Bab 21. Hanya Karena Gaji

93 7 0
                                    

Acara pernikahan Romi dan Tina akan berlangsung dua minggu lagi. Tina terpaksa tetap harus menikah dengan Romi karena Romi sudah mengambil kehormatannya. Tina gadis baik-baik dan hanya akan melakukan hubungan secara intim bersama suaminya.

Tina sekarang sedang berada di kamar mandi. Satu testpack sudah ada di hadapannya dengan hasil positif. Dia mengandung anak Romi. Tina ingin menangis karena dia berharapnya bisa hamil setelah menikah tapi karena perbuatan Romi waktu itu akhirnya sekarang seperti ini.

Tina memasukkan testpack ke kantung bajunya dan dia meminta Romi menemuinya.

"Ada apa sayang?" Tanya Romi.

Tina menunjukkan hasil testpacknya kepada Romi. Romi mengambil dan melihat hasilnya. Dia tersenyum karena Tina mengandung anaknya. Setelah bercerai dan dia tidak bisa bertemu anaknya sekarang Romi ingin memiliki anak lagi karena itu dia tetap menikahi Tina walaupun Tina menolaknya.

"Aku bahagia, dua minggu lagi kita nikah. Tenang aja, abang gak akan bilang pada siapa pun kalau kamu sedang hamil. Abang gak mau buat kamu malu."

Tina hanya diam, dia masih tidak bisa menerima bahwa dia harus hamil sebelun menikah dan itu karena perbuatan Romi yang tidak terpuji.

"Abang antar pulang ya. Kamu harus banyak istirahat sampai waktu pernikahan kita nanti."

Romi mengantar Tina pulang tapi hanya sebatas itu. Dia bahkan tidak bertanya atau peduli dengan kehamilan Tina dalam artian membelikan Tina makanan sehat dan bergizi atau membawa Tina kontrol kandungan.

***
Acara pernikahan Romi dan Tina berlangsung lancar dan cukup meriah karena orang tua Tina ingin yang terbaik untuk Tina. Malam harinya Tina langsung ikut ke rumah Romi.

"Ibunya Abang kemana?" Tanya Tina.

"Ikut saudaranya. Katanya ingin membiarkan kita berdua sebentar karena kita pengantin baru." Jawab Romi.

Tina masuk ke dalam kamar dia dan Romi. Kamar yang sama saat Romi mengambil kesuciannya.

"Mandi dulu setelah itu abang yang mandi."

Tina mengambil handuknya dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Tina sampai detik merasa tidak siap untuk menikah dengan Romi setelah dia tahu sifat buruk Romi. Kelicikkan Romi yang membuat dia sekarang terjebak ke dalam hubungan pernikahan ini.

Tina keluar dari kamar mandi dan melihat Romi sedang menunggunya. Romi mengecup keningnya dan sekarang Romi yang membersihkan tubuhnya.

Malam ini Tina ingin sekali makan nasi goreng yang di jual di depan tempat kerjanya. Dia berharap Romi mau membelikan untuknya.

Tidak lama kemudian Romi keluar dari kamar mandi.

"Bang, aku ingin makan nasi goreng yang dijual di depan toko tempat aku kerja. Tolong belikan Bang."

"Masak di rumah aja, boros."

"Tapi aku maunya itu, aku ngidam Bang. Tolong belikan." Tina benar-benar ingin makan nasi goreng itu.

"Mana uangmu." Romi meminta uang pada Tina. Dia tidak ingin memakai uangnya untuk membelikan istrinya itu nasi goreng.

Tina membuka dompetnya dan menyerahkan uang dua puluh ribu rupiah. Romi mengambilnya dan langsung membelikan Tina nasi goreng. Tina sedih karena Romi bersikap seperti itu. Apa yang temannya katakan tentang Romi memang kenyataan. Pria itu sangat pelit bahkan pada istri sendiri. Tina sekarang terjebak dengannya apalagi dia sedang hamil. Saat ini dia takut jika dia bersikap egois maka calon anaknya akan kehilangan sosok ayah.

Setengah jam kemudian, Tomi kembali sambil membawa satu bungkus nasi goreng.

"Sisa uangnya Abang belikan rokok tiga batang. Rokok Abang habis." Romi memberikan kantung berisi nasi goreng itu kepada Tina.

"Bagi Abang juga nasi gorengnya. Abang juga lapar." Romi bahkan tidak merasa malu saat meminta nasi goreng.

Tina hanya menarik nafas saja dan dia membaginya dengan Romi. Selesai makan, Tina mencuci piring dan memilih untuk tidur. Dia terlalu lelah bukan hanya tubuhnya tapi juga pikirannya.

***
Sudah sebulan ini menjadi istri Romi dan Tina menatap uang sepuluh ribu di tangannya. Setiap hari hanya sepuluh ribu uang yang Romi berikan. Tina berjalan menuju ke pasar sayur yang tidak jauh dari rumah. Setiap hari Tina hanya bisa beli tahu atau telur dan bayam saja. Dia tidak bisa beli daging atau ikan karena uangnya tidak cukup. Sisa uang dari belanja hari itu jika hanya seribu selalu dia tabung tanpa sepengetahuan Romi untuk menambah keperluan dapur. Tina juga masih bekerja tapi uang gajinya segera dia tabung dan dia sembunyikan dari Romi karena tidak ingin Romi mengambilnya.

Pulang dari belanja dia melihat Romi sudah berdiri di depan pintu.

"Ada apa Bang?"

"Mana uang kamu. Abang mau beli gas dan bayar listrik serta air."

"Gak ada Bang, lagipula itukan harusnya pakai uang abang. Abang kan yang bertanggung jawab dengan semuanya."

"Abang gak ada uang. Kamu tahu toko sedang sepi."

"Bang aku gak ada uang."

"Kamu kan punya gaji. Mana uang gajimu, abang minta." Romi mengulurkan tangannya.

"Bang, aku gak ada uang. Uang gajiku diambil Bapak dan Mamak." Tina tetap tidak ingin memberikan uangnya.

"Gak guna, ngapain kamu berikan pada orang tua kamu. Jadi kamu kerja untuk mereka gitu. Istri gak berbakti, ya udah terserah kamu." Romi kemudian berlalu.

Tina diam dan ingin menangis tapi dia berusaha kuat. Jika dia menangis maka Romi akan semakin menyakitinya.

***
Semenjak Tina tidak memberikan uang gajinya pada Romi maka Romi tidak begitu mempedulikan urusan rumah dan dapur lagi.

"Bang, gasnya habis. Aku gak bisa masak."

"Gak ada uang, beli aja pakai uang kamu atau uang belanja yang aku berikan." Romi tidak peduli.

"Tapi uang belanja gak cukup bang."

"Aku gak mau tahu. Makanya waktu aku minta gaji kamu waktu itu, kamu harus berikan." Romi kembali mengungkit masalah gaji Tina waktu itu.

"Aku gak ada uang Bang. Ini aja beras udah habis, bumbu dapur, minyak goreng sama kopi gula. Uang belanja aja untuk beli sayur gak cukup."

"Makanya uang gaji jangan diberikan sama orang tua kamu. Gak punya otak sih kamu. Sekarang rasakan!" Romi pergi meninggalkan Tina.

Air mata Tina jatuh. Setega itu Romi pada dirinya. Romi mempermasalahkan gajinya sampai seperti ini. Haruskah dia memberikan gajinya untuk keperluan rumah tangga ini lalu apa tanggung jawab Romi.

"Kenapa Nak?" Narsih mendekati Tina. Sebenarnya Narsih sudah mendengar pertengkarang menantu dan anaknya itu tapi Narsih pura-pura tidak tahu.

"Bang Romi minta gajiku untuk keperluan rumah lalu tanggung jawab Bang Romi apa. Tina gak nyangka bang Romi akan seperti ini."

Narsih menarik nafas dalam. Romi tidak pernah berubah.

"Ibu akan bicara dengan Romi. Kamu pergi kerja aja. Jangan pikirkan masalah ini." Narsih tidak mau kehilangan menantu lagi. Sekarang Tina sedang mengandung cucunya dan Narsih akan menjaga Tina serta calon cucunya itu. Wanita tua itu mencari Romi ke kamar setelah Tina pergi bekerja.

"Romi."

"Apa Bu? Mau ceramah? Pasti Tina udah melapor yang tidak tidak."

"Kalau ibu mau menasihati kamu. Kamu ini gak berubah ya. Gak belajar dari pengalaman. Kamu mau gagal dalam pernikahan. Sadar Nak, usia kamu semakin tua. Kamu harus pikirkan itu."

Romi hanya diam tidak merepson perkataan ibunya. Narsih juga tidak menuntut respon Romi. Dia berharap Romi bisa paham apa yang dia katakan.

Narsih keluar dari kamar Romi. Sepeninggalan ibunya, Romi masih tetap diam. Dia tidak tahu harus bagaimana.

Suami PelitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang