Bab 11. Jatuh Ke Pelukan Istri Muda

164 17 0
                                    

Romi sibuk akhir-akhir ini karena dia ingin mengembangkan tokonya. Dia bahkan tidak pernah mengunjungi Lia walaupun Lia pasti tidak akan pernah mau menemuinya. Romi lupa dia masih harus bertanggung jawab atas anak yang dikandung Lia.

"Abang." Lastri memeluk Romi.

"Ada apa?"

"Aku punya kabar gembira, lihat." Lastri menunjukkan testpack yang ada di tangannya.

"Kamu hamil?" Romi mengambil testpack dari tangan Lastri.

"Iya bang. Bahagia gak?"

"Bahagia dong." Romi membalas pelukan Lastri.

"Ayo beritahu Ibu." Romi menggandeng Lastri keluar dari kamar.

"Wah kenapa kalian gandengan tangan seperti itu, gak biasanya?" Tanya Narsih.

"Bu ada kabar baik. Lastri hamil bu." Romi memberitahu ibunya dan Romi terlihat bahagia berbeda saat dulu dia tahu Lia hamil. Dia bahagia hanya saja berbeda tidak seperti sekarang.

"Ibu turut bahagia. Ibu doakan tidak ada masalah selama kehamilan dan nanti saat melahirkan lancar. Kalian jadi orang tua yang baik." Narsih hanya mengakui anaknya Lastri yang akan menjadi cucunya.

"Kalau begitu kamu harus segera menjadikan Lastri istri pertama kamu menggantikan Lia. Perempuan itu juga sudah tidak mau bertemu kamu kan jadi dia sudah tidak pantas menjadi istri kamu lagi." Narsih kembali menghasut Romi untuk meninggalkan Lia.

"Tapi Bu, Lia akan segera melahirkan dan bagaimana pun anak yang Lia kandung adalah anakku." Romi masih belum ingin berpisah dengan Lia.

"Kamu yakin itu anak kamu. Kalian selalu bertengkar dan jarang bersama. Pikirkan itu Romi jangan bodoh. Ibu gak mau tahu. Menantu Ibu hanya Lastri."

"Baiklah Bu, Romi akan bicara dengan Lia." Romi tidak bisa membantah ibunya.

Lastri tersenyum penuh arti. Akhirnya dia akan menjadi Nyonya dan dia akan menguasai semua milik Romi.

***
Romi datang ke rumah orang tua Lia dan berbicara dengan Lia. Jayanto dan Anita mendampingi Lia saat bertemu dengan Romi. Mereka tidak ingin Lia terluka apalagi Lia sedang hamil besar dan akan melahirkan.

"Ada apa bang?" Tanya Lia setenang mungkin.

"Aku akan menceraikan kamu. Lastri sedang hamil dan Ibu ingin Lastri jadi yang pertama. Lagipula aku gak yakin anak yang kamu kandung adalah anakku."

"Kurang ajar." Jayanto marah besar. Dia tidak menyangka Romi akan berkata seperti itu.

Lia sudah akan menangis tapi dia bertahan. Dia tidak terima dengan perkataan Romi. Anak yang dia kandung adalah anak dia dan Romi. Buah cinta mereka tapi Romi sekarang meragukannya.

"Bang."

"Nak, biar Papa saja yang selesaikan ini. Lelaki tidak tahu diri ini harus diberi pelajaran." Jayanto tidak akan pernah memaafkan Romi.

"Pa, ini masalahku. Aku kuat Pa, jangan khawatir." Lia tidak ingin papanya ikut dalam masalahnya dan membuat pria itu sedih. Lia akan hadapi Romi.

"Bang ini anakmu tapi kalau kamu tidak mengakuinya aku juga tidak akan memohon. Kamu mau bercerai, ayo kita bercerai dan aku yang akan urus tapi tanda tangani dulu surat perjanjian yang aku berikan. Setelah itu abang bebas mau melakukan apa dengan istri muda abang dan jangan muncul di hadapan aku lagi." Lia mengambil surat perjanjian yang sudah dia buat.

Dia sudah memiliki firasat akan hal ini dan dia sudah bersiap membuat surat perjanjian ini. Lia memberikan pada Romi. Di dalam surat perjanjian itu Lia ingin Romi menjauh dari dirinya dan anaknya kelak bahkan Romi tidak boleh bertemu dengan anak mereka. Lia tidak membutuhkan nafkah apapun dari Romi karena dia mampu. Tanpa pikir panjang, Romi menandatangani surat itu.

"Terima kasih bang untuk pernikahan singkat ini. Mulai sekarang kalau pun kita bertemu di luar tolong jangan bertegur sapa. Anggap saja kita tidak saling mengenal." Lia kemudian masuk ke dalam kamarnya.

Romi melihat terakhir kali wajah Lia dan dia keluar dari rumah orang tua Lia. Berakhir sudah pernikahannya dengan Lia.

***
"Sudah kamu urus perceraianmu?" Tanya Narsih.

"Sudah Bu, Lia juga ingin berpisah dan dia tidak meminta apapun bahkan nafkah."

"Baguslah, itu tandanya dia sadar diri. Anak yang dia kandung bukan anak kamu."

"Iya Bu, sekarang aku fokusnya ke Lastri." Romi tidak ingin membahas hal ini lagi.

Walaupun dia ingin berpisah dari Lia karena Lastri tapi di satu sisi dia merasa berat dalam artian ada hal yang membuat dia menjadi mengingat Lia. Bayangan Lia muncul di benaknya. Romi melihat sedih dan kecewa di mata Lia tadi dan dia sadar sudah menyakiti Lia sedalam itu.

Lastri tersenyum bangga saat mendengar Romi dan Lia bercerai bahkan Lia tidak meminta apapun dari Romi. Otomatis semua milik Romi akan menjadi milik Lastri.

***
Hari ini toko Romi tutup karena dia akan mengadakan syukuran di rumahnya atas kehamilan Lastri. Semua karyawan toko di undang termasuk Ardan.

"Yakin ini anak Romi bukan anakku." Aedan memeluk Lastri dari belakang sambil mengelus perut Lastri.

"Aku gak pernah bilang ini anak Romi." Lastri tertawa pelan.

"Ini anakmu Ardan. Setiap kali kita berhubungan, aku dalam keadaan subur sedangkan dengan Romi aku sedang tidak subur. Ini anak kamu, kalau gak percaya tes DNA aja."

"Siapa bilang gak percaya, aku percaya. Makasih ya Lastri. Nanti kalau aku udah banyak uang,kita nikah. Tinggalkan pria pelit itu." Ardan tidak suka dengan Romi.

"Pasti sayang, ya udah kamu pergi sana nanti kita ketahuan." Lastri meminta Ardan pergi.

Ardan segera menjauh. Belum saatnya hubungan mereka terbongkar. Dia belum memiliki banyak uang untuk membawa Lastri kabur.

Romi masuk ke dapur dan Lastri bernafas lega karena Ardan sudah tidak di sana.

"Kamu di sini rupanya. Mana uang yang disiapkan semalam. Anak-anak dari panti sudah datang. Setelah berdoa kita akan memberikan mereka sedikit rezeki kita."

"Bentar bang." Lastri masuk ke dalam kamar dan mengambil amplop yang sudah disiapkan. Setelah itu dia memberikannya pada Romi.

Romi percaya dengan Lastri apalagi selama Lastri hamil, dia hanya ingin Lastri bahagia.

Selesai berdoa dan acara ramah tamah, Romi membagikan amplop kepada anak-anak panti. Baru kali ini dia bisa berbagi seperti ini karena ekonominya mulai baik walaupun di kontrol oleh Lastri.

***
Lia menatap bayi mungilnya yang sekarang sedang berbaring di sampingnya. Bayi lelaki itu sekarang sedang tertidur lelap. Lia menghapus air matanya yang terjatuh tanp dia inginkan.

"Jangan menangis untuk hal yang gak penting." Raihan masuk ke dalam kamar adiknya itu.

"Aku nangis bahagia bang. Anakku lucu kan? Mirip aku kan bang?"

"Tentu saja mirip kamu. Abang gak rela kau mirip bapaknya yang gak bertanggung jawab itu. Baru punya bisnis sekecil itu sudah sombong. Masih abang pantau dia. Jangan sampai dia menganggu kamu lagi apalagi kalian udah bercerai." Raihan duduk di dekat tempat tidur keponakannya.

"Abang jangan khawatir, aku dan anakku akan kuat karena ada kekek nenek serta om dan tante yang akan menjaganya."

"Oh iya, siapa nama anakmu ini?"

"Raditio Buana."

"Namanya bagus, dia pasti jadi anak yang pintar dan baik. Abang akan ajarin dia jadi lelaki hebat dan sukses." Raihan menyayangi keponakannya. Dia kasihan karena bayi mungil itu tidak akan pernah mengenal ayahnya dan itu lebih baik.

"Amin."

"Oh iya, besok kita semua pindah rumah. Papa bilang biar kita dapat suasana baru. Kebetulan papa udah buat rumah di daerah pinggiran kota dengan model seperti vila." Raihan memberitahu Lia.

"Iya bang, papa ada bilang."

Lia menatap putra kecilnya. Dia akan merawat dan mendidik putranya itu. Tanpa Romi, dia akan berhasil.

Suami PelitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang