Bab 4. Menyerah

173 24 1
                                    

Sudah beberapa hari ini Lia dan Romi tidak ada saling menyapa dan berbicara. Semenjak Romi menamparnya semenjak itu hubungan mereka menjauh walaupun masih tinggal di bawah satu atap. Romi tidur di kamar tamu sedangkan Lia di kamarnya. Ibunya Romi juga tidak bisa menjadi orang tua yang netral. Dia malah selalu memancing emosi Romi agar Romi semakin menyalahkan Lia. Lia tahu itu karena dia mendengar apa yang Ibu mertuanya katakan.

Lia akhirnya berada di titik akhir kesabarannya. Hari ini dia harus bicara dengan Romi hanya berdua saja tanpa campur tangan mertuanya. Lia menghubungi Romi dan meminta Romi pergi bersamanya. Romi berjalan keluar komplek dan mencari keberadaan Lia. Lia membuka kaca mobil dan melambaikan tangannya. Romi masuk ke dalam dan Lia melajukan mobilnya. Lia menuju ke sebuah taman di tepian sungai. Tempat yang sering dia dan Romi datangi selama mereka pacaran.

"Kenapa kemari?" Tanya Romi.

"Karena kita harus bicara. Kita harus selesaikan masalah kita selama ini jika ingin pernikahan ini terus berjalan." Lia menatap Romi. Dia menguatkan hatinya untuk berbicara dengan suaminya itu.

Sebenarnya berat karena jujur Lia tidak mau pembicaraan mereka malah membuat rumah tangganya semakin hancur. Dia tidak tahu bagaimana tanggapan Romi.

"Mau bicara apa?" Romi kembali bertanya seolah tidak ada masalah di antara dia dan Lia.

"Bang, kenapa beberapa hari ini abang sangat sensitif? Emosi abang mudah terpancing dan abang tidak ada niatan untuk meminta maaf sama aku karena abang udah menampar aku? Orang tua aku aja tidak pernah nampar aku."

"Abang gak salah, kamu memang harus diberi pelajaran. Aku suami kamu jadi kamu harus bisa menghargai suami kamu." Romi masih dengan sikap egoisnya apalagi ibunya sudah memberikan dukungan bahwa apa yang dilakukan Romi hal yang wajar.

"Bang, kenapa abang seperti ini sih? Aku gak nyangka abang seperti ini. Kecewa aku sama abang." Lia kembali melajukan mobilnya pulang ke rumahnya. Dia keluar dari mobil di susul oleh Romi.

"Bereskan semua barang abang dan ibu juga. Pergi dari rumah aku sekarang juga. Aku gak bisa terima suami yang suka main kasar dan main tangan. Kita berpisah aja bang. Pergi!" Lia emosi dan dia juga berpikir tidak masalah berpisah debgan Romi lagipula pernikahan mereka baru dan mereka belum memiliki anak.

Mendengar perkataan Lia, Romi dan ibunya terkejut. Tidak menyangka Lia akan mengusir mereka semudah itu.

"Apa-apaan sih kamu? Ini pernikahan bukan permainan di mana kamu bisa seenaknya mengambil keputusan." Romi tidak terima dengan sikap Lia.

"Kalau tahu ini pernikahan kenapa abang bersikap seperti itu? Kenapa abang dengan mudah bersikap kasar dan main tangan sama aku? Kenapa abang bahkan tidak meminta maaf sama aku? Terpengaruh ibu ya?"

"Lia jangan ngomong sembarangan. Dia ibuku dan juga mertuamu." Romi meninggikan suaranya.

"Aku benar bang. Semenjak kita nikah, abang terlihat perhitungan sama aku. Aku gak masalah dan aku gak menuntut abang selama ini. Aku gak ingin membebani abang tapi mulai dari masalah mesin cuci, abang berubah. Abang gak permah belikan aku perhiasan, diajak makan enak. Cincin nikah ini aja yang abang berikan tapi ibu. Aku gak mau banyak bicara, kemas barang abang semua dan ibu juga. Pergi dari rumah aku!"

Romi memdekati Lia tapi Lia mundur. Dia tidak mau Romi kembali menamparnya. Lia tahu Romi tidak akan terima dengan keputusannya.

"Abang gak mau kita pisah."

"Aku mau, kemas barang abang." Lia membuang wajahnya tidak ingin menatap Romi.

"Gak akan, abang gak akan pergi." Romi memegang tangan Lia.

"Aku gak mau tersakiti oleh abang lagi. Aku berpikir pernikahanku akan bahagia tapi nyatanya...." Lia melepaskan pegangan tangan Romi.

"Pergi bang, aku akan urus perpisahan kita." Lia sudah tetap pada keputusannya. Menyakitkan tapi mungkin ini yang terbaik mengingat sifat dan sikap Romi yang seperti itu.

"Ayo pergi nak, kita sudah diusir. Kamu bisa cari istri yang lebih baik." Narsih menarik tangan Romi.

"Bu hentikan, aku tidak ingin berpisah dengan Lia. Aku mencintai Lia, Bu. Kami baru menikah." Romi terlihat kacau.

"Kamu gak dengar apa yang Lia katakan. Dia sudah usir kamu. Ibu sudah bilang, jangan nikahin wanita yang kehiduoannya lebih dari kamu. Lihat, dia sekarang sedang menginjak harga diri kamu." Narsih berusaha mempengaruhi Romi.

Lia tersenyum tipis saat mendengar perkataan mertuanya itu. Dia tidak menyangka mertuanya akan seperti ini. Bukannya membantu dia dan Romi agar berdamai malah menambah keruh suasana.

"Ibu jangan pengaruhi aku. Sebaiknya Ibu kembali ke kampung aja. Aku akan antar Ibu ke terminal. Aku harus selesaikan masalahku dengan Lia. Nanti aku akan pulang dan bicara dengan Ibu." Romi tetap tidak mau berpisah dengan Lia. Dia mencintai istrinya.

"Kamu mengusir Ibu? Kamu yang minta Ibu datang. Anak durhaka kamu." Narsih tidak terima dengan sikap Romi tapi dia juga tidak berdaya.

Narsih mengemasi barangnya dan Romi mengantar Narsih ke terminal.

"Abang antar Ibu sebentar, nanti kita bicara lagi." Romi berpamitan dengan Lia tapi Lia hanya diam. Dia duduk di kursi meja makan tanpa mau memandang Romi dan Ibunya.

Lia mendengar suara motor Romi menjauh. Lia masuk ke kamar dan mengemas pakaian Romi. Meletakkannya di luar pagar rumah. Lia sendiri kembali ke rumah orang tuanya. Lia adalah wanita mandiri yang keras. Sikap Romi membuat Lia kecewa dan dia lebih memilih berpisah. Tanpa Romi dia bisa tetap melanjutkan hidupnya.

***
Romi berhenti dan melihat pagar rumah Lia sudah di gembok dan mobil Lia juga sudah tidak ada. Tasnya di letakkan di depan pagar. Lia sangat marah dan kecewa padanya. Akan sulit bagi Romi membujuk Lia jika sudah seperti ini. Lia adalah tipe wanita mandiri dan keras. Tidak banyak bicara tapi jika sudah marah dan kecewa maka dia lebih memilih menjauh. Romi membawa tasnya dan menuju ke rumah orang tua Lia. Sekarang bukan hanya Lia yang harus dia hadapi tapi juga orang tua Lia. Romi pasti akan habis-habisan di marahi oleh mertuanya.

"Mau cari siapa?" Tanya security pada Romi.

Selama ini rumah mertuanya tidak dijaga security tapi sekarang malah dijaga. Lia baru hari ini kembali ke rumah orang tuanya dan mertuanya itu sudah meminta security menjaga rumahnya.

"Mau cari istri saya." Romi sengaja menekankan kata istri saya agar security itu tahu siapa Romi.

"Siapa Istri bapak?"

"Lia, tolong buka pagarnya."

"Pak Romi ya. Maaf bapak dilarang masuk oleh Pak Jayanto."

Romi menghembuskan nafas kasar. Sepertinya mertuanya tahu masalah dia dan Lia. Sekarang ayah mertuanya itu pasti akan semakin tidak suka padanya.

"Tolong pak,saya harus ketemu istri saya." Romi memohon karena dia ingin masalahnya dengan Lia segera selesai.

Romi menghubungi Lia tapi handphone istrinya tidak aktif atau lebih tepatnya dia diblokir.

"Lia." Romi berteriak memanggil Lia.

"Pak tolong jangan buat keributan di sini. Bapak bisa saya usir secara paksa." Ucap security.

"Karena itu saya mohon bapak ke dalam dan bilang pada Lia kalau suaminya menunggu di depan." Romi tidak akan menyerah.

Akhirnya security itu masuk ke dalam rumah untuk memberitahu Lia. Romi menunggu di depan gerbang yang masih terkunci itu. Romi tidak tahu jika Lia melihat dia dari kamarnya di lantai dua. Lia saat ini tidak mau peduli dengan apa yang Romi lakukan. Dia butuh sendiri untuk menenangkan dirinya.

Suami PelitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang