"Kenapa nggak dibales, sih? Padahal udah di-read."
Raisa sedang duduk di kursi panjang yang ada di taman gedung fakultasnya. Di sana, gadis itu terus memandangi layar ponselnya yang masih menampilkan room chat dengan Marka.
"Masih belom dapet jawaban? Bukannya tadi langsung di-read, ya?"
Raisa memandang sebal kedatangan Kayla dengan dua minuman di tangannya. "Itu yang lagi gue tanyain dari tadi, Kay," jawabnya, lalu menerima minuman cokelat pemberian Kayla.
"Eh? Sorry-sorry."
"Gue telepon masalahnya nggak aktif, Kay ... gue takut," lanjut Raisa.
Kayla yang baru meminum minumannya langsung tersedak. "Uhuk-uhuk—l-lo ngomong apa, tadi?" tanya gadis itu.
"Ng—gue takut dia kenapa-napa—gimana, dong??" tanya Raisa.
Kayla tampak mengusap tengkuknya. Gadis itu juga bingung sendiri. "Euhm ... bentar, deh. Gue coba tanya Vino, ya," katanya, lalu membuka room chat-nya dengan Vino.
"—langsung telepon aja, Kay. Lama kalau via chat gitu," sambar Raisa.
"Oke-oke."
Raisa menaruh atensi penuh ketika Kayla sedang menghubungi Vino. Sampai akhirnya Kayla berucap ketika Vino menjawab panggilan teleponnya, Raisa memberi ruang untuk temannya.
"Hai, Vin—lo lagi di mana?"
Kayla tampak sedikit kikuk. Sepertinya gadis itu sedang merasa malu. "—a-ah, lo sama Rehan doang? Memangnya si Marka ke mana?" tanyanya sambil melihat Raisa yang tampak makin gelisah.
Raisa mengusap wajahnya. Aduh, Mar ... jangan bikin gue cemas kayak gini, dong, ucapnya dalam hati.
"—eh? Ke tukang service? Kok?" lanjut Kayla, membuat Raisa melihatnya.
Kayla tersenyum geli sambil melihat Raisa. "Ooh, gitu. Oke, deh. Makasih, ya," balasnya, "eh? Y-ya ... kan tadi gue udah nanyain lo lagi di mana. Gue cuma mau nanya itu aja, sih—"
"—ish. Udah, ah!" Kayla langsung mematikan sambungan telepon, membuat Raisa melihatnya bingung. Karena pipi temannya tampak memerah seperti orang yang sedang kesal.
"Eh, kenapa?" tanya Raisa.
"A-ah, enggak—oh, iya, soal Marka," kata Kayla.
"D-dia kenapa? Tadi gue juga denger soal tukang service—"
"Seperti yang bisa lo tebak. Hape dia rusak, Rai ... pantesan aja dia nggak bales chat atau ngangkat telepon dari lo," potong Kayla diakhiri kekehan geli.
"Hah? Rusak?" Raisa tampak kaget.
"Mungkin jatoh, kali, atau ap ague juga nggak ngerti. Tadi si Vino nggak bilang penyebabnya," balas Kayla.
Mungkin Kayla pikir setelah tahu penyebab Marka tidak membalas pesan atau mengangkat telepon dari Raisa, temannya sudah cukup lega. Namun, sebenarnya hal itu makin membuat Raisa penasaran sekaligus takut.
^^^
"—nggak bisa selese hari ini, Mas. Paling dua sampe tiga hari."
Marka terkejut ketika mendengar ucapan pegawai di toko service yang sedang dia datangi. "M-Mas, masa lama banget—"
"Antre, Mas. Saya juga masih banyak kerjaan."
Marka mendengkus sebal. Namun, laki-laki itu sudah terlali malas bila harus mencari toko service ponsel lainnya. "Y-ya udah, deh. Gak pa-pa—tapi kalau bisa lebih cepet, saya hargai banget, lho," kata Marka.
"Hm. Iya, Mas. Saya usahain."
Setelah membayar uang muka dan meninggalkan kontak lain yang bisa pegawai itu hubungi—kontak Vino dan Rehan—Marka keluar dari toko. Laki-laki itu tampak sedikit frustrasi sambil mengacak-acak rambutnya.
"Duh, gue nggak bisa komunikasi sama Raisa sampe tiga hari ke depan? Gila, kali ya. Mana sanggup?" kata Marka kepada dirinya sendiri.
Laki-laki itu berjalan menuju ke motor. Saat sudah duduk di joknya, dia beralih melihat kaca spion. Marka memegangi sudut bibirnya. "Duh, sampe lupa gue punya luka kayak gini," kata laki-laki itu.
Marka mengembuskan napas berat. "Gue juga nggak mungkin nemuin Raisa dalam keadaan begini," lanjutnya sembari menyugarkan rambut ke belakang.
Kayaknya gue sama Raisa harus main kucing-kucingan dulu, deh. Gue bener-bener nggak mau nambah beban pikiran dia kalau ngeliat gue bonyok kayak sekarang, batin Marka seraya memakai helmnya.
"Duh, gue juga nggak bisa ngehubungin Vino atau Rehan—ribet banget, dah," kata Marka, "kacau banget hari ini. Yang bener cuma bagian gue sama Raisa berangkat bareng ke kampus."
^^^
Raisa masih bersama Kayla. Namun, gadis itu terus merasa bingung. Setelah tahu kalau ponsel Marka rusak, dia makin ingin segera bertemu dengan laki-laki itu.
"Aduh, Rai ... lo kenapa, deh? Gue yakin si Marka gak pa-pa—paling pusing dikit gara-gara hape-nya rusak," kata Kayla, "soalnya dia juga bakalan bingung harus ngasih kabar ke elo dengan cara apa, 'kan?"
"Ya makanya itu, gue harus nemuin dia," balas Raisa.
Kayla mengusap pipinya pelan. "Ya iya ... gue yakin kalian nanti bakal ketemu dengan sendirinya, kok," katanya.
"Euhm ... si Vino masih belom tahu posisi terakhirnya Marka di mana?" tanya Raisa yang dibalas gelengan oleh Kayla.
"Sekarang lo mau ke mana?"
Raisa mengembuskan napas pelan. "Nggak tahu. Kelas kita juga udah selese—mungkin gue bakal jalan di sekitar kampus," jawabnya, "ng—lo nggak harus selalu ikut gue, Kay. Kalau memang ada urusan, gue gak pa-pa sendiri."
"Euhm ... iya, nih. Sorry banget, ya. Gue ada janji sama anak club buat bahas event kampus mendatang," balas Kayla.
"Iyaaa, santai aja."
"Kalau gitu gue duluan," kata Kayla sembari menepuk bahu Raisa.
Setelah kepergian temannya, Raisa kembali berjalan. Walaupun rasanya akan melelahkan jika harus berjalan menuju ke gedung fakultas Marka, gadis itu menjalani semua itu dengan perasaan santai—seakan-akan memang sedang berjalan biasa saja.
Semoga lo beneran gak pa-pa, Mar. Semenjak hubungan kita berubah dan ... semenjak Bang Arya tahu soal kita, gue jadi nggak bisa tenang, kata Raisa dalam hati.
"Itu yang bikin gue mikir seribu kali buat deket sama cowok—gue nggak mau mereka ikut campur dan merusak kebahagiaan gue," ucapnya diakhiri embusan napas pelan.
Tanpa disadari oleh Raisa, sosok laki-laki yang sedari tadi dia tunggu, sedang bersembunyi di balik pohon sambil terus melihatnya dari kejauhan. Kenapa muka dia kusut banget, ya? Masa gara-gara nggak gue kabarin—belom lama—dia udah galau? Marka tersenyum saat membayangkan kebenaran dari pemikirannya barusan.
"Tapi gue nggak boleh nemuin dia," kata Marka, "luka di muka gue bakal bikin suasana hati dia makin jelek—ya ... walaupun maksudnya khawatir, tapi nggak-nggak. Nggak boleh."
Marka kembali mengikuti Raisa secara diam-diam, memberi jarak cukup jauh agar gadis itu tidak menyadari keberadaannya. Namun, ketika melihat Raisa tiba-tiba berhenti, Marka juga ikut menghentikan langkahnya.
"Raisa kenapa, tuh?" tanya Marka saat menyadari kalau Raisa sedang melihat ponselnya. Tidak berselang lama ekspresi wajahnya berubah. Raisa terlihat panik.
<...>

KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Raisa untuk Cinta
ЧиклитDari Raisa untuk Cinta Cinta, apakah aku pernah merasakah kehadiranmu? Aku hampir lupa bagaimana wujud dan perasaan saat kamu ada. Jika cinta tidak bisa memberi jawaban atas pertanyaanku. Kuharap nantinya akan hadir seseorang di hidupku yang bisa me...