Bab 18. Motor Butut Pembawa Sial

117 5 0
                                    

Merasa usaha kainnya masih belum berhasil di tambah kemarin dia sempat tertipu, Romi semakin perhitungan bahkan kepada istri dan ibunya.

"Bang, ibu minta uang belanja." Dita memberitahu Romi.

"Gak ada. Abang lihat di dapur masih ada mie sama telur. Makan pakai itu aja." Romi kemudian keluar dari kamar dan menuju ke ke teras rumahnya.

Dita ke dapur untuk menemui ibu mertuanya.
"Maaf Bu, Bang Romi bilang makan pakai mie sama telur aja." Dita sendiri merasa tidak enak hati karena bisa saja mertuanya yang menganggap dia pelit atau mungkin dia yang mempengaruhi Romi.

"Ya udah, besok aja baru belanja." Narsih tidak memaksa. Dia tahu bagaimana sifat Romi lagipula dia tidak ingin kehilangan menantu lagi karena itu dia tidak akan menyalahkan menantunya.

Dita keluar dari dapur dan menuju ke teras di mana sekarang Romi sedang bersantai. Hari ini hari libur jadi dia tidak membuka tokonya.

"Abang pinjam motor, aku harus beli bahan untuk pesanan jahitanku."

"Gak, naik ojek aja kamu."

"Aku bayar uang bensinnya. Aku mau cepat bang, please."

"Ya udah ini kuncinya. Ingat ya isi bensinnya dan jangan lama." Romi menyerahkan kunci motor.

"Makasih bang." Dita kemudian pergi.

***
Dita memandang langit gelap dan hujan yang turun dengan lebatnya. Dia terpaksa berdiri di depan toko sambil menunggu hujan reda. Setelah satu jam hujan akhirnya reda walaupun masih gerimis tapi tidak selebat tadi. Dita menuju ke motor dan pulang ke rumah.

Di tengah perjalanan, Dita diserempet mobil karena jalanan yang licin dan langit kembali gelap. Dita jatuh menghantam aspal. Untung saja masih ada yang membantunya. Sayangnya mobil yang menyerempetnya kabur.

Dia tertatih dan di bawa ke tepi jalan.
"Mbak, mau di bawa ke dokter gak? Kakinya luka tuh."

"Gak usah Pak. Saya bisa obati di rumah." Dita tidak mau ke dokter. Dia akan semakin lama pulang dan Romi akan menunggunya.

Dita memandangi motor Romi yang lecet. Spionnya patah dan kaca lampunya pecah. Romi pasti akan marah padanya. Dengan menahan sakit pada kakinya, Dita segera naik ke motornya dan pulang. Sepanjang jalan dia meringis karena merasakan perih di kakinya dan di tulang rusuknya.

Baru saja motornya berbelok ke rumah, Romi sudah menunggunya dan pria itu terlihat marah saat melihat kondisi motornya.

"Ada apa dengan motor aku?" Tanyanya dengan meninggikan suaranya.

"Maaf Bang, tadi aku diserempet mobil. Jalanan licin bang." Dita menjelaskan pada Romi.

"Bodoh! Gak hati-hati sih. Sekarang ganti semua kerusakan. Aku gak mau tahu. Besok sudah harus beres." Romi masuk ke dalam rumah.

Air mata mengalir di pipi Dita. Romi bahkan tidak bertanya bagaimana keadaannya. Padahal dia melihat kaki Dita yang berdarah. Dita masuk ke dalam rumah dengan tertatih.

"Masih belum ke bengkel, hah!" Hardik Romi.

"Bang, aku obati lukaku dulu. Setelah ini aku ke bengkel." Dita mengambil kotak P3K.

"Cepat." Bentak Romi sambil mendorong kepala Dita.

Dita menatap Romi dengan tatapan marah. Dia tidak terima karena Romi terlalu kasar dan tidak sabar.

"Romi, kamu gak bisa bicara baik-baik dengan Dita." Narsih mencoba menengahi permasalahan anak dan menantunya.

"Kebiasaan dia Bu. Ini baru motor kalau dibiarkan yang lain juga hancur kena dia."

Suami PelitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang