Bab 29. Apakah Hanya Sandiwara?

180 12 0
                                    

Romi sudah keluar dari rumah sakit dan sekarang sudah di rumahnya. Karena dia belum bercerai, akhirnya Tina yang harus merawatnya. Tina membawa putra mereka kembali ke rumah. Bukan tanpa sebab Tina mau merawat Romi. Dia lakukan ini untuk membalas Romi agar Romi sadar dengan apa yang dia lakukan selama ini.

Pagi ini Tina membantu membersihkan tubuh Romi. Dia mengambil ember kecil dengan air hangat di dalamnya. Dia membuka pakaian Romi dan membersihkan tubuh Romi.

"Nak, hari ini Romi jadwalnya terapi." Narsih masuk ke dalam kamar dan memberitahu Tina.

"Gak ada uang Bu." Jawaban singkat itu membuat Narsih terdiam sesaat dan juga Romi merasa tidak enak hati.

"Jadi bagaimana Nak?" Narsih bertanya lagi.

"Gak ada terapi lagi. Bang Romi harus berusaha sendiri dan mandiri. Biaya terapi mahal dan juga mulai hari ini aku yang akan belanja. Bahan makanan ada di dapur Bu. Tina hanya bisa beli itu. Bang Romi gak ada uang."

Romi tetap diam tapi dia memandang Tina. Perasaannya kacau karena melihat bagaimana sikap Tina. Romi tidak menyangka hidupnya akan seperti ini. Merepotkan dan hanya akan buat susah.

***
Tina masuk ke kamar sambil membawa piring. Dia mengantarkan makan siang untuk Romi. Romi melihat ke arah piringnya. Ada bening bayam dan tahu goreng satu.

"Ini makan siangnya Bang." Tina meletakkan di meja kemudian membantu Romi duduk.

Romi mengambil piring dan tersenyum saat melihat lauk yang ada di piring.

"Berarti dulu uang belanja yang aku berikan hanya bisa beli lauk seperti ini setiap hari ya?" Romi menatap Tina.

"Iya, bahkan kurang uangnya. Tahunya harus aku potong kecil-kecil. Buat sambal biar ada rasa makannya. Ada uang lebih syukur-syukur bisa beli kerupuk."

"Maaf Ya Tina, aku menyesal."

"Udah gak guna penyesalan kamu." Tina memilih untuk keluar kamar tapi Romi menahannya.

"Tunggu."

"Apa?" Tina melihat ke arah Romi.

"Aku menyesal dan sekarang pun aku merepotkanmu. Aku menyimpan uang selama ini, kamu bisa ambil di balik lemari. Pakailah untuk beli makanan dan biaya terapiku serta membayar hutang rumah sakitku."

Tina tersenyum sinis, Romi tidak tahu bahwa dia sudah menemukan uang itu dan biaya rumah sakit dibayar dengan menggunakan uang itu.

"Nanti saja," Ucap Tina.

"Sekarang saja, semua aku serahkan sama kamu." Romi memaksa dan Tina menuruti kemauan Romi.

"Di mananya?" Tina pura-pura bertanya.

"Belakang lemari, tarik aja lemarinya perlahan."

"Gak ada apapun."

"Apa?" Romi berusaha untuk bangun. Tina membantunya dan mendudukkan dia di kursi roda.

"Kemana uangku." Romi shock karena itu adalah uang yang selama ini dia kumpulkan dengan susah payah.

"Aku gak tahu. Aku selama ini tinggal bersama orang tuaku. Makanya kalau ada uang jangan di sembunyikan dari istri."

Romi masih diam, dia benar-benar shock. Jika begini dia tidak ada menyimpan uang lagi. Dia juga sekarang tidak bisa bekerja karena kondisi kakinya.

Tina keluar dari kamar dan tidak mempedulikan Romi. Tina malah bersyukur karena Romi mendapatkan hukuman darinya. Dia akan membiarkan Romi merasa bersedih dan menyesal dulu.

***
Sudah dua minggu Tina merawat Romi. Semenjak Romi tahu uangnya hilang, dia lebih banyak diam. Anehnya Romi tidak menyalahkan atau menuduh Tina maupun ibunya.

"Saatnya tidur Bang, udah malam." Tina menutup gorden jendela.

Dia mengambil selimut dan menyelimuti Romi. Di luar hujan turun dengan lebat dan udara sangat dingin.

"Uang itu untuk Arza. Aku mengumpulkannya dengan susah payah. Hanya Arza anak yang bisa aku rawat tapi sekarang uangnya hilang dan kau pun akan segera pergi membawa Arza."

Tina menatap wajah Romi dan dia bisa melihat kesedihan di sana. Walaupun begitu, Tina tidak akan luluh. Romi terlalu sering bersandiwara dan akhirnya menyakiti lagi jadi Tina akan membiarkan Romi dalam keadaan sedih seperti sekarang ini. Uang Romi juga masih asa Tina simpan dan tidak Tina pakai.

"Istirahat Bang."

"Temani abang ya? Abang ingin meluk kamu. Kita masih suami istri jadi abang masih berhak."

Tina hanya diam, dia malas mau menuruti keinginan Romi yang ini tapi Romi memohon dan Tina masih punya hati. Tina berbaring di samping Romi dan membiarkan Romi memeluknya.

"Abang rindu sama kamu. Balikkan yuk? Abang janji akan berubah."

"Gak Bang, abang selalu mengulang kesalahan. Maaf." Tina melepaskan pelukan Romi dan berjalan keluar kamar.

Romi sadar dia sudah terlalu menyakiti Tina dan kesempatan untuknya sudah berakhir. Hidup Romi hancur karena selalu menyakiti istrinya.

***
Kesehatan Romi semakin menurun karena dia terlalu memikirkan masalah uangnya yang hilang. Tina mendekati Romi dan mengenggam tangan Romi.

"Ikhlaskan, aku tahu sulit bang tapi kalau begini kesehatan abang yang menurun."

"Aku kesal karena uang itu untuk Arza. Aku gak pernah memberikan Arza yang terbaik."

"Kalau ingin memberikan Arza yang terbaik, abang harus bersemangat dan sembuh. Ubah semua sifat dan sikap abang yang terlalu pelit itu."

"Tina, kembali ke abang ya. Jangan minta pisah. Abang mohon, biarkan abang dan kamu melihat Arza sampai dewasa. Abang hanya mau kamu. Maafkan abang ya."

Dalam sebulan ini udah puluhan kali Romi meminta mereka jangan berpisah dan Tina belum ada jawaban. Tina takut dan trauma karena Romi akan selalu mengulang kesalahan tapi jika dia melihat Arza, dia tidak tega. Sebulan ini Arza dekat dengan ayahnya. Jika dia melihat Romi, dia juga kasihan. Tina bingung harus bagaimana walaupun dia sebenarnya tidak ingin pernikahannya hancur hanya saja kadang sudah berusaha tapi takdir yang menentukan.

"Tina, jawab abang."

"Abang bisa janji untuk tidak mengulangi kesalahan abang? Abang bisa jangan pelit lagi? Jangan suka selingkuh?"

"Iya abang janji sayang. Kembali ya Tina, abang mohon."

"Tina beri abang satu kesempatan lagi tapi kalau abang ingkari semua janji abang. Tina dan Arza akan langsung pergi."

"Iya abang janji, peluk abang."

Tina memeluk suaminya itu. Romi memberikan kecupan di kening Tina. Baru kali ini Romi bersikap lembut karena biasanya dia akan kasar.

***
Perlahan Romi akhirnya sembuh. Setelah tiga bulan dia bisa berjalan lagi walaupun harus pelan-pelan. Selama ini Tina belun melihat Romi membuat dia kesal. Sepertinya Romi memang menepati janjinya.

"Abang akan mulai kerja besok. Abang harus nafkahi kalian kan?"

"Apa abang udah kuat? Jangan dipaksa bang."

"Abang kuat, abang harus kerja. Doakan aja abang bisa terus sehat. Abang berusaha menperbaiki semuanya."

"Terserah Abang, aku gak akan memaksa atau melarang abang."

"Makasih ya." Romi ingin berubah demi Tina dan Arza. Romi tahu pasti akan sangat sulit karena dia memiliki kebiasaan buruk. Romi akan terus berusaha.

"Nanti kalau abang udah gajian, uangnya kamu aja yang pegang dan atur. Abang mau memperbaiki semuanya. Kalau abang gagal, kamu boleh tinggalkan abang dan abang gak akan menahan. Berarti sifat buruk abang gak bisa dikontrol."

"Iya, kita jalani semua ini seperti biasa. Abang juga jangan bersandiwara karena akan menyakitkan pada akhirnya. Kalau gak bisa berubah harus jujur."

"Iya abang tahu."

Suami PelitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang