“Beruk!” teriakku mengoreksi sebutan yang dilontarkan cowok itu kepadaku. “Beruk, bukan monyet!”
[Nak, kamu salah fokus.]
Bintang Fajar bisa dibilang sebelas dua belas dengan Bulan Darah urusan bakat unik. Unik di sintingnya, maksudku. Dasar gila. Gila. Gilaaaa!
“Sama-sama kera,” katanya mengabaikan koreksiku.
Dia kini berdiri di hadapanku, hanya terpisah sekitar dua meter.
Mobil yang kami tumpangi telah berubah wujud menjadi onggokan rongsok. Pasti oke tuh bila dijual ke pengepul besi. Oke andai saja besi itu tidak diselimuti es.
[Jangan gegabah. Kamu tidak tahu bakat apa yang ia miliki.]
Aku punya ide: kabur!
“Jangan berani, bahkan memikirkannya sekalipun, untuk kabur,” dia memperingatkan.
“Hei, terserahku dong memikirkan kabur atau menjadi komedian! Sinting!”
“Aku memberimu tawaran bergabung dengan kami, Bintang Fajar,” begitu, katanya, mengabaikan sindiran.
“Nggak usah,” aku menolak. “Kalian hanya peduli kepada manusia pemilik bakat. Namun, aku nggak termasuk klan Bintang Fajar dan nggak berniat menceburkan diri ke dalam masalah. Memangnya siapa kamu, beraninya menentukan pilihan seseorang, presiden?”
“Sayangnya kamu sudah menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam masalah, Bocah.”
“Setop sebut aku sebagai bocah dasar Bocah Tua Nakal!” teriakku sembari mengepalkan tinju ke udara. “Asal tahu saja aku wanita dewasa! Wanita, bukan bocah! Setan!”
[Aku tidak paham dengan fokusmu, tapi bukankah sebaiknya kamu tidak membuat provokasi apa pun?]
Belum sempat aku membalas Putih, cowok itu menerjang dan menghantamkan tubuhku ke tanah dengan kecepatan kilat. Aku tidak bisa melihat dia bergerak. Dia sangat cepat.
“Sekarang aku akan memastikan sesuatu,” katanya dengan senyum sinis terpatri di bibirnya. Dia merobek kaosku, tepat di bagian selangka, dan membuat batu darah yang selama ini kusembunyikan terlihat. “Sudah kuduga....”
Aku meronta, berusaha menggerakkan kaki. Setiap kali aku hendak menghadiahkan tendangan, maka cowok itu akan menggunakan lututnya guna menekan pergerakanku. Pada akhirnya aku hanya mampu memanfaatkan kedua tanganku.
Panik hanya berlangsung selama sesaat. Perlahan mampu kukendalikan diri dan memusatkan energi ke kedua tanganku. Sebilah es tajam terbentuk dan kuayunkan tanganku tepat ke leher cowok itu.
... yang lagi-lagi berhasil menghindar dari maut. Pada waktu yang tepat dia mundur, melompat ke belakang.
[Tenang. Aku bersamamu.]
Bersama, tapi rasanya sendirian! Hubungan cinta macam apa ini? Aku butuh kepastian!
“Anak Bulan Darah berkeliaran di kawasan Bintang Fajar,” katanya, tajam. “Kupikir hanya kamu saja yang paling ceroboh di antara penyembah lintah.”
“Aku memuja uang, bukan lintah!”
Sialan! Dia merobek bajuku! Bajuku! Sekarang dia pasti bisa melihat tali BH-ku! Iya tahu tidak ada tonjolan seksi seperti milik Megan Thee Stallion, tapi tetap saja ooooh harga diriku!
[Masa pertumbuhan. Kamu akan perlu banyak makan. Makanan yang bergizi.]
Bayangkan! Aku diserang secara fisik dan verbal.
“Bulan Darah pembangkang?” Dia tertawa. Namun, nada tawa yang ia perdengarkan begitu tajam dan menyayat. Seakan dia berasal dari neraka dan hendak membinasakan siapa pun yang berani menghalangi dirinya. “Cukup menarik.”
KAMU SEDANG MEMBACA
ALL OF THEM WANT TO KILL HER (Tamat)
FantasíaKenapa sih orang-orang tertarik isekai ke novel, film, komik, atau dimensi mana pun? Seolah pindah dunia itu semudah pindah kontrakan yang kalau tidak cocok bisa mengajukan keluhan ke empunya indekos. Berharap bisa disukai oleh semua tokoh ganteng d...