Possessive Boss - 25

490 50 1
                                    

Aku menelepon Karina dan Shopia berkali-kali tapi nggak ada yang ngangkat satu pun. Mereka lagi sibuk apa sih? Kenapa di saat genting begini mereka nggak bisa diandelin. Lama-lama aku pecat mereka berdua nanti. Sebagai seorang istri CEO aku berhak kan memecat Karina dan Shopia.

"Huaaaahhh!" Aku misuh-misuh sendiri.

"Mommy kenapa?" Elsa mendekatiku. Dia membawa puding buatanku. "Ayo makan. Puding buatan mommy enak loh. Katanya makanan dan minuman dingin bisa memperbaiki mood." Elsa mendekatkan sendok di mulutku.

Sebenarnya nih anak kecil apa orang dewasa sih hal kaya gini aja bisa tahu. Elsa masih 7 tahun kan. Dia belum 13 tahun.

"Makasih, Elsa, sayang." Aku tersenyum pada Elsa. Seburuk apa pun keadaanku saat ini aku harus tetap tersenyum pada Elsa karena berkat Elsa derajatku terangkat menjadi seorang istri CEO yang sombong itu.

"Mommy sebenarnya kenapa?" Tanya Elsa lagi.

"Nggak papa, sayang."

"Kalau mommy ingin cerita Elsa mau dengar kok."

Aku menatapnya haru. Dia masih kecil tapi, udah bisa bersikap sedewasa itu. Apa karena hidup tanpa orang tua dia bisa jauh lebih dewasa dari pada anak-anak seusianya. Bagaimana bisa aku menolak seorang anak bermata malaikat yang memanggilku 'mommy' itu?

"Mommy?"

"Ya, Mommy nggak papa, sayang. Sedikit kesel aja sama papah kamu."

Elsa tersenyum. "Pap memang kadang-kadang nyebelin tapi pap orang paling baik yang Elsa tahu selain nenek dan kakek."

Aku mengelus rambutnya lembut. Anak-anak seusia Elsa itu harusnya ceriwis dan mempertanyakan banyak hal termasuk hal-hal ajaib. Tapi, Elsa nggak kaya gitu. Dia lebih kalem dan tenang. Apa memang ibunya seperti itu ya, anak itu kan cerminan orang tuanya. Mungkin setenang dan sekalem itu ibu Elsa.

"Elsa, Pap mau ngomong sama mommy dulu ya." Ricky tiba-tiba muncul.

"Oke, Pap. Mommy mau lagi pudingnya?"

"Nggak, sayang, untuk Elsa aja ya."

Elsa menganguk. Dia pergi sembari membawa puding asal-asalan buatanku. Padahal puding buatanku itu rasanya biasa saja tapi Elsa begitu menyukai pudingku yang biasa-biasa aja itu.

"Kamu cerita apa aja ke Elsa?" tanya Ricky dengan dahi mengernyit.

"Cerita apa sih?" Aku tanya balik nggak ngerti dengan maksud Ricky.

"Iya, kamu cerita apa aja ke Elsa."

"Nggak cerita apa-apa."

"Serius?"

"Iya, Pak, serius. Memangnya saya bakal cerita apa sih ke Elsa." Aku melotot ke arah Ricky.

"Ya, kan barangkali kamu ceritain kejadian yang waktu itu." Dia memalingkan pandangannya dariku.

Hening.

Kami terdiam beberapa saat.

"Eh? Pak Ricky ini gimana sih?!" Tiba-tiba aku merasa marah. "Elsa kan anak kecil masa iya saya cerita soal saya dan Pak Ricky yang begitu...an."

Ricky menatapku heran. "Begituan gimana? Saya khawatir kalau kamu cerita soal Lidya yang datang ke sini."

"Eh? Bukan soal pas Lidya udah pergi?"

"Bukanlah. Saya masih waras buat menilai kamu sebagai orang yang waras juga."

Aku malu sendiri. Kenapa aku berpikir sampai sejauh itu sih?

"Lagian pertanyaan Pak Ricky juga ambigu sih."

"Kamunya aja yang loading-nya lama buat mencerna pertanyaan saya." Dia tampak kesal.

"Pak Ricky aja aneh-aneh pertanyaannya pake kata 'begituan' gimana otak saya nggak traveling coba."

Dia diam aja kaya lagi mikir keras.

"Semalem... saya nglakuin apa ke kamu?"

Dia nggak amensia kan sampai lupa apa yang dia lakuin semalem sama aku? Kalau sampai dia lupa parah banget emang! Tapi, aneh aja masa lupa sama apa yang dilakuin semalem aku aja masih kerasa kok enaknya—eh, paniknya. Tolong jangan ngeres!

"Pak Ricky lupa apa yang udah Pak Ricky lakuin ke saya?"

Wajahnya kaya orang bingung. Atau jangan-jangan dia Cuma pura-pura lupa sama apa yang dia lakuin ke aku? Well, dia pernah bilang kalau aku ini haram atau najis ya aku lupa. Sebab hal itu dia pura-pura lupa karena gengsi? Mungkin loh ya, tapi nggak mungkin banget deh Ricky bisa lupa secara chat dia yang nggak aku baca aja masih inget hari dan tanggalnya.

"Pak Ricky tahu nggak sih kenapa saya pake sweater yang nutupin leher gini?"

Dia menggeleng.

"Nih, liat!" Aku menarik turtle neck dan memperlihatkan leherku yang memerah gara-gara kecupan sialan Ricky.

"Tahu nggak ini apa? Ini perbuatan, Pak Ricky." Kataku di depan wajahnya biar dia sadar sama apa yang dilakukannya semalem.

***

Gaes, kalau udah baca jangan lupa vote dan komentarnya ya ^^ thank you :)

Possesive BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang