau kita ini emang susah buat bersatu. Karena ya, kita ini musuh." Aku nggak ngerti dengan ucapanku sendiri yang ngalor-ngidul nggak jelas ini.
Ricky menenggak wine.
Dia menatapku. Lama dan intens.
"Terserah kamu anggap aku apa." Katanya acuh tak acuh.
"Gimana dengan saran aku tadi?"
Ricky berdiri dan menarik tanganku. Dia membawaku ke kamarnya dan menjatuhkan aku di atas ranjang. Aku ternganga dibuatnya. Untuk beberapa saat aku seperti kehilangan kesadaran.
Ricky melakukan peregangan dengan memutar kepalanya ke kiri dan ke kanan.
Kesadaranku kembali dan aku duduk di tepi ranjang kamarnya. Aku menatapnya. Kalau dilihat-lihat Ricky ini emang ganteng banget. Bukan cuma ganteng tapi dia juga punya kharisma yang kuat. Nggak heran Dhea sampai sesinting itu buat bisa dapetin Ricky.
"Kamu bilang kita ini musuh kan?" Ricky menggulung lengan kemejanya.
Apa dia mau melampiaskan stresnya dengan menjadikan aku samsak?
"Iya."
"Oke, mari kita bertarung."
"Gila kali ya, bertarung sama pria. Aku bukan ahli bela diri."
"Ayo, sini." Ricky seolah nggak peduli dengan ucapanku.
Ah, nggak mungkin Ricky bakal ngelakuin hal konyol ini kan. Nggak mungkin banget dia ngajakin aku bertarung. Ninju nyamuk aja aku nggak tega apalagi ninju muka dia.
"Div, kok diem."
Dia menarikku dan membawaku ke cermin. Dia berdiri di belakangku sambil menatap wajahku dari pantulan cermin.
"Aku disuruh ngaca?" tanyaku.
"Nggak."
"Terus ngapain?"
"Aku cuma lagi menimbang-nimbang kecocokan antara kita. Tapi, kita nggak punya kecocokan apa-apa. Saat kamu masih bekerja kita itu kaya Tom and Jerry. Setelah kamu jadi istriku kita nggak seintens dulu untuk berdebat."
Aku nggak ngerti sama ucapannya. Jujur aja, aku nggak nyaman berada di dalam kamarnya bersama Ricky dan melihat Ricky menatapku dengan tatapan yang entahlah.
"Aku ingin kamu tahu kalau aku akan melakukan apa pun kalau itu kemauanku. Termasuk nikahin kamu."
Mataku melebar. "Iya, karena Elsa memanggilku 'mommy'. Dia menganggapku sebagai ibunya dan kamu nggak mau bikin Elsa kecewa."
Ricky tersenyum tipis.
Apa bukan itu alasan sebenarnya Ricky menikahiku? Lalu apa? Dia naksir sama aku? Atau dia pengen balas dendam karena selama jadi karyawannya aku selalu memberontak tapi dia nggak bisa mecat aku tanpa hormat?
"Apa kamu pikir hanya karena Elsa manggil kamu 'mommy' terus aku nikahin kamu?" kedua tangan Ricky melingkar di pinggangku. Dia memelukku dari belakang dengan erat. Dagunya bersandar di bahuku.
"Terus apa?" Aku mulai menyadari kalau dadaku berdebar lebih cepat dari sebelumnya.
"Karena aku menginginkanmu." Jawab Ricky. Dia mengecup leherku lembut. Dan kecupan itu sukses membuat tubuhku merinding.
Apa wine udah ngambil alih kesadarannya?
Apa mungkin dia menginginkan aku dari dulu?
Bibir Ricky masih di sana. Di leherku mengecup hingga meninggalkan tanda merah.
Aku mulai memberontak.
"Lepasin..." Entahlah. Aku seperti ketakutan sendiri. Mungkin karena dia mulai jujur padaku. Dan kejujurannya membuat aku takut.
***
Aku terbangun dan terkejut melihat Ricky di sebelahku bertelanjang dada tanpa mengenakan apa pun. Tubuh bagian bawahnya tertutupi selimut. Aku mengerjap-ngerjap beberapa saat. Aku menarik selimut yang menutupi tubuhku.
"Oh my God!" oke, nggak seharusnya aku berpura-pura nggak tahu apa-apa tentang semalem karena faktanya aku tahu apa yang terjadi semalem antara aku dan Ricky. Dan dengan sangat jelas aku bisa merasakan tubuhnya menindihku.
"Ini bukan malam pertama kita." Dia berada di atas tubuhku. Menindihku sembari menatapku dengan tatapan yang... sangat menggairahkan. Aku harus jujur kalau aku menyukai tatapannya itu.
Tanganku menyentuh bahunya yang bergerak maju-mundur secara perlahan.
"Apa aku lagi mimpi?"
Ricky tersenyum tipis. Gerakannya semakin pelan seolah dia nggak mau segera menyudahi semua ini.
"Iya, mimpi."
Wajahku mendongak. Sensasi itu makin tak tertahan.
"Aku nggak akan rela melepaskanmu."
"Karena kamu menyukaiku?" Aku menggigit bibir bagian bawah.
"Nggak. Aku nggak suka kamu, Div. Aku cuma mau kamu."
"A-aku... nggak... ngerti... Eummm..." entah seberantakan apa wajahku saat itu.
*** (Bab 35 lanjutannya ada di Karyakarsa ya. nama akun : Sabrinawd) Baca di Karyakarsa dulu ya biar nggak bingung nanti di bab 36 👩🦰
link : https://karyakarsa.com/Sabwd/possessive-boss-35-adult-scene
KAMU SEDANG MEMBACA
Possesive Boss
RomanceAdult Romance 21+ !!!Kayaknya semua yang aku lakuin itu salah deh di mata si Ricky ini. Semuanya serba salah. Kalau aja aku ini keturunan penyihir udah aku kutuk deh nih orang. Udah songong, sombong, banyak tingkah. Sok ganteng dan sok apa lagi ya...