CINTA 20: Permintaan Pemenang

7 0 0
                                        

Suasana pada sore hari itu terasa hangat, tapi berbeda dengan suasana hati gadis yang saat ini hanya bisa diam sepanjang perjalanan. Dia sebisa mungkin mengalihkan pandangannya agar tidak melihat ke depan, sedangkan seseorang di depannya tampak tersenyum sambil sesekali melihat kaca spion motor.

"Gue nggak bakal ngeluh lo diem aja sepanjang jalan, tapi jangan cemberut gitu ... bisa? Gue maunya lo happy, Rai," ucap Marka, menoleh sekilas ke belakang.

"Jangan berisik. Gue udah nurutin permintaan lo karena gue kalah. Gue nggak mau nurutin permintaan lainnya—buat ngerespons omongan lo," balas Raisa dengan perasaan kesal.

Tapi lo tetep ngerespons, tuh. Marka terkekeh geli.

"A-ah—"

Raisa membulatkan kedua matanya saat mendengar Marka tiba-tiba berteriak. Gadis itu lantas melihat ke depan untuk memastikan. "A-ada apa, sih?? Lo ngagetin gue aja," kata Raisa.

"Gue baru sadar, Rai ... a-aaah, kesel!"

Raisa kembali membulatkan mata. Nih cowok kenapa, sih? Aneh banget, deh.

"Gue kesel banget sama diri gue sendiri," kata Marka, "kenapa permintaan gue receh banget, sih? Harusnya kan gue gunain kesempatan ini, ya? Harusnya gue minta buat lo jadi pacar gue—"

Raisa membulatkan mata, kemudian mencubit lengan Marka yang hanya bisa terdiam tanpa meringis. Laki-laki itu kemudian memegang tangan Raisa dengan tujuan untuk melepaskan cubitannya.

"Jangan ngelunjak. Gue juga nggak bakal nurutin kalau permintaan lo kayak gitu," jawab Raisa, menyilangkan kedua tangannya di dada.

"E-eh? Kesepakatannya kan kayak gitu—lo yang bikin juga," protes Marka.

"Berisik! Jangan sampe gue turun, ya—"

"Mana bisa, Rai ... bahaya. Ya kali lo mau main lompat aja dari jok motor gue," potong Marka yang hanya dibalas decakan sebal oleh Raisa.

Marka diam-diam melihat Raisa dari kaca spion motornya. Bener-bener, deh. Raisa kalau ngambek gitu jadi makin lucu aja. Gue juga kecanduan buat godain dia terus, batin Marka.

"Nanti lo nganterinnya sampe depan kompleks aja."

Marka tersadar setelah mendengar Raisa yang kembali bicara. Laki-laki itu lalu menoleh sekilas sebelum akhirnya bertanya. "K-kenapa? Nggak tanggung?"

"Nggak usah banyak nanya, bisa, nggak sih?" Raisa tampak kesal.

"Nggak. Soalnya gue ngerasa belom kenal banget sama lo, makanya setiap kali ada kesempatan, gue bakalan ngajuin pertanyaan," jawab Marka dengan santainya.

"Nggak perlu."

"Nggak perlu apa?"

"Lo nggak perlu ngerasa kenal banget sama gue."

"T-tapi, Rai—"

Raisa yang sudah tidak tahan akhirnya mencubit lengan Marka dan membuat ucapan laki-laki itu terhenti. "Jangan ngebantah mulu, bisa? Lo malah bikin gue makin mikir seribu kali buat menjalin hubungan jauh sama lo," ucap Raisa panjang lebar.

Tanpa gadis itu sadari, ucapannya justru diartikan lain oleh Marka. Terbukti saat senyum di wajah laki-laki itu kembali terukir tanpa sempat dilihat Raisa yang memang sedari tadi tidak melihat ke depan.

^^^

Walaupun sudah disuruh pergi, motor yang dikendarai Marka masih terdiam di depan gerbang kompleks perumahan Raisa. Laki-laki itu terus melihat punggung Raisa yang makin jauh memasuki kompleks tersebut.

Dari Raisa untuk CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang