31

568 141 5
                                    

Seorang manusia? Hanya gara-gara satu manusia saja mampu menciptakan kekacauan sedahsyat ini? Sungguh tidak masuk akal sama sekali. Sekalipun enggan memercayai hal yang dilihat oleh kedua mataku, tetapi bukti kehancuran yang berserakan di sekitarku ada. Termasuk, perih dan sakit di sekujur tubuh akibat goresan pecahan kaca mobil.

Sama sepertiku, Riu pun membelalak. Selama beberapa detik dia tidak bereaksi. Hingga tembakan bola api yang diarahkan oleh gadis itu membuat Riu bertindak cepat, mengendalikan kontrol diri, atas desakan murni ingin bertahan hidup.

Aku pun mati-matian berusaha menyingkirkan setiap bola api yang diluncurkan orang itu kepada kami. Sayang dia tidak bertindak secara kesatria. Ia tidak ragu mengincar manusia mana pun, bahkan yang biasa, serta membuatku mual menyaksikan orang terbakar.

Luka dahsat akibat api tidak bisa kutolong. Aku bukan orang suci yang sanggup mengendalikan laju kehidupan seseorang. Ada keterbatasan. Sekarang pun aku kesulitan memadamkan api yang diarahkan kepada Riu maupun api yang dialamatkan ke sembarang orang.

“Dia gila!” teriakku sambil berlari menghindar dari letupan yang bisa membahayakan diriku.

[Bukan vampir. Dia sama sepertimu.]

Sama? Apa itu artinya gadis itu bagian dari Bulan Darah? Lantas mengapa dia bisa ada di sini? Dengan kekuatan sehebat itu pasti tetua berengsek tidak akan berpikir dua kali menggunakan orang ini sebagai tumbal!

Riu berlari sembari berusaha menghindari letupan api yang ditembakkan kepada dirinya. Kedua kakinya begitu lincah. Aku bahkan mulai mempertanyakan kewarasan Riu. Dia seperti tidak takut mati! Oh tunggu, dia memang tidak peduli dengan nyawaku!

“Riu!” teriakku ketika sebuah bola api seukuran bola sepak dijatuhkan oleh musuh. Aku tidak tinggal diam. Kuhajar bola api lawan dengan tembakan anak panah es. Bola hancur jadi serpihan salju mungil.

Tidak ada habisnya. Harus ada perubahan dan aku tidak suka arah perubahan yang kupikirkan.

Dengan segenap kekuatan, kufokuskan energi di sekeliling gadis itu. Cukup sulit mengumpulkan es melalui apa pun yang bisa kudapat dari sekitar. Untung ada saluran pipa yang meledak gara-gara tembakan api. Dari sana semua air kuubah menjadi es, kuarahkan sungai es yang megah menuju musuh, membungkus seluruh tubuh dengan selimut es. Tanpa ragu kupenjarakan dewi api dalam gunungan es.

“Beres.”

[Dia tidak bisa kamu bekukan semudah itu.]

Aku benci Putih yang cuma modal bicara! Apa dia tidak ingin mengulurkan tangan, menolong, dan menyingkirkan semua lawan dari hadapanku? Dia bisa melakukannya. Bisa! Namun, yang ia memilih menyuruhku ke sana ke mari mirip pelayan istana! Muak!

“Persetan dengan api!” raungku sembari membuat bola es sebesar duku. Bola es tersebut kubuat dalam jumlah banyak. Sangat banyak. Kutembakkan semua bola ke sasaran yakni, si dewi api jadi-jadian.

Sama sepertiku, cewek itu dengan mudah menghancurkan bola es. Gila! Apa dia sungguh manusia yang terdiri dari darah, daging, dan tulang? Bagaimana bisa dia menangkis serangan dariku sekaligus menghajar Riu?

“Hei, kenapa tidak kau setrum dia dengan guntur?” Riu butuh saran. Itulah saran terbaikku!

[Kamu pikir semua manusia bisa sehebat itu menciptakan petir dan guntur raksasa? Tidak bisa....]

Putih tidak sempat menyelesaikan ucapan miliknya yang bertele-tele serta membosankan. Riu mengangkat kedua tangan. Langit di atas kami bergolak seolah ada seekor naga tengah berenang di antara kumpulan awan gelap. Tidak perlu menunggu lama, guntur pun turun dengan kilat. Langsung menuju sasaran.

ALL OF THEM WANT TO KILL HER (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang