"Jadi. Kalian belom jadian?"
Raisa tersedak setelah mendengar pertanyaan Kayla. Padahal beberapa detik lalu gadis itu sedang asyik menikmati jus mangga pesanannya.
Namun, bukan hanya terkejut, gadis itu juga tidak habis pikir karena bisa-bisanya Kayla menanyakan hal itu ketika mereka sedang tidak berdua saja.
Saat ini, Raisa dan Kayla baru saja diusik oleh kehadiran tiga laki-laki dari dunia lain. Bisa dikatakan begitu karena ketiga laki-laki itu berasal dari gedung fakultas lain.
"Gue malah bakalan kaget banget kalau mereka udah jadian, Kay."
Marka melihat Vino yang baru saja bicara. "Berasa akrab banget, lo Vin. Kalian nggak saling kenal, tahu," ucap laki-laki itu.
"Siapa bilang kita nggak saling kenal," balas Vino yang langsung melakukan kontak mata dengan Kayla. Gadis itu hanya membalasnya dengan senyum geli.
Raisa juga sempat merasa penasaran, tapi langsung menggeleng. Masalah hidup gadis itu sudah banyak dan dia tidak berniat untuk menambah beban pikiran lainnya lagi.
Rehan menyenggol lengan Marka yang belum lagi bersuara. "Jadi gimana, nih? Padahal gue sama Vino ngikut lo ke sini karena berharap dikasih pajak jadian," kata laki-laki itu sambil tersenyum.
Namun, Marka membalas senggolan di siku temannya dengan lebih keras, dia memelototi Rehan dan pelan-pelan melihat Raisa. "Bisa diem aja, nggak lo?" tanyanya, sedangkan Rehan justru terlihat bingung.
"Lagian lo ngapain ke sini, sih? Lo mau kita makin rame diomongin?"
Marka mengalihkan pandangannya saat mendengar Raisa bicara. Sepertinya dia juga sudah mulai mendengar kalau hubungan keduanya sedang menjadi salah satu topik pembicaraan yang ramai di kampus.
"M-maaf, Rai—bukan gitu maksud gue—"
"Terus maksud lo ke sini apa? Kita nggak ada janji," tanya Raisa, mengaduk-aduk minumannya sambil melihat ke tempat Marka.
Marka terdiam. Duh, harus jawab apa, nih? Masa iya gue bilang kalau gue ke sini karena kangen? Bisa makin jadi mood buruknya Raisa, kata Marka dalam hati.
"Woy. Ditanyain, tuh. Malah diem," kata Vino.
"Dia lagi nge-lag," balas Rehan, "dia bingung mau ganti jawaban pastinya sama alesan apa."
Marka menoleh karena tidak menyangka kalau Rehan bisa menebak isi kepala laki-laki itu. Namun, Marka berusaha untuk tetap terlihat tenang. Laki-laki itu masih berusaha mencari alasan.
"Gue tadi ada urusan di sini, Rai—ya memangnya urusan gue kayaknya selalu kebetulan bisa mempertemukan kita, deh," ucap Marka diikuti senyum yang ternyata tidak disangka-sangka berhasil membuat Raisa tersipu.
^^^
"Kata gue lo mending cepet jadian."
Raisa sudah tidak tahan lagi. Setelah Marka dan kedua temannya pergi, hanya tersisa Raisa dan Kayla di meja itu. Keduanya masih berada di sana karena memang jadwal kelas berikutnya masih dua jam lagi.
"Kata gue lo mending diem—aaah, udahlah, Kay. Gue bener-bener nggak tahu harus ngapain setelah ini," kata Raisa, "lo memangnya nggak kasian sama dia?"
Kayla tampak bingung. "Dia? Maksudnya si Marka? Kenapa gue harus kasian? Rai ... jangan bilang kalau, lo ...."
Raisa terdiam. Sepertinya Kayla sudah bisa menebak apa yang saat ini gadis itu pikirkan. Namun, memang benar ... sepertinya Raisa belum menganggap serius tentang perubahan situasi antara hubungannya dengan Marka.
"Rai ... kenapa?? Menurut gue dia baik," ucap Kayla.
"Dia memang baik, Kay. G-gue nggak bilang dia jahat," balas Raisa, "tapi gue memang punya alesan kenapa sampe sekarang gue ngerasa susah buat buka hati gue.
Bukan cuma ke dia, tapi ke cowok lain juga."
"Cowok lain?" tanya Kayla dengan raut wajah bingung.
Raisa mengembuskan napas berat. Gadis itu sudah bicara terlalu banyak walau pada akhirnya tidak menyesal karena dia merasa kalau Kayla sudah lebih dari cukup untuk mengetahui masa lalunya.
"Setelah kelas, lo ada waktu?" tanya Raisa.
"H-hari ini?" tanya Kayla, "ada. Gue free hari ini. Kenapa?"
"Gue mau ceritain semuanya, Kay. Maaf karena sebelumnya gue masih ngerasa ragu buat nyeritain cerita hidup gue ke elo," jawab Raisa.
Kayla pada akhirnya tersenyum. Gadis itu mengangguk pelan. "Iya, Rai. Selama ini gue tahu kalau yang lo butuhin cuma ruang dan waktu," ucapnya, "makasih karena lo udah percaya sama gue. Gue nggak bakal ngecewain lo."
^^^
"Seneng. Seneng, dah."
Marka yang sedari tadi masih tersenyum, beralih melihat Rehan. "Apa, sih? Lo nggak suka ngeliat gue seneng? Temen macam apa, tuh?" tanyanya.
"Macam, tu."
"Ck. Udahlah. Gue lagi bingung, nih," kata Vino.
"Bingung soal apaan? Kita kan lagi sibuk ngebahas Marka sama Raisa," sambar Rehan sambil melihat Vino yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya.
"A-ah, nggak jadi—"
"Lo lagi PDKT-in cewek, ya?" tanya Marka, memotong ucapan Vino.
"A-ah, enggak ...."
Rehan tersenyum geli, lalu menyenggol lengan Vino. "Nggak salah lagi. Iya, 'kan?" kata laki-laki itu, "wah! Sama siapa, nih?"
"Lo pake nanya—temennya Raisa? Kok lo bisa cepet banget, sih? Gue aja sama si Rai butuh waktu bertahun-tahun—lah elo? Baru juga berapa kali ketemu." Marka terlihat kesal.
"Lo taunya baru berapa kali, padahal udah sering," ceplos Vino.
"VIIIN??"
Vino terkekeh geli. "Mungkin karena gue sama dia sefrekuensi, jadinya enak."
"Enak-enak. Memangnya makanan?" timpal Rehan.
"A-ah, bentar-bentar—kenapa jadi bahas si Vino sama Kayla? Ini gue sama si Rai gimanaaa?" tanya Marka.
"Tanya sama diri lo sendiri aja coba. Kalau udah sampe kayak gini, lo maunya gerak lambat atau cepet? Masih aja bingung," kata Rehan, "lo harusnya udah mulai tahu si Raisa itu sukanya apa, nggak sukanya apa ...."
"Gue masih ngerasa belom tahu, Han. Walaupun udah bertahun-tahun, semua yang gue tahu soal Rai masih kerasa belom pasti dan gue takut buat ngambil kesimpulan apa-apa," jelas Marka.
"Lah? Kok aneh," ceplos Vino.
"Perjalanan lo selama kenal dia memangnya gimana, deh? Abu-abu banget?" tanya Rehan sambil melihat Marka yang tampak bingung. Laki-laki itu mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Perjalanan gue kenal sama di aitu panjang, tapi kayaknya cuma gue aja yang jalan, dianya diem," kata Marka, membuat kedua temannya hanya bisa terdiam sambil memikirkan maksud perkataan laki-laki itu.
Marka mengembuskan napas pelan. "Wajar kalau kalian bingung. Hubungan gue sama dia memang sedikit memusingkan, tapi gue tetep nggak mau nyerah karena ngerasa masih ada kesempatan buat merjuangin perasaan gue," kata Marka.
Vino mengangguk. "Ya kalau lo mikirnya kayak gitu, ya udah. Kita mah cuma bisa ngedukung lo," balasnya.
"Iya, Mar. Kita pasti bakalan nge-support lo selama lo nggak punya niatan buat nyakitin Raisa," sambung Rehan, membuat Marka melihatnya dengan raut wajah tidak mengerti.
"Bisa-bisanya lo ngomong gitu?? Memangnya gue ini ada muka-muka cowok nggak bener, ya?" tanya Marka, kemudian tersenyum setulus mungkin.
Sayangnya, senyuman Marka justru membuat kedua temannya mual.
<...>

KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Raisa untuk Cinta
Romanzi rosa / ChickLitDari Raisa untuk Cinta Cinta, apakah aku pernah merasakah kehadiranmu? Aku hampir lupa bagaimana wujud dan perasaan saat kamu ada. Jika cinta tidak bisa memberi jawaban atas pertanyaanku. Kuharap nantinya akan hadir seseorang di hidupku yang bisa me...