Lia dan Romi memasuki rumah baru mereka. Lebih tepatnya rumah yang diberikan oleh ayahnya Lia. Lia melihat perabotan yang lengkap. Lia membuka kulkas dan kosong. Sepertinya ayahnya ingin Romi yang mengusahakan agar kulkas mereka terisi bahan makanan. Lia menjadi tanggung jawab Romi dan Romi harus bisa menghidupi Lia setelah pria itu memohon pada ayahnya Lia.
"Bang minta uang. Kulkas kosong." Sebenarnya Lia bisa saja menggunakan uangnya tapi dia tidak mau. Dia ingin melihat apakah Romi akan bertanggung jawab di dalam pernikahan ini.
Romi merogoh saku celananya dan memberikan uang sebesar lima belas ribu.
"Abang gak ada uang. Beberapa hari kemarin gak kerja karena berusaha membujuk kamu."
"Jadi mau nyalahin aku? Gak ada yang suruh abang gak kerja. Abang aja yang betah duduk seharian di atas motor di depan gerbang." Lia merasa tersinggung. Dia tahu maksud dari perkataan Romi.
"Bukan begitu maksud abang. Abang minta maaf tapi abang gak ada uang lagi. Abang pergi dulu ya. Abang mau kerja dulu. Kamu gak kerja?"
"Gak, aku berhenti."
"Berhenti, kenapa?" Romi tidak tahu jika Lia sudah berhenti dari pekerjaannya.
"Aku capek, kebetulan juga aku sedang hamil."
"Ya udah, abang yang akan kerja dan cari uang untuk kamu." Romi kemudian pergi bekerja.
Motor Romi menjauh dan Lia tidak jujur pada Romi karena tidak ingin Romi tahu. Lia berhenti bekerja tapi sekarang dia menjalankan usaha sendiri. Dia membuka toko bunga dan butik. Selama ini dikelola oleh mamanya dan sekarang Lia sendiri yang harus mengelolanya. Lia tidak jujur dengan Romi karena tidak ingin pria itu merasa malu dan kurang percaya diri. Lia berusaha agar Romi tidak terlihat kecil. Romi orang yang mudah tersinggung dan kurang percaya diri. Sudah cukup masalah rumah tangga mereka karena pekerjaan Romi yang tidak bisa dibandingkan dengannya.
***
Romi pulang saat malam hari. Wajahnya terlihat lelah dan kusut. Lia tidak mau banyak bicara. Dia membuatkan Romi segelas kopi dan sudah menyiapkan makanan di atas meja."Bang, ini kopinya dan makanan udah di atas meja makan. Mandi dulu setelah itu makan bersama."
"Iya," Jawab Romi singkat.
Romi beranjak menuju ke kamar dan mandi. Lia menunggu Romi di meja makan. Handphone Romi berbunyi dan Lia mengintip untuk melihat siapa yang menghubungi Romi.
"Kapan kamu pulang ke kampung? Ibu harus bicara dengan kamu tentang istri durhaka kamu itu." Itulah sepenggal pesan dari ibu mertuanya.
Wanita itu tidak berhenti untuk memprovokasi Romi padahal dia dan Romi belum lama menikah. Lia tersenyum tipis, tidak menyangka ibu mertuanya bisa seperti itu. Padahal dulu saat pertama kali dia bertemu, wanita itu terlihat ramah dan baik.
"Masak apa kamu?" Romi keluar dari kamar setelah selesai mandi.
"Tahu goreng dengan bening bayam," Jawab Lia.
"Ayo makan." Romi mengambil piring.
"Gak, aku gak selera. Mual banget, tadi aku minum susu aja."
"Cukup uangnya beli susu?"
"Pakai uangku. Aku lagi gak mau makan nasi. Maunya susu atau buah. Abang gak marah kan?"
"Cerewet banget sih. Dilawan jangan dituruti. Masa gak makan nasi. Boros tahu kalau minum susu dan buah aja. Abang kerjaannya belum stabil."
Lia tidak percaya Romi mengatakan semua itu. Apa kehamilannya sangat memberatkan Romi.
"Bang, aku sedang hamil anak kamu. Aku juga gak mau bang seperti ini. Mual setiap pagi dan memilih makanan tapi ini bawaan bayi. Aku juga beli pakai uang aku sendiri. Aku tahu kerjaan abang belum stabil." Emosi Lia memuncak. Semenjak hamil, dia lebih cepat emosi.
Lia beranjak dari duduknya dan dia memilih untuk masuk ke kamar. Sebenarnya dia ingin pergi meninggalkan Romi ke rumah orang tuanya tapi dia sadar jika seperti itu maka ayahnya akan segera meminta mereka berpisah.
Melihat Lia masuk ke kamar, Romi menghembuskan nafas berat. Dia hari ini lelah dan dia tadi malah memancing keributan lagi dengan Lia. Setelah ini dia harus berbicara dengan Lia.
***
Lia mendengar suara pintu kamar dibuka. Pasti suaminya tapi Lia tidak mempedulikan Romi. Dia asyik dengan handphonenya."Sayang lagi apa?"
"Main game," Jawab Lia.
Romi duduk di samping Lia dan meletakkan dagunya di pundak Lia.
"Maafkan abang ya."
"Selalu begitu, buat salah, nyakitin habis itu minta maaf. Aku hamil anak kamu juga bang. Aku gak nuntut kamu kan, aku beli pakai uangku sendiri." Lia mendorong tubuh Romi agar menjauh darinya.
"Lia."
"Diam bang, aku lagi gak ingin bahas ini. Selama hamil aku ingin bahagia biar anakku juga bahagia."
"Anak kita sayang." Romi menyentuh perut Lia tapi Lia menepisnya.
"Anak kita tapi tadi terlihat aku ini sangat membebankan abang. Jujur aja bang, kenapa abang berubah sih. Waktu pacaran gak gini."
"Salah paham kamu sayang. Abang gak pernah mikir kamu itu beban abang tapi memang abang lagi gak ada duit. Abang hanya takut akan sulit bahagiakan kamu. Abang jadi sensitif." Romi jadi serba salah.
"Ya udahlah, aku mau istirahat bang." Lia memutuskan untuk berbaring dan tidur. Dia tidak mau meneruskan pembicaraannya dengan Romi. Ujung-ujungnya pasti mereka akan bertengkar.
"Iya sayang,selamat malam dan selamat bobo." Romi mencium kening Lia kemudian dia juga ikut tertidur.
***
Lia hari ini ingin sekali makan rujak. Dia bisa saja beli sendiri tapi dia ingin Romi yang membelikannya.Lia menghubungi Romi dan meminta Romi membelikan rujak. Lia menunggu Romi pulang karena dia sudah membayangkan akan makan rujak.
Suara motor Romi terdengar memasuki halaman rumah. Lia segera membuka pintu menyambut Romi.
"Bang." Mata Lia mencari kantong plastik tapi Romi tidak membawa apapun. Bahkan di motornya juga tidak tergantung kantong plastik.
"Bang mana rujaknya?"
"Abang gak beli. Gak sehat makan rujak begitu. Makan nasi aja, minum susu hamil. Kamu kan biasa makan buah jadi gak perlu makan rujak lagi." Romi berjalan masuk je dalam rumah.
Dia bicara dengan santai tanpa melihat Lia yang sudah terlihat kecewa dan sedih.
"Bang calon anakmu juga ingin makan rujak,bukan hanya aku. Aku ngidam bang." Suara Lia sudah bergetar menahan tangis.
"Jangan lebay, cuma rujak. Makan buah yang ada di kulkas aja. Boros banyak jajan. Kita harus nabung untuk biaya melahirkan kamu nanti. Lebih bagus minum susu aja kan. Kemarin kamu bangga udah beli susu dan buah."
"Lain kali aku gak akan minta abang belikan apapun. Hanya rujak, abang sudah seperti ini." Lia berjalan keluar rumah. Dia ke rumah orang tuanya yang ada di sebelah.
Air mata Lia mengalir, dia bukan ingin mengadu pada orang tuanya. Dia ingin minta antar supir ke tempat orang yang menjual rujak. Lia kesal, Romi memang tidak pernah berubah. Baru minta maaf tapi mengulang lagi kesalahan yang sama.
Mungkin memang lebih baik dia berpisah dengan Romi jika dia hanya akan sakit hati terus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Pelit
Romansahai, cerita ini juga ada di KBM ya dengan akun @putrinyabunda. Romi adalah pria dengan usia yang sudah matang tapi tujuan hidupnya belum jelas. Terlalu banyak rencana sampai tidak ada pencapaian dalam hidupnya. Banyak berkhayal tapi kurang usaha. D...