Bab 1. Gara-Gara Mesin Cuci

829 52 2
                                    

Lia seorang wanita yang lahir dari keluarga berkecukupan. Dia juga memiliki pekerjaan yang bagus. Di usia matangnya, dia belum menemukan seorang pria sebagai tambatan hatinya. Teman-temannya banyak yang sudah menikah.

Saat usianya mencapai angka 25, dia bertemu dengan seorang pria dengan perbedaan usia 12 tahun. Lia mencintai pria itu begitu juga sebaliknya. Pria itu adalah Romi. Pria biasa dari keluarga sederhana dengan pekerjaan yang biasa, jauh di bawah Lia. Lia tidak pernah mempedulikan pekerjaan dan keluarga Romi. Yang penting Romi pria yang baik, penyayang dan gigih. Uang bisa dicari bersama menurut Lia.

Setahun berpacaran akhirnya mereka memutuskan menikah walaupun keluarga Lia menyangsikan  hubungan mereka karena melihat latar belakang Romi.

Setelah menikah, mereka tinggal di rumah kontrakan  kecil yang ada di dalam gang sempit. Lia sempat shock melihat keadaan ini karena dia tidak pernah tingga di gang sempit dan rumah yang kecil. Keluarganya tidak kaya raya tapi mereka hidup lebih dari cukup.

Rumah kontrakkan ini hanya memiliki satu kamar yang kecil. Dengan satu tempat tidur dan lemari, kamar ini hanya menyisakan sedikit celah untuk berlalu lalang. Dapur juga kecil dan saat membuka pintu menghadap pada sungai yang luas. Rumah kontrakkan ini terletak di pinggir sungai.

"Bang, aku beli mesin cuci ya. Aku butuh untuk mencuci baju. Capek juga sepulang kerja harus cuci dengan tangan." Lia meminta izin Romi walaupun dia akan membeli dengan uangnya tapi dia tetap harus meminta izin.

"Abang gak ada uang, kita baru nikah. Sudah banyak pengeluaran kita."

"Pakai uangku bang, boleh ya?" Lia cukup merengek karena dia memang butuh.

"Daya listrik gak cukup. Kalau kamu pakai mesin cuci, kamu harus matikan listrik kulkas. gak ada pemakaian lampu dan rice cooker." Romi menjelaskan pada Lia.

Lia terdiam, ternyata sulit sekali hanya untuk membeli mesin cuci. Melihat Lia hanya diam, Romi juga berlalu. Dia pikir Lia pasti paham. Dia hanya tidak mau Lia harus kerepotan mematikan semua lampu dan kulkas hanya untuk mencuci pakaian mereka. Mencuci tidak harus menggunakan mesin cuci, pikir Romi.

***
Lia bangun pukul 4 subuh untuk menyiapkan sarapan pagi dia dan Romi karena mereka juga harus bekerja. Lia membuka kulkas dan mengambil dua butir telur kemudian menggorengnya. Dia juga menumis sawi dan tidak lupa masak air untuk membuatkan Romi kopi.

Wangi masakkan menyeruak masuk ke dalam indra penciuman Romi. Pria itu membuka matanya dan melihat jam di dinding. Sudah menunjukkan pukul lima pagi dan Romi bangun. Langsung menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Saat akan ke kamar mandi, dia pasti melintasi dapur. Dia melihat Lia sedang memasak dan dia dekati. Memeluk istrinya dan memberikan kecupan pada pipi Lia.

"Abang, aku sedang masak. Mandi sana."

"Iya, cium istri sebentar." Romi kemudian masuk ke dalam kamar mandi setelah melihat Lia akan mencubitnya.

Lia menghidangkan makanan di meja makan kecil. meja makan yang harus diletakkan di sudut agar tidak memakan banyak tempat.

Setelah Romi keluar dari kamar mandi giliran Lia yang membersihkan tubuh. Pembicaraan soal mesin cuci kembali berlanjut di meja makan. Selesai sarapan, Lia kembali menyinggung masalah mesin cuci.

"Bang aku udah pikirkan, daya listrik akan aku naikkan agar bisa menggunakan mesin cuci. Semua pakai uangku bang. Jangan khawatir."

Romi menatap Lia dan Lia sadar tatapan Romi tidak biasa. Tatapan marah tapi dia berusaha menahan diri.

"Sayang uangnya, lagian ini rumah kontrakkan bukan rumah kita. Kamu naikkan daya listrik yang untung malah yang punya rumah."

"Tapi bang...."

Suami PelitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang