Esok paginya saat aku membantu Karina membuat mie instan, aku melihat mantanku—Kevin mendatangi tempat camping kami. Dia hendak mendekatiku tapi entah datang dari mana tiba-tiba Ricky muncul dan menghentikan langkah Kevin.
"Ada apa?" tanya Ricky tanpa basa-basi.
"Saya mau ketemu Davina."
"Davina nggak bisa ditemuin. Dia sibuk masak buat anak-anak."
Mendengar pernyataan Ricky aku ingin sekali menghampiri mereka. Tapi, aku harus ingat kalau aku dan Kevin putus karena beda agama. Aku nggak mau membangungkan perasaan itu lagi.
"Oh," Kevin melirikku, tapi aku pura-pura nggak melihatnya
"Kamu teman sekolah Davina?" tanya Ricky.
"Emmm, bukan. Kalau begitu saya permisi ya."
"Ya." Sahut Ricky singkat.
Aku bisa melihat ekspresi kecewa Kevin.
"Lo kenal cowok itu?" tanya Karina.
"Dia mantanku waktu aku masih kerja di perusahaan omnya."
"Hah?" Karina menatapku aneh.
"Aku lupa kalau dia mantanku, Kar." Aku memasang ekspresi sedih karena hampir lupa dengan mantan terakhirku itu.
"Lo, kok bisa lupa sih, Dav, sama mantan lo sendiri. Parah!" Dari ekspresi wajahnya Karina tampak ingin mencekikku.
***
Aku membeli makanan di warung bawah untuk Elsa. Aku nggak mau Elsa makan mie instan. Jadi, aku belikan dia makanan di warung yang ada di bawah tempat camping kami. Saat aku hendak mendekati Elsa yang sedang minum susu hangat buatan Shopia, Dhea tiba-tiba di depanku hingga aku terkejut.
"Sebenarnya, ada hubungan apa kamu sama Pak Ricky?"
Anak ini biasanya sopan dan memanggilku dengan panggilan mbak. Tapi, hari ini dia manggil aku dengan kata 'kamu'. Ini bukan soal senior dan junior tapi ya, aneh aja orang biasanya manggil pake kata 'mbak' sekarang malah 'kamu'.
"Hubungan?" dahiku mengernyit. "Aku dan Pak Ricky nggak punya hubungan apa-apa."
"Kenapa Elsa manggil kamu 'mommy'?"
"Karena aku mirip ibunya mungkin. Tolong, kasih aku jalan, Elsa udah kelaperan nanti aku diomeli Pak Ricky. Kamu mau tanggung jawab?" Perlu di gas juga nih bocah.
***
Aku menyuapi Elsa dan teringat semalam. Malam itu kami semua tertidur. Aku tidur di samping Elsa. Dia mengucapkan selamat malam dan tidur. Lalu, dengan ragu aku mencium kening Elsa saat Elsa mulai tertidur. Aku belum bisa tidur karena kehadiran Kevin membuat tidurku nggak nyaman.
Elsa memelukku dan dia menyebut 'mommy'. Aku dibuat haru oleh ucapannya. Apakah dia sedang merindukan ibunya yang udah nggak ada itu.
"Elsa boleh ikut tinggal di rumah, Mommy?"
"Eh?"
"Elsa pengen tinggal sama mommy." Dia menatapku penuh harap.
"Eummm, mommy sih boleh-boleh aja tapi apa boleh sama nenek Elsa dan papih Elsa?"
Elsa menatap omnya. "Pasti boleh." Katanya sembari memalingkan wajahnya ke arahku.
"Sayang, Elsa. Mommy itu kerja di kantor papih. Dan mommy jarang di rumah. Itu juga bukan rumah, tapi apartemen sewa yang murah. Apartemennya kecil. Rumah nenek kan lebih nyaman, luas dan gede banget. Beda banget deh sama tempat tinggal mommy."
"Kenapa Mommy nggak tinggal sama papih aja?"
Mataku melebar mendengar pernyataan Elsa. "Mommy..." Aku bingung menjawab pertanyaan Elsa.
"Kalau Mommy tinggal sama papih, Elsa bakalan tinggal di rumah papih."
Aku tersenyum. Senyum meringis. Sekantor sama Ricky aja buat aku ngap-ngapan apalagi serumah sama Ricky.
"Coba Elsa bilang sama papih. Tapi, pasti papih nggak mau kalau mommy tinggal serumah sama papih."
"Kenapa?"
"Karena Mommy penyebab stresnya papih."
"Hahaha." Elsa terbahak hingga Ricky dengan cepat menatapku. Mungkin dia pikir aku membuat lelucon yang membuat ponakannya terbahak.
Jefry dan Aldy santai ngopi di bawah pohon pinus. Mitha, Novi dan Dhea menikmati mie instan sembari melirik-lirik ke arahku. Aku pasti jadi bahan obrolan mereka.
"Cepet nyuapin Elsa karena aku mau ajak kamu lari pagi." Kata Ricky.
"Pak, matahari udah terbit. Nanti aja larinya kalau matahari belum terbit."
"Siang ini kan kita pulang."
"Pak, saya itu orangnya males olahraga."
"Nggak boleh olahraga kalau Elsa nggak ikutan."
Kami berdua menatap wajah Elsa.
"Oke."
***
Ricky, aku dan Elsa lari-lari kecil menyusuri perumahan warga. Di samping kami ada sungai kecil yang airnya jernih dipakai untuk mencuci pakaian para ibu-ibu. Sesekali aku menyapa ib-ibu itu yang membalas sapaanku dengan ramah.
Saat kami berada di perumahan warga yang elit. Bisa dilihat dari rumah yang dibangun dengan desain yang lebih modern dan kekinian, kakiku tiba-tiba mengalami kram. Dan aku keseleo.
"Awww..." Aku mengerang kesakitan sembari duduk di pinggir jalan.
"Mommy, kenapa?" Elsa bertanya panik.
"Jangan manja deh, ayo cepetan kita lari lagi. Tanggung!" Sembur Ricky.
"Saya sepertinya keseleo, Pak." Aku mencoba menggerak-gerakan kaki sebelah kiriku itu. "Karina bisa urut kaki keseleo, Pak. Panggilin Karina aja."
"Saya nggak bawa hp."
"Pap, gendong mommy aja."
Aku melongo mendengar perkataan Elsa.
"Gendong?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Possesive Boss
RomanceAdult Romance 21+ !!!Kayaknya semua yang aku lakuin itu salah deh di mata si Ricky ini. Semuanya serba salah. Kalau aja aku ini keturunan penyihir udah aku kutuk deh nih orang. Udah songong, sombong, banyak tingkah. Sok ganteng dan sok apa lagi ya...