Bab 5. Hamil

171 16 1
                                    

Romi terpaksa menginap di sebuah penginapan murah karena dia tidak memiliki tempat tinggal. Dia tidak bisa kembali ke rumah kontrakan lama karena sekarang sudah ditempati orang lain. Romi sepertinya besok akan mencari kos murah untuk dirinya. Sekarang dia akan berusaha membujuk Lia untuk memaafkan dia dan kembali bersamanya.

Lia sendiri sekarang sedang duduk bersandar sambil melihat keluar jendela. Dia sedang tidak ingin melakukan apapun. Awalnya dia berpikir pernikahannya akan bahagia. Kalaupun ada masalah hanya masalah kecil dan dia serta Romi bisa menyelsaikannya tapi ternyata semua tidak seperti apa yang dia pikirkan. Sikap Romi berubah setelah mereka menikah.

"Dek, ngapain melamun?" Arzeta masuk ke dalam kamar Lia.

"Gak kok."

"Jangan bohong. Ngapain sih mikirin suami modelan begitu. Kurang apa kamu sampai dia bisa seperti itu." Dari awal Arzeta memang tidak menyukai Romi. Dia yakin Romi hanya bisa menyakiti Lia.

"Bagaimana pun dia masih suami aku. Apa aku kurang perhatian atau aku kurang baik ya. Aku berusaha untuk tidak menuntut Romi. Aku sadar dia sedang berjuang padahal aku selama ini terbiasa denvan mudahnya mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku menerima dia hanya memberikan uang belanja sekecil itu setiap harinya tapi karena mesin cuci, dia sekarang jadi sangat sensitif. Aku pasti salah." Lia terlihat sedih 

"Sudahlah dek, kamu tuh gak pantas untuk Romi. Modelan laki seperti itu gak perlu kamu tangisi dan sesali. Biarkan aja dia tahu bahwa tanpa dia, kamu itu tetap bahagia dan sukses."

"Ya udah kak, aku mau istirahat. Jangan bahas Romi dulu." Lia beranjak dari duduknya dan dia berbaring. Memejamkan matanya dan berusaha untuk tidur.

***
Sudah beberapa hari ini kedatangan Romi selalu ditolak. Pria itu hanya bisa duduk di motornya yang dia parkir di depan gerbang. Lia hanya melihat dari jendela kamarnya dan tidak berniat untuk menemui Romi.

Tiba-tiba rasa mual itu datang lagi karena tadi pagi Lia sempat merasa mual dan memuntahkan isi perutnya. Lia berlari ke kamar mandi dan dia kembali muntah. Wajahnya pucat dan saat itu Lia ingat bahwa dia belum mendapatkan bulanannya. Dia keluar dari kamar mandi dan melihat kalender. Ternyata dia sudah terlambat hampir dua minggu.

"Apa mungkin aku hamil?" Lia berkata pelan sambil masih melihat kalender.

Lia meminta supir mengantar dia ke apotik. Dia tidak mau sampai Romi tahu dia keluar dari rumah. Romi sudah mengenal mobilnya sekarang dia naik mobil mamanya beserta supir yang disiapkan papanya. Mobil melewati Romi yang sedang duduk di atas motor. Ada rasa rindu saat melihat Romi tapi Lia menahannya. Dia masih marah pada Romi.

Sesampainya di apotik, dia segera membeli tiga buat testpack dengan merek yang berbeda setelah itu segera kembali pulang.

Di kamar mandi, Lia menatap tiga testpack yang ada di hadapannya. Lia berharap dia tidak hamil bukan karena dia tidak ingin memiliki anak tapi jika dia hamil maka dia akan semakin sulit menjauh dari Romi. Pria itu pasti semakin tidak mau berpisah darinya.

Lia menundukkan kepalanya dan menghembuskan nafas pelan. Dia hamil, hasilnya positif. Dia menyentuh perutnya, ini anaknya dan Romi. Lia menangis, bahagia dan sedih bercampur menjadi satu.

"Nak, ada apa?" Sang mama yang baru membuka pintu kamar dan mendengar suara tangisan segera menuju ke kamar mandi.

Anita melihat testpack di wastafel dan dia menyadari putrinya sedang hamil.

"Selamat ya nak, mama bahagia."

"Makasih ma tapi aku dan Romi akan berpisah." Lia berjalan keluar dari kamar mandi.

"Bicarakan dulu dengan Romi, kalau dia bisa berubah kamu harus bertahan di pernikahan ini. Bicara dengan papa dulu dan beritahu kabar bahagia ini." Anita mengelus kepala Lia.

Lia berjalan keluar kamar dan mencari ayahnya. Pria itu sedang serius memeriksa berkas yang ada di hadapannya.

"Papa." Panggilnya pelan sambil berjalan mendekati ayahnya.

"Ada apa nak?" Jayanto selalu lembut pada putri-putrinya.

"Pa, tadi aku testpack dan hasilnya positif. Aku hamil Pa dan ini anaknya Romi."

Jayanto diam, dia bahagia akan memiliki cucu tapi dia kasihan pada putrinya. Jika seperti ini, Lia tidak akan bisa bebas dari Romi. Pria itu akan mengikat putrinya dan hanya akan membuat putrinya menderita.

"Jadi sekarang apa keputusan kamu?"

"Aku gak akan mungkin biarkan anakku tanpa ayah padahal ayahnya ada. Aku akan beri Romi satu kesempatan lagi jika dia gagal maka aku akan meninggalkannya."

"Baiklah tapi papa punya rencana sendiri. Kamu bawa Romi ke hadapan papa." Jayanto memikirkan kebahagiaan putrinya dan dia akan memastikan putrinya aman dan tidak kekurangan satu apapun.

"Iya pa. Lia temui Romi dulu." Lia berjalan meninggalkan ruang kerja ayahnya.

Lia meminta security untuk menyuruh Romi masuk. Tidak berapa lama Romi sudah ada di hadapannya. Wajah pria itu tampak bahagia saat melihat Lia.

"Sayang." Romi mendekati Lia.

"Abang rindu udah beberapa hari gak lihat kamu. Kamu baik aja kan? Kamu maafkan abang?"

"Duduk bang, aku mau bicara."

Romi duduk di samping Lia. Dia tidak ingin berada jauh dari Lia.

"Mau bicara apa?" Romi penasaran.

Lia menunjukkan testpack dan meletakkannya di atas meja. Romi diam sesaat kemudian dia tersenyum. Dia memeluk Lia tapi Lia segera melepaskan pelukan Romi.

"Abang bahagia dan abang tidak akan mau berpisah sama kamu. Kita akan segera memiliki anak. Kembali bersama abang ya?" Romi berharap Lia segera menjawab iya. Dia hanya ingin berbahagia bersama Lia.

"Temui papa. Papa ingin bicara."

"Baiklah." Romi berjalan menuju ke ruang kerja mertuanya.

Lia meninggalkan Romi dan ayahnya agar mereka bisa bicara berdua.
"Sudah dengar kabar bahagianya?" Tanya Jayanto.

"Sudah Pa. Romi minta izin mau mmebawa Lia kembali pulang bersama Romi. Romi gak akan mau berpisah dari Lia."

"Sudah yakin bisa buat Lia bahagia? Sudah yakin gak akan main kasar dengan Lia. Saya saja gak pernah menampar Lia tapi kamu malah seenaknya." Jayanto akan marah jika membahas hal itu.

"Romi yakin Pa."

"Papa punya syarat. Kamu bisa kembali pada Lia tapi kamu tidak akan membawa anak saya pergi. Di sebelah ada rumah kosong. Kalian akan tinggal di sana agar saya bisa mengawasi kalian. Urusan rumah tangga kalian yang atur, saya hanya ingin mengawasi anak saya saja karena itu kalian tinggal di sebelah. Kamu gak setuju silahkan pergi. Kalau setuju kamu bisa kembali dengan anak saya."

Romi terdiam, dia tidak punya pilihan lain. Dia tidak mau kehilangan Lia dan akbirnya dia menyetujui persyaratan yang diajukan ayah mertuanya.

"Romi setuju untuk tinggal di rumah sebelah asal tidak berpisah dengan Lia."

"Baiklah, ajak Lia pindah. Papa udah siapkan perabotan jadi kalian gak perlu beli. Kalian pikirkan kehidupan sehari-hari kalian aja." Jayanto kemudian menyuruh Romi pergi.

Lia berdiri tidak jauh dari ruangan ayahnya. Dia menatap Romi dengan tatapan yang sulit Romi artikan.

"Sayang, kita pindah ke rumah sebelah. Papa sudah siapkan."

"Kenapa menyetujui persyaratan papa?"

"Kamu mendengarkan pembicaraan kami? Kamu gak ingin kita bersatu lagi?"

"Aku gak mau ditampar lagi oleh abang."

"Maafkan abang sayang. Abang memang salah dan abang menyesal. Tolong kembali pada abang ya. Abang janji akan perbaiki semuanya. Jika abang gagal kamu boleh meninggalkan abang. Abang tidak akan meminta kamu bertahan."

Lia diam tapi dia juga sebenarnya ingin memberikan kesempatan pada Romi.

"Baiklah bang, jika abang kembali berulah. Abang main kasar, aku tidak akan memaafkan abang. Aku pastikan abang tidak akan bertemu dengan aku dan calon anak kita."

"Iya sayang, abang janji." Romi memeluk Lia. Dia bahagia bisa kembali bersama Lia.

Suami PelitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang