Chap. 15 : Nam

3.6K 285 2
                                    

(Becky's POV)
Sinar matahari yang menerobos kaca jendela menerpa wajahku membuatku terbangun. Aku meregangkan tubuhku yang pegal mengingat- ngingat apa yang terjadi semalam.

Semalam sungguh... liar.

Aku menoleh ke sebelah melihat Freen tertidur lelap. Siapa sangka perawakannya yang kalem dan wajahnya yang polos itu ternyata memiliki sisi yang liar ketika sudah berada di ranjang. Aku mengecup bibirnya sekilas lalu bangun dari kasur.

Ouch.

Selangkanganku terasa perih ketika aku mencoba bangun. Kurasa Freen menggempurku terlalu keras semalam. Dengan langkah tertatih- tatih aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku.

~

Saat ini aku berada di dapur berusaha memasak untuk sarapan kami berdua. Sebelumnya aku selalu memasak bersama Freen ataupun dimasakkan olehnya tapi hari ini aku ingin mencoba melayani Freen.

Kutata masakan yang sudah jadi ke dalam piring lalu membawanya menuju ke kamar.

Cklek.

Aku berpikir untuk membangunkan Freen dengan masakanku tapi ternyata dia sudah terduduk di tepi ranjang memandangi sebuah kertas. Kertas perhitungan keuangan kami. Kulihat dahinya berkerut pertanda keuangan kami tidak baik- baik saja.

"Freen, apa yang kau pikirkan hmm?" Ucapku meletakkan piring di nakas dan duduk disebelah Freen.

"Keuangan kita." Jawabnya singkat.

"Dan?" Tanyaku berharap yang terbaik.

"Ini buruk. Kita hanya mampu bertahan selama 2 bulan lagi dengan kondisi keuangan yang sekarang."

"Bukankah kamu kemarin bilang kalau keuangan kita cukup? Kenapa sekarang bisa kurang?"

"Awalnya memang cukup, Becky. Tapi karena kemarin si cabul itu membuat belanjaan kita rusak dan melukaiku, uang kita harus terpotong cukup banyak. Kita harus mengeluarkan uang untuk belanja bulanan lagi, menebus obatku, dan ponselku rusak saat kami berkelahi. Aku butuh uang untuk memperbaikinya."

Belanja bulanan memang kami lakukan setiap kali berpindah kota untuk stok makanan kami. Memang cukup mahal tapi itu berarti kami tidak perlu keluar rumah beberapa kali sebulan untuk membelinya dan meminimalisir kesempatan kami ketahuan oleh ayahku.

"Sekarang bagaimana, Freen?"

"Aku harus mencari pekerjaan."

"Tapi bukankah itu akan mengundang bahaya? Bisakah kita berhemat saja?" Tanyaku mencoba memberikan solusi.

"Becky, ini sudah kehidupan kita yang paling hemat. Tidak bisa lebih lagi. Belum lagi kalau ada biaya tidak terduga seperti kunjungan ke klinik dan lain- lain.  Aku akan mencari pekerjaan serabutan saja agar tidak terdeteksi oleh ayahmu. Kumohon biarkan aku bekerja demi kita, Beck." Mohonnya padaku.

"Tapi kau akan mencari dimana, hmm? Bukankah kau harus mengajukan berkas dan identitasmu setiap melamar pekerjaan?"

"Aku ada seorang teman yang memiliki cafe kecil disini mungkin aku bisa meminta pekerjaan padanya." Ucapnya.

"Teman? Teman apa? Dia wanita?"

"Iya, dia wanita temanku semasa sekolah. Kami cukup dekat hingga akhirnya dia memutuskan untuk pindah dari kota kami. Sejak saat itu kami sudah jarang berkomunikasi."

Aku diam saja entah kenapa mendengar bahwa Freen mempunyai teman wanita selain diriku membuat hatiku terasa panas. Dan sepertinya Freen juga menyadari tatapanku.

"Dia hanya teman, Becky, tidak lebih. Jangan berpikir yang aneh- aneh." Freen mengecup kepalaku mencoba menenangkan pikiranku.

"Hmmm... Kau yakin dia tidak akan membut kita ketahuan?" Tanyaku ragu.

"Aku sudah memikirkan masalah ini dari kemarin, Beck. Meminta pekerjaan pada temanku satu- satunya harapan teraman bagi kita."

"Baiklah aku percaya padamu." Aku sebetulnya ragu tapi kondisi kami sudah terpojok.

"Aku akan menemuinya besok."

"Siapa nama temanmu?"

"Nam."

The Runaway (FreenBecky)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang