Bab 24. Arti Sebuah Nyawa

113 9 0
                                    

Tina di bawa ke klinik karena dia sudah mulai merasakan rasa sakit di perutnya. Adik Tina menghubungi Romi agar datang ke klinik. Romi datang bersama ibunya.

"Bagaimana Tina? Apa sudah akan melahirkan?" Tanya Romi.

"Belum, masih pembukaan satu tapi dia sudah sangat kesakitan. Kita berdoa semoga prosesnya cepat," Ucap ibu mertua Romi.

Romi masuk ke dalam ruangan dan melihat Tina sedang kesakitan. Hatinya tidak tega saat melihat Tina dalam keadaan seperti itu. Walaupun mereka sering berselisih tapi Tina adalah istrinya dan sekarang sedang berjuang melahirkan anak mereka.

"Bang." Tina  melihat Romi masuk ke dalam ruangan.

"Sakit ya sayang? Maaf ya Abang baru datang."

"Iya Bang. Abang kan juga kerja, aku ngerti." Tina kembali meringis karena rasa sakit yang menyerangnya.

"Bapak suaminya?" Tanya bidan.

"Iya."

"Bisa bicara sebentar Pak?"

Romi keluar ruangan mengikuti bidan yang ingin bicara dengannya.

"Ada apa ya Bu bidan?"

"Begini Pak, pinggul Ibu Tina ini sempit dan juga tensinya naik saat di bawa kemari. Pembukaannya juga tidak bertambah jadi saya ingin memberitahu ada kemungkinan harus dioperasi. Akan di rujuk ke rumah sakit besar agar nyawa Ibu dan bayinya selamat."

"Tapi untuk sekarang bisa diusahakan lahiran normal kan?"

"Kami akan usahakan tapi jika keadaan tidak memungkinkan maka akan kami rujuk."

Romi hanya diam, dia tidak ingin Tina lahiran secara operasi. Buang-buang uang, pikirnya. Harusnya bisa lahiran normal karena sudah tugas perempuan untuk melahirkan.

***
Hari menjelang malam dan keadaan Tina tidak ada kemajuan. Pembukaannya masih pembukaan satu. Tensinya terus naik dan dia kesakitan. Bidan kembali menemui Romi dan kali ini di sana juga ada orang tua Tina dan orang tua Romi.

"Ibu Tina harus dirujuk ke rumah sakit. Tensinya terus naik dan pembukaannya tidak bertambah. Kondisi Ibu Tina juga sudah mulai lemah. Saya akan berikan surat rujukan sekarang."

"Bu bidan, bisa diusahakan lagi gak agar lahiran normal. Harusnya melahirkan normal." Romi  bersikeras.

"Pak, kondisi istri Bapak sudah lemah. Bisa membahayakan nyawa Ibu dan bayinya. Bapak pikirkan itu."

"Saya yakin istri saya bisa lahiran normal. Usahakan lagi." Romi tetap tidak mengizinkan.

"Bu bidan, saya ayah dari Tina. Berikan saja surat rujukannya. Berapa pun biayanya akan saya usahakan. Saya gak mau anak dan cucu saya celaka."

"Baik Pak." Bidan segera memberikan surat rujukan pada Tina.

"Bapak tidak menyangka kau bisa setega ini. Di dalam ada dua nyawa. Istrimu dan anakmu tapi kau tidak peduli. Ternyata seperhitungan ini kau dengan istrimu. Jangan ikut ke rumah sakit. Bapak dan mamak  bisa mengurus Tina dan anaknya. Sebaiknya kalian berpisah."

Romi terdiam, bapak mertuanya marah besar. Saat dia tersadar dan akan ikut ke rumah sakit, dia kembali ditahan dan Romi tidak diizinkan ikut.

"Ibu sudah memperingatkanmu Nak. Sekarang pernikahanmu di ujung tanduk dan ibu tidak bisa menolongmu." Narsih meninggalkan Romi.

***
Nyawa Tina hampir tidak terselamatkan jika dia telat dibawa ke rumah sakit. Perempuan itu sudah melahirkan dan tidak ada Romi di dekatnya.

"Mamak, Bang Romi di mana?"

Suami PelitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang