Bab 10. Nafkah Sepuluh Ribu

160 14 0
                                    

Lia sedang duduk di teras rumahnya sambil berjemur. Sinar matahari pagi bagus untuk ibu hamil. Dia melihat di depan gerbang ada mobil Romi. Lia segera masuk ke dalam rumah karena tidak ingin menemui Romi.

Arzeta yang menemui Romi karena kebetulan Arzeta mau pergi ke kantor.

"Selamat pagi kak." Romi memberi salam

"Pagi, ada keperluan apa?"

"Mau memberikan ini untuk Lia." Romi menyerahkan sebuah amplop pada Arzeta.

"Daripada setiap hari kamu beri Lia nafkah hanya sepuluh ribu. Semakin berkurang dari lima belas ribu sebaiknya kamu kumpulkan dan kamu beri sebulan sekali." Arzeta kesal dan merasa jijik harus menerima amplop nafkah dari Romi untuk Lia yang hanya sepuluh ribu.

"Tapi kak...."

"Ikuti aja saran saya daripada kamu kehilangan Lia selamanya karena dianggap merugikan."

"Baiklah." Romi kemudian pamit pulang. Dia ingin melihat wajah Lia walau hanya sebentar tapi Lia wanita yang keras dan teguh. Sekali dia bilang tidak maka dia tidak akan melakukannya.

Romi pulang dalam keadaan sedih karena lagi-lagi tidak bisa melihat Lia. Dia pulang ke rumah dan di sambut oleh Lastri yang sudah menjadi istrinya sekarang.

"Bang, ini aku buatkan sarapan dan bekal untuk abang bawa ke toko."

"Makasih." Romi makan dalam diam.

"Minta uang Lastri. Aku mau bertemu temanku nanti siang." Semua uangnya diatur oleh Lastri sekarang dan itu atas permintaan ibunya.

Lastri ke kamar dan mengambil uang. Dia memberikan uang sebesar lima belas ribu untuk Romi.

"Apa-apaan kau Lastri. Aku akan bertemu temanku, dia akan bekerja sama denganku. Kau berikan aku uang segini."

"Abang tadi udah ambil sepuluh ribu untuk kak Lia. Ini sisa uang jajan abang hari ini. Abang yang bilang jangan boros kan?" Lastri memberikan alasannya.

"Iya tapi ini temanku dan akan menjalin kerja sama denganku. Aku akan mentraktir dia makan siang. Berikan lagi uang."

"Gak bang, kita harus hemat. Belum bayar sewa toko, bayar listrik, air dan keperluan bulanan. Kenapa harus abang yang traktir sih." Lastri masih bersikeras.

"Harus aku Lastri karena aku yang mengajak kerja sama." Romi sudah mulai frustasi.

Lastri masih tidak bergerak untuk memberikan uang lebih pada Romi. Akhirnya Romi pergi meninggalkan Lastri dengan kesal. Dia tidak menyangka Lastri seperhitungan itu padahal yang dipegang Lastri adalah uang miliknya.

Romi ke toko dan mengambil uang toko. Sepupunya yang mengatur keuangan toko tidak melarang Romi.

"Sore nanti antarkan laporan keuangan padaku dan juga laporan stok barang."

"Iya bang."

***
Lia melihat uang sepuluh ribu yang baru saja diantar oleh Romi. Semenjak Romi menikah lagi, pria itu semakin tidak bertanggung jawab. Uang yang diberikan untuk calon anak mereka semakin berkurang. Jika seperti ini Lia juga tidak akan mau meminta Romi untuk membelikan keperluan bayi. Jangankan keperluan bayi, uang untuk calon anak mereka saja hanya sepuluh ribu perhari.

"Kamu simpan uangnya di dalam kaleng, untuk apa?" Tanya Anita saat masuk ke dalam kamar Lia.

"Untuk membayar harga diri Romi nanti," Jawab Lia kesal.

"Ya sudah jangan emosi. Anak kamu bisa merasakannya." Anita mengelus perut buncit Lia.

"Iya Ma. Makasih ya, Mama Papa, Kak Arzeta dan Bang Raihan mau selalu ada di sisiku. Aku jadi punya semangat."

Suami PelitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang